You Are My Soft Spot - Bab 166 Nanti Setelah Aku Kelar Mandi Baru Kamu Masuk (2)

Tiffany Song menjawab di sekitar Tower Howey. Taylor Shen menyuruhnya tunggu di sana karena ia segera akan berangkat menjemputnya. Tiffany Song mematikan telepon, mendongak menatap Tower Howey, lalu berjalan santai ke sana.

Menara ini dibangun Taylor Shen sekembalinya dari luar negeri. Ia menjadi bangunan ikonik dari Kota Tong, juga membawa kemajuan yang sangat berarti bagi industri pariwisatanya.

Waktu itu Tiffany Song hanya tahu Taylor Shen adalah paman keempat William Tang. Ia tidak pernah berinteraksi banyak dengannya. Ia pun tidak menyangka suatu hari nanti mereka bisa punya hubungan spesial begini.

Tiffany Song tahu betul dalam hubungan ini Taylor Shen selalu rela mengorbankan apa pun tanpa kecuali. Cinta dan manja yang pria itu berikan padanya rasa-rasanya tidak akan bisa diberikan oleh pria lain saking besarnya.

Tiffany Song tiba di trotoar persis bawah Tower Howey. Tempat-tempat lain sudah sepi dan gelap, hanya di sinilah yang masih ramai oleh turis-turis dari seluruh penjuru negeri. Ada orang dewasa yang makan snack dan jalan-jalan, ada pula anak-anak yang asyik main.

Ponsel Tiffany Song kembali berdering. Dari seberang sana terdengar suara kesal Taylor Shen, “Bukannya aku bilang tunggu di tempat semula? Sekarang kamu di mana?”

“Di trotoar bawah Tower Howey,” jawab Tiffany Song.

“Tunggu di situ, aku akan tiba dalam lima menit.” Taylor Shen mematikan telepon, memutar balik di belokan depan, lalu berjalan ke arah Tower Howey. Tiffany Song berdiri di tempat tanpa bergerak sama sekali. Lima menit kemudian Bentley Continental milik Taylor Shen muncul dari kejauhan. Tiffany Song menunggu mobil mendekat dan berhenti persis di depannya.

Kaca mobil perlahan diturunkan. Taylor Shen berseru, “Naik.”

Tiffany Song masuk mobil. Mobil langsung melaju ketika ia baru kelar memasang sabuk pengaman. Melihat wajah Taylor Shen yang agak muram, Tiffany Song bertanya hati-hati: “Taylor Shen, kamu kenapa? Ada masalah?”

Taylor Shen menoleh sekilas ke Tiffany Song, lalu kembali menatap jalanan depan: “Kamu tadi habis pulang kantor pergi ke mana? Budi bilang dia diperintah kamu untuk tidak jemput.”

“Ak uke rumah sakit. Tadi sore Audrey Feng telepon aku dan bilang mama sudah bisa makan, jadi aku pergi beli sup dan mengantarkannya langsung ke dia. Sayang, dia tidak mau berjumpa denganku. Mungkin dia pikir aku sudah sengaja membohongi dia selama ini. Aku rasa ia tidak akan mau memaafkanku lagi.” Tiffany Song tersenyum kecut, dari matanya terlihat keputusasaan.

Dulu ia benci dia, benci karena dia menelantarkannya. Sekarang ia tahu, ia tidak layak membenci dia karena ia memang bukan siapa-siapanya.

Mendengar nada bicara Tiffany Song yang menertawai dirinya sendiri, Taylor Shen memarkir mobil di sisi jalan, mematikan mesin, dan menoleh ke Tiffany Song. Ia mengangkat dagu wanita itu dan berkata lembut: “Tiffany Song, kamu masih punya aku. Aku selalu menemanimu di mana pun dan kapan pun.”

Seberkas sinar dari lampu sisi jalan masuk menerangi mobil. Tiffany Song agak silau melihatnya. Ia pelan-pelan bersandar di dada Taylor Shen. Semua pertahanannya perlahan runtuh, “Aku dari dulu selalu tidak senang ia membuangku. Ternyata pada akhirnya aku lah yang mengambil cintanya pada Nini yang sebenarnya.”

Taylor Shen iba mendengar nada bicara Tiffany Song yang nyaris menangis. Ia mengelus-elus punggung wanita itu dan menaruh dagunya di atas kepalanya, “Bisa jadi Callista Dong bukan menyalahaknku, melainkan hanya tidak tahu bagaimana harus menghadapimu. Beri dia waktu, dia pasti akan memaafkanmu, oke?”

“Oke.” Tiffany Song mengangguk. Ia memejamkan mata untuk mengendalikan air matanya agar tidak tumpah. Nada bicaranya jadi sangat ringan, “Aku belakangan selalu bertanya pada diriku sendiri aku ini siapa? Mengapa kedua orang tua kandungku membuangku? Kalau mereka tidak sayang aku, mengapa mereka masih membiarkanku lahir?”

“Tiffany Song, jangan begitu. Bisa jadi ini bukan kesengajaan, bisa jadi kamu dulu juga diculik oleh pelaku trafficking seperti Tiara. Percaya padaku, kamu pasti akan menemukan kedua orangtuamu dan mereka juga pasti akan menemukan kamu.” Taylor Shen mengelus-elus rambut wanitanya. Ketidakmauan Callista Dong untuk memberi maaf menjadi pukulan yang sangat berat bagi Tiffany Song. Itu berarti selama ini ia sudah sepenuh hati menganggapnya sebagai seorang ibu kandung.

“Aku harus bagaimana mencari mereka? Berkas-berkas di panti asuhan sudah lenyap dibakar api. Sepertinya seumur hidup ini aku tidak akan berjumpa mereka lagi.” Tiffany Song teringat soal ini. Ia dari dulu selalu berpura-pura kuat, tetapi sekarang ia sudah tidak kuat lagi.

Taylor Shen mengangkat kepala Tiffany Song dari bahunya, lalu menatap matanya lekat-lekat: “Tiffany Song, aku pernah dengar, dua orang yang saling berikatan darah punya getaran tertentu yang sama. Mungkin selama ini kamu sudah bertemu dengan mereka, tetapi kamu tidak sadar dan mereka sendiri juga tidak tahu kamu anak yang mereka cari-cari. Pada titik tertentu, kalian pasti akan saling menyadari satu sama lain.”

“Benarkah?” tanya Tiffany Song hati-hati.

Taylor Shen mengangguk sepenuh hati, “Iya. Maka dari itu, jangan khawatir. Kalian pasti akan bertemu, lalu saling menyadari satu sama lain. Pada saat itu kamu akan sadar bahwa mereka juga dari dulu mencari-carimu.”

“Taylor Shen, mengapa kamu seyakin ini? Aku sendiri saja tidak punya keyakinan sama sekali,” tanya Tiffany Song dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

“Tiffany Song, kalau pun seumur hidup ini kamu tidak menemukan ayah dan ibu kandungmu, kamu masih punya aku, paham? Aku pasti akan selalu ada di sampingmu dan tidak akan membirkanmu kesepian.” Taylor Shen mengusap air mata di sudut-sudut mata Tiffany Song.

Tiffany Song kembali menyandar di bahu si pria: “Taylor Shen, terima kasih, terima kasih kamu bersedia tinggal di sisiku.”

“Ih gombal lagi. Sekarang suasana hatimu sudah lebih baikan kan?” Taylor Shen mengelus-elus pelan pipi Tiffany Song dengan telunjuk. Pipi wanita itu dingin karena terkena udara luar barusan. Ia ingin menghangatkannya.

“Iya.” Tiffany Song menunduk. Ia tidak ingin menampilkan sisi lemahnya di hadapan Taylor Shen, tetapi usahanya untuk kesekian kalinya gagal lagi.

“Kalau begitu pulang yuk.” Taylor Shen mendorong lembut badan Tiffany Song ke kursi penumpang depan, menyalakan mobil, dan mulai menyetir ke Sunshine City.

Sesampainya di Sunshine City, lampu vila masih menyala terang. Dari kejauhan mereka mendengar suara tawa lepas dari dalam. Tiffany Song menoleh ke Taylor Shen. Si pria mengernyitkan alis. Ia mematikan mobil dan berjalan beriringan dengan Tiffany Song ke vila.

Begitu mereka masuk vila, suara tawa di ruang tamu terhenti. Kakek Shen menoleh. Melihat Tiffany Song dan Taylor Shen balik, senyum di wajahnya langsung pudar dan matanya menampilkan taapan dingin.

Taylor Shen memegangi pinggang Tiffany Song sambil berjalan perlahan ke ruang tamu. Angelina Lian buru-buru bangkit berdiri dan tersenyum lebar, “Eh, Kakak Keempat dan Kakak Ipar pulang ya. Aku dan papa sedang membicangkan cerita-ceritaku di Amerika. Papa sangat gembira.”

Kakek Shen berbatuk kecil. Melihat tangan Taylor Shen di pinggang Tiffany Song, ia melipat dahi, “Malam-malam begini pergi ke mana kamu sampai sekarang baru pulang? Kamu tahu sekarang sudah jam berapa?”

Tiffany Song bertanya polos: “Boleh aku artikan ini sebagai wujud perhatian paman pada kami?”

Kakek Shen mendeham dingin, “Seorang wanita harus bertidak layaknya seorang wanita, jangan malah berkeliaran terus id luar sepanjang hari. Sama William Tang saja kamu gagal menjaga dirimu sendiri, sekarang kamu mau berselingkuh juga dari Taylor Shen?”

Tiffany Sogn mengernyitkan alis. Ia baru ingin mendebat, tetapi Taylor Shen sudah duluan bersuara: “Wanitaku tidak perlu diajarkan apa-apa oleh orang lain. Sekarang bukan masa di mana pria berkuasa atas wanita. Wanita boleh melakukan apa pun yang dia mau. Hanya laki-laki yang tidak punya kelebihan apa-apa yang selalu curiga diselingkuhi oleh wanitanya.”

Kakek Shen kesal didebat begitu. Ia dari dulu tidak suka Tiffany Song, sekarang jadi makin tidak suka lagi. Ia mengultimatum: “Taylor Shen, semakin kamu membela dia, aku semakin tidak suka dengannya.”

“Tiffany Song akan menghabiskan seumur hidupnya denganku, bukan denganmu. Jadi, kamu suka atau tidak dengan dia, itu tidak masalah sama sekali bagi kami. Asal aku suka dia, itu sudah cukup.” Taylor Shen lalu menoleh ke Tiffany Song dan berujar halus: “Tiffany Song, kamu sudah lelah seharian. Naiklah sekarang, aku akan segera naik juga.”

Tiffany Song menatap Taylor Shen. Pria ini selalu melindunginya dari cemoohan apa pun. Ia tahu ini, hatinya juga sangat tersentuh dengan tindakannya ini. Ia mengangguk, lalu memindahkan pandangan ke Kakek Shen dan pamit: “Paman, aku naik dulu ya. Selamat mengobrollah kalian.”

Sesampainya di kamar, Tiffany Song menaruh tasnya di meja. Ia lalu duduk di sofa dekat situ sebentar, baru kemudian masuk kamar mandi. Ketika Tiffany Song baru melepas baju dan bersiap masuk bathtub, ia mendengar suara pintu kamar dikunci.

Suara itu diikuti dengan suara langkah kaki yang perlahan mendekat. Dari balik pintu kamar mandi Tiffany Song bisa melihat bayangan tubuh yang tinggi besar. Ia mencoba memanggil, “Taylor Shen, apakah itu kamu?”

“Iya.” Dari luar terdengar jawaban Taylor Shen. Berikutnya terdengar suara ikat pinggang dibuka dan barang-barang ditaruh di meja.

Ketika Tiffany Song menatap pintu kamar mandi dengan heran, pintu itu tiba-tiba dibuka dari luar. Taylor Shen masuk kamar mandi tanpa mengenakan sehelai pakaian pun. Tiffany Song langsung terkejut melihatnya berjalan mendekat dan buru-buru memasukkan tubuhnya lebih dalam ke bathtub agar tertutup busa-busa.

Tiffany Song bertanya gelisah, “Tay…… Taylor Shen, kamu mau apa?”

Taylor Shen berdiri di samping bathtub dengan santai tanpa peduli semua bagian tubuhnya terlihat. Ia menunduk menatap wajah Tiffany Song. Tidak tahu karena uap panas bathtub atau malu, wajah wanita itu sangat merah. Dengan riang, Taylor Shen menjawab, “Mau mandi lah, kalau tidak buat apa aku telanjang bulat begini?”

Tiffany Song tanpa sengaja menatap “sesuatu” yang tidak seharusnya ia lihat. Ia buru-buru memejamkan mata dengan wajah yang semakin merah. Tiffany Song mengusir dengan tergagap-gagap, “Anu, aku masih mandi. Kamu, kamu keluar dulu. Nanti, nanti setelah aku kelar mandi baru kamu masuk.”

“Kita mandi bareng.” Satu kaki Taylor Shen sudah masuk ke bathtub ketika ia mengucapkan ini. Air bathtub beriak. Sebagai akibat dari bertambahnya satu orang, sebagian kecil air mengalir keluar bersamaan dengan busa-busa yang menempel padanya. Tubuh Tiffany Song tidak bisa ditutupi lagi.

Taylor Shen duduk di belakang Tiffany Song. Ia merangkul pinggang wanita itu dan memeluknya erat. Ia lalu mengambil spons mandi yang wanitanya pegang dan membantunya menggosok-gosok punggung.

Tiffany Ssong tersipu sampai rasanya mau pingsan. Jantungnya berdebar kencang. Ia ingin berbalik badan untuk meminta kembali spons mandinya, tetapi kalau ia lakukan ini, ia akan persis berhadap-hadapan dengan Taylor Shen. Posisi ini akan jauh lebih canggung dari yang sekarang.

Tiffany Song hanya berusaha tenang menerima gosokan Taylor Shen. Ia lalu bertanya: “Papamu sudah pergi?”

“Sudah.” Taylor Shen hanya menjawab pendek. Ia menggosok-gosok punggung Tiffany Song selembut mungkin agar ia tidak kesakitan. Tubuh wanita itu baru sebentar saja langsung memanas.

Tiffany Song lama-lama tidak tahan. Ia menyodorkan tangannya ke belakang untuk meminta balik spons mandi, tetapi Taylor Shen dengan sigap langsung menarik tubuhnya ke belakang dan membuatnya berbaring di dadanya. Tubuh mereka berdua kini bertempelan erat satu sama lain di segala bagian. Tiffany Song agak merinding merasakan gesekan tubuhnya dengan tubuh Taylor Shen.

Si pria rasanya masih belum merasa cukup. Ia menaruh dagunya di bahu Tiffany Song, lalu meniupkan udara panas persis di samping telinganya. Ia merasa tubuh wanita itu bergetar tanpa henti. Taylor Shen tersenyum tipis dan bertanya serak: “Sayang, mau tidak?”

Kekuatan sekujur tubuh Tiffany Song rasanya hilang dicuri Taylor Shen. Tubuhnya yang terasa panas daritadi terbaring lemas di dada si pria. Ia gigit-gigit bibir dan agak terangsang, tetapi ia tetap berusaha keras menunjukkan penolakan. Tiffany Song memberanikan diri melawan, “Taylor Shen, jangan goda aku.”

“Kamu mau tidak sama aku?” Taylor Shen memegang dagu Tiffany Song dan mengecup bibirnya lembut, “Jangan bohong, kalau bohong aku hukum kamu.”

Tiffany Song melingkarkan kedua tangannya di leher Taylor Shen. Ia malu, ia tidak berani mengucapkan jawaban yang ia pendam. Ia hanya bisa menunjukkan jawaban apakah ia ingin dengannya atau tidak dari gerakan fisik.

Taylor Shen sumringah dengan inisiatif Tiffany Song untuk merangkul lehernya. Ia membalikan tubuh si wanita dengan perlahan agar mereka berhadap-hadapan. Tiffany Song duduk di kaki Taylor Shen. Ia kemudian menghadiahi si wanita ciuman yang sangat agresif.

Tak berapa lama kemudian, air bathtub bergoyang-goyang kencang tanpa berhenti.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu