You Are My Soft Spot - Bab 392 Mendambakan Seorang Pria Beristri (1)

Jessy Lan menatap tenang wanita yang berdiri di lorong jalan. Wanita di hadapannya itu mengenakan kemeja hitam tanpa bra di dalam, lalu bawahannya adalah sebuah rok. Tidak, dibanding disebut rok, itu lebih cocok disebut potongan sprei.

Saat si wanita menoleh padanya pertama kali, Jessy Lan menyadari ada seberkas kegembiraan terlintas di matanya. Ketika menyadari bahwa sosok yang datang adalah dirinya, ekspresi wajah wanita itu langsung berubah drastis dan warnanya juga memucat. Jessy Lan melangkah masuk sambil mengibaskan rambutnya seperti mau memamerkan pesona.

Jessy Lan kini berdiri berhadap-hadapan dengan si wanita. Dengan jarak yang pendek begini, ia sudah bisa melihat dengan jelas perawakannya. Jessy Lan terhenyak. Wanita di depannya sangat cantik, berambut pendek, dan memiliki pesona unik. Ia sama sekali tidak asing dengannya.

Di dalam dompet, James He selalu menyembunyikan sebuah foto di belakang KTP-nya. Pada foto itu, ada seorang wanita dikuncir kuda tersenyum patuh pada kamera. Auranya terlihat agak liar, tetapi aura itu mampu diredam oleh pesona kecantikannya yang jauh lebih kuat.

Foto ini sudah ada di dompet James He sejak Jessy Lan berkenalan pertama kali dengannya. Bertahun-tahun ini sudah tidak terhitung lagi jumlah dompet baru yang si wanita berikan pada James He, namun foto itu tetap saja disimpan ke setiap dompet baru yang dipakai.

“Kamu Erin?” Ini sebuah kalimat pertanyaan, namun Jessy Lan mengutarakannya dengan nada sangat yakin.

Erin menata suasana hatinya biar kembali tenang. Ia mengangguk, “Benar. Kamu sendiri siapa?”

“Aku Jessy Lan, istri James He.” Jessy Lan mengulurkan tangan ke hadapan Erin. Si wanita terhenyak sejenak, lalu ketika dia mengulurkan tangan untuk menyalaminya, Jessy Lan sudah menurunkan tangan duluan. Jessy Lan berjalan menuju ruang tamu dengan santai seolah kembali ke rumahnya sendiri. Setelah itu, ia duduk di sofa dan mendongak menatap Erin, “Boleh tuangkan minum?”

Erin menurunkan tangan dengan canggung. Jadi ini istri James He? Tatapan Jessy Lan terasa bagai jarum yang menusuk-nusuk perut Erin. Sekarang ia mengenakan kemeja James He tanpa dalaman, lalu bawahannya adalah kasur. Dilihat dari sudut mana pun, siapa saja pasti bakal salah paham dengannya.

Meski tidak ada apa-apa yang terjadi antara dirinya dan James He beberapa hari ini, Erin tetap merasa gelisah. Ia berbalik badan dan berjalan ke ruang tidur kedua. Di sana, ia memaki sendal kamar terlbih dahulu baru pergi ke dapur untuk menuangkan air buat Jessy Lan.

Erin menunduk di hadapan Jessy Lan sambil menyodorkan gelas: “Silahkan.”

Si tamu melipat kaki dengan anggun. Ia tidak menyentuh gelas itu, melainkan hanya menatap Erin lekat-lekat dan menyuruh: “Duduklah.”

Erin sungguh tidak nyaman dengan tatapan Jessy Lan, tetapi ia tetap menjalankan perintahnya karena tamunya itu terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Setelah Erin duduk, Jessy Lan mengusap-usap cincin yang terpasang di jari manisnya dengan santai. Saat menatgap cincin itu, mata Erin agak kesilauan karena kebetulan ada cahaya yang terpantul. Tangan si wanita, yang ditaruh di kedua lutut, perlahan berubah jadi mengepal.

Jessy Lan menatap Erin dari atas ke bawah, lalu buka suara: “Nona Erin, gaya berpakaianmu ini bagus sekali ya. Sekedar bercerita, aku dulu juga suka pakai pakaian begini ketika James He di rumah. Mungkin karena sudah lama menikah, dia tidak tergoda padaku lagi dan cari wanita di luar buat main. Aku pribadi tidak masalah, pria sukses macam dia mana mungkin tidak punya wanita mainan di luar sih? Betul kan?”

Erin mendongak menatap tamunya dan buru-buru mengklarifikasi: “Nona Lan, kamu salah paham. Hubunganku dengan Tuan Muda tidak seperti yang kamu bayangkan.”

“Benarkah?” Tatapan Jessy Lan dipenuhi ketidakpercayaan, bahkan mengandung sedikit ejekan. Wanita itu berucap lagi, “Aku tidak yakin aku salah paham. Nona He sekarang pakai kemeja suamiku tanpa bra di dalamnya, terus untuk bawahan nona juga kelihatannya tidak pakai apa-apa. Kamu berpakaian begini pasti untuk menggoda suamiku dan bersiap memenuhi hasrat seksnya tiap saat kan?”

Erin tidak menyangka Jessy Lan bakal bicara seblak-blakan dan sekasar ini. Ia mengernyitkan alis dengan tidak senang: “Nona Lan, mohon jaga kata-katamu!”

“Hehe.” Perawakan Jessy Lan saat tersenyum dingin sungguh mirip dengan James He. Wanita itu berkata: “Aku sudah bilang aku tidak apa-apa kok, tetapi Nona Erin mengapa masih terus membantah? Memang yang kamu sendiri lakukan tidak boleh dilakukan orang lain juga?”

“Aku selalu berakal sehat, aku tidak pernah macam-macam dengan suamimu.” Erin malas menjelaskan lagi, namun pada saat bersamaan juga mengutuk dirinya sendiri. Erin, sungguhkah kamu tidak punya pengharapan apa-apa pada James He?

Jawaban lubuk hati terdalamnya adalah ada. Sekali pun perasaannya pada si pria terganjal masalah etika, Erin tetap saja pernah menginginkan James He. Saat ini, semua pengharapannya dibuat Jessy Lan menguap tidak tersisa.

Jessy Lan bangkit berdiri, “Kamu bilang selalu berakal sehat, tetapi jelas-jelas jadi seorang wanita simpanan. Gila, aku belum pernah menemukan wanita macam kamu! Aku ingatkan sekali lagi bahwa aku tidak masalah berbagi James He dengan kamu, sebab kalau bukan kamu pasti ada orang lain. Tetapi, ingat baik-baik, jangan mimpi kamu bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rata denganku!”

Sekujur tubuh Erin gemetar. Ia gigit-gigit bibir tanpa melihat Jessy Lan lagi, lalu telinganya mendengar suara bantingan pintu yang diikuti dengan keheningan. Pandangan mata Erin berubah jadi blur. Si wanita memeluk kedua kaki dan membenamkan kepala ke lutut, kemudian air mata mulai mengalir dari matanya.

Erin, kamu tidak boleh menjual dirimu dengan murah lagi! Selamanya tidak boleh!

……

Ketika hari menjelang malam, James He mengemudikan mobil untuk balik ke apartemen. Di parkiran kompleks apartemen, ia menoleh ke kantong karton yang ditaruh di kursi peniumpang depan. Si pria tersenyum dan turun dari mobil sambil meneteng kantong itu.

James He naik lift dan tiba di lantai yang dituju dengan segera. Ketika ia membuka pintu apartemen, ia langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Waktu dia berangkat tadi pagi, pintu apartemen ia kunci dari luar. Anehnya, sekarang, ia bisa membukanya tanpa harus mengutak-atik kunci. Si pria berjalan masuk dengan alis terangkat tanda curiga.

Seluruh penjuru apartemen gelap karena tidak ada lampu yang dinyalakan. Sambil berganti sepatu, James He menekan tombol lampu ruang tamu. Ia melihat sosok Erin lagi duduk meringkuk di sofa. Wanita itu menunduk dengan tatapan kosong seolah tidak lagi berpikir apa pun. Kelar memakai sendal kamar, ia melangkah menghampirinya dan menaruh kantong karton di sebelah si wanita: “Nih pakaianmu. Cepat pakai.”

Erin tidak bergerak. Berselang beberapa saat, ia dengan malas mengangkat kantong karton itu untuk membawanya ke kamar tidur kedua. Hati Erin penuh duka, namun tidak ada satu pun kalimat curhat yang mau ia utarakan ke James He.

Erin lagi mendambakan seorang pria beristri, dirinya layak dihina Jessy Lan seperti tadi!

James He makin menyadari ada ketidakberesan di sini. Ketika Erin bangkit berdiri dari sofa, ia tidak sengaja melihat kelopak matanya agak bengkak. Si pria mengernyitkan alis dan menahan pergelangan tangan si wanita, lalu membuatnya berdiri berhadap-hadapan dengan dirinya. James He tidak salah lihat sedikit pun, kelopak mata Erin memang bengkak dan bola matanya penuh garis merah. Ia bertanya keheranan: “Mengapa menangis?”

Erin dengan kasar melepas tangan James He dan menjawab dingin: “Bukan urusanmu!”

“Erin!” Jawaban dingin Erin dibalas dengan tatapan dingin James He. Ia barusan bertanya baik-baik, bisakah wanita ini menjawab dengan baik-baik juga? Si pria menggerakkan bahu si wanita dan memaksanya menatap dirinya, “Sebenarnya apa yang terjadi?”

Erin gigit-gigit bibir. Hatinya dipenuhi ketidaksenangan dan amarah yang tidak tahu harus dilampiaskan ke mana, namun mengapa tiap bertemu James He dia langsung jadi ketakutan sendiri? Si wanita masih kekeuh dengan posisinya, “Aku sudah bilang, ini bukan urusanmu.”

Kelar berucap begini, Erin berbalik badan untuk bergegas ke kamar. Bahunya sayangnya digerakkan lagi oleh James He, “Tadi pagi waktu aku berangkat kamu tidak seperti ini. Beritahu aku, ada siapa yang datang?”

“Tidak ada yang datang. Tuan Muda, kamu menyembunyikanku di sini dan membiarkanku berpakaian seadanya. Kamu ingin meniduri aku ya?” Amarahnya kembali membara, sebuah pertanyaan yang tidak dipikirkan dulu terlontar dari bibir Erin. Karena pertanyaan itu tidak dipikirkan dulu, persoalan apakah si pria bakal marah atau tidak waktu mendengarnya jelas juga tidak mendapat pertimbangan.

Dari kemarin sampai hari ini, otak James He selalu dipenuhi bayangan soal Erin. Ia tidak membantah bahwa ia tertarik untuk menidurinya, namun jelaslah ia bakal malu kalau ia mengungkapkan ini terang-terangan. Terkadang, seorang wanita lebih baik tidak tahu apa yang prianya pikirkan. Si pria menegur: “Bicara apa sih kamu?”

“Maaf, aku tidak mau jadi wanita simpanan siapa pun, juga tidak mau jadi pemuas seks. Terima kasih kamu sudah menyelamatkanku, aku pasti bakal menjaga Nona He sebaik mungkin. Meski begitu, aku harap setelah ini kita tidak berhubungan lagi selain kalau ada hal terkait Nona He.” Tanpa peduli seberapa muramnya wajah James He setelah mendengar ini, Erin berbalik badan dan setengah berlari ke kamar tidur kedua.

James He mengamati bayangan tubuh Erin dengan rongga dada yang dipenuhi kemarahahan. Ia berkacak pinggang dan menendang meja teh yang ada di sebelah sekencang-kencangnya. Meja itu, tentu beserta semua barang yang ada di atasnya, langsung jatuh dan pecah berhamburan……

Tolol!

James He seumur hidup belum pernah berjumpa wanita yang lebih sok polos dari Erin. Wanita itu, wanita itu sudah pernah dia tiduri dengan segala macam gaya! Haduh, dasar wanita yang sudah belum pernah ditiduri!

Erin mengelap air mata, lalu membalikkan kantong karton pemberian James He. Satu buah pakaian atas dan satu buah pakaian bawah pun jatuh ke ranjang.

Pakaian atas yang dibelikan James He adalah sebuah chiffon shirt warna putih, sementara bawahannya adalah rok garis-garis. Sejak masuk sekolah militer, Erin belum pernah memakai rok macam ini lagi. Ia ingin segera mengenakan pakaian barunya, lalu bertekad menjaga jarak sejauh-jauhnya dengan James He.

Bagi Erin, James He adalah sosok yang memicu candu. Tiap kali berdekatan dengannya, ia bakal terpikat. Yang jadi masalah, Erin tidak mau kembali terpikat setelah ini. Sebelum diterlantarkan oleh pria itu karena sudah bosan, ia harus mulai membuat jarak aman dengannya.

Mendengar suara benda-benda berjatuhan dan pecah di luar, Erin mengernyitkan alis sambil lanjut mengganti pakaian.

Setelah berganti pakaian, Erin keluar dari kamar tidur kedua. Ia melihat James He berdiri di ruang tamu dengan aura kemarahan yang sangat kuat. Di sebelah kiri si pria, meja teh berada dalam posisi terbaring dan barang-barangnya semua pecah. Ia menghampiri si pria tanpa memendam ketakutan apa pun, lalu menyuruh: “Aku sudah ganti pakaian. Sekarang, antar aku ke Nona He.”

James He menoleh garang ke Erin. Ia seketika terhenyak dan menahan nafas melihat penampilan baru si wanita. Setelah memakai pakaian yang dibelikannya, Erin terlihat sangat feminim.

Erin bisa melihat keterkejutan dalam pandangan James He. Selain itu, pupil mata si pria juga terlihat sangat fokus pada dirinya. Dalam pupil itu Erin bisa melihat sosok dirinya yang dia sendiri tidak merasa familiar. Ia bisa tampil kepria-priaan, namun sekarang berubah drastis jadi feminim.

Erin membuang muka dan bertanya dingin: “Sudah puas melihatnya? Kalau sudah, ayo antar.”

James He juga membuang muka. Untuk mencegah dirinya memukul wanita yang sok polos ini, ia memasukkan kedua tangan ke kantong. Si pria lalu tersenyum dingin: “Kamu sengebet ini diantar ya? Takut aku tiduri kamu hah?”

Tanpa menunggu Erin menjawab, James He bicara lagi: “Tenang, aku tidak tertarik dengan wanita yang angin-anginan!”

Wajah Erin memucat. Separah-parahnya hinaan Jessy Lan tadi, itu belum seberapa dibandingkan kata-kata James He barusan. Hanya pria di hadapannya ini yang sanggup membuat hatinya tercabik hanya dengan perkataan.

Sejak mereka bertemu kembali, James He sering menyakiti Erin dengan kata-kata baik disengaja mau pun tidak. Si wanita tidak tahu mengapa si pria jadi suka begini. Satu hal yang dia yakini adalah, James He membenci dirinya!

Benar, James He pasti benci dirinya sampai ke tulang-tulang. Tiap kali Erin melakukan kesalahan sekecil apa pun, kebencian itu pasti bakal tersibak dari omelan-omelannya.

Erin gigit bibir sampai mulutnya merasakan amis darah. Meski bibirnya berdarah, si wanita tidak merasa sakit sama sekali karena sakit di hatinya jauh lebih terasa. Ia membalas: “Baguslah, aku juga tidak tertarik sedikit pun padamu.”

Kehormatan dan kesombongan James He sebagai pria langsung terasa disenggol. Tubuh si pria, yang tadinya melangkah cepat ke arah pintu, tiba-tiba terhenti dan berbalik badan. James He berjalan ke hadapan Erin dan mendorong si wanita. Dorongan itu cukup kencang, jadi Erin langsung kehilangan keseimbangan sampai mundur beberapa langkah. James He kemudian memojokkan Erin ke tembok, baru berhenti bergerak.

Kini, semua pandangan Erin tertutupi oleh tubuh James He. Bukan cuma itu, rongga hidungnya juga dipenuhi bau maskulin yang bersumber dari tubuh si pria. Erin menahan nafas sambil mendorong-dorong James He dengan kedua tangannya. Ia tidak mau dipojokkan begini.

Tidak peduli seberapa keras Erin berusaha mendorong, tubuh James He sama sekali tidak bergerak ke belakang. Lebih-lebih, kepala si pria malah terasa makin dekat dengan kepala Erin sampai garis-garis di wajahnya bisa terlihat. Erin bertanya dengan wajah merah, “James He, mau apa kamu?”

James He mengangkat dagu Erin untuk memaksanya menatap dirinya. Ia bertanya sinis: “Kamu tidak tertarik padaku? Waktu itu, siapa ya yang berteriak heboh dan minta aku untuk terus main waktu ditindih?”

Kedua pupil mata Erin mengecil. James He ingat malam itu, jangan-jangan dia juga tahu……

Baru sebentar ia berpikir, telinganya mendengar hinaan James He, “Tidak merasa puas denganku, sekarang kamu mengalihkan perhatian ke pria lain. Parah, aku baru tahu kamu setidak tahu malu ini!”

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu