You Are My Soft Spot - Bab 276 Kamu Merupakan Takdirku (1)

Setelah berganti pakaian, Vero He turun dan menjmpai Taylor Shen di bordes tangga. Sementara itu, Jacob Shen tengah duduk di kursi pendek samping lemari sepatu sambil mengenakan sepatu. Entah karena buru-buru atau apa, sepatunya tidak juga berhasil dipasang. Anak itu pun marah dan menendang sepatu jauh-jauh, “Aku baik padamu, kamu malah jahat padaku. Aku tidak mau lihat kamu lagi!”

“……”

Si wanita bergegas ke tempat sepatu Jacob Shen mendarat. Baru menunduk dan belum memungut sepatunya, tangan Vero He ditarik Taylor Shen. Pria itu lalu berujar dingin pada Jacob Shen, “Sana ambil sendiri.”

Si anak mendongak ke papanya dengan mata merah. Meski mau menangis, anak itu tetap berusaha menatap papanya lekat-lekat seolah tidak mau terlihat lemah.

Taylor Shen mengernyitkan alis. Pria itu menunjuk sepatu anaknya dan menyuruh dingin: “Aku hitung dari tiga, sini ambil sendiri. Tiga!”

Bagaimana pun juga, Jacob Shen takut dan hormat pada Taylor Shen. Baru satu hitungan terucap, anak itu sudah langsung berlari menghambil sepatunya dan berusaha kembali memakainya. Vero He kasihan melihat dia dimarahi seperti itu. Ia menunduk dan melonggarkan sepatu si anak, “Jacob Shen, pakai sepatu itu harus sabar. Kalau kakimu dipaksakan buat masuk, nanti pas jalan tidak bakal nyaman.”

Vero He lalu membuantu Jacob Shen memakai sepatunya perlahan-lahan. Ia terakhir mengikatkan talinya juga. Tanpa berucap satu terima kasih pun, Jacob Shen segera bangkit berdiri dan berlari keluar vila.

Ketika Taylor Shen mau mengomelinya, Vero He sudah menahan duluan, “Dia masih anak kecil, jangan terlalu keras padanya.”

“Kamu memanjainya tanpa kecuali begini, nanti sudah besar dia tidak akan mandiri!” kata si pria sebal. Anak laki-laki harus didik dengan keras, begitu keyakinannya dalam diri sendiri.

“Kan manjainya dengan kamu?” ledek si wanita.

Taylor Shen menggenggam tangan Vero He dengan pasrah. Dirinya tidak suka melihat orang sekitar Vero He bersikap menyebalkan, si wanitanya sendiri malah merasa tidak peduli. Ini sebenarnya dirinya yang berlebihan atau Vero He yang terlalu menganggap santai sih?>

“Yuk jalan, kita ke Ocean Park.” Vero He tahu Taylor Shen sedang membelanya. Tetapi, sekali pun dibela, ia tidak mau Jacob Shen ditegur begitu. Ia adalah orang dewasa yang bisa menghadapi banyak hal, sementara Jacob Shen masih anak kecil. Anak itu butuh waktu untuk menerima kenyataan bahwa dirinya bakal segera jadi ibu tirinya. Pada masa-masa ini, yang ia harus berikan padanya adalah perhatian dan kasih sayang, bukan malah sikap keras. Semakin dikerasi, Jacob Shen akan semakin khawatir tidak bakal disayangi ibu tiri.

Raut wajah si pria berubah lebih baik. Mereka berjalan keluar vila bersama-sama.

Setibanya di Rolls-Royce, Taylor Shen membukakan kursi penumpang depan buat Vero He. Melihat Jacob Shen duduk sendirian di kursi belakang, si wanita mengeleng tanda memberi penolakan. Wanita itu menutup pintu kursi penumpang depan dan membuka kursi belakang: “Aku duduk dengan Jacob Shen.”

Si ayah menoleh sekilas ke anaknya, lalu tanpa berujar apa-apa bergegas ke kursi supir. Mobil pun melaju meninggalkan Sunshine City dengan kecepatan sedang.

Di kursi belakang, Jacob Shen terus mengamati pemandangan luar yang berlalu dengan cepat. Anak itu sengaja terus menatap jendela biar tidak perlu meladeni Vero He. Si wanita sendiri juga tidak sengaja menganggunya daripada dia menganggap dirinya punya motif tidak-tidak.

Vero He akhirnya ikutan melihat pemandangan luar dari jendela sebelah dirinya. Di sebuah lampu merah, matanya tanpa sadar menangkap bayangan tubuh yang familiar. Ketika diperhatikan, itu ternyata bayangan tubuh Bibi Lan yang tengah membawa keranjang sayur. Di depan Bibi Lan, ada seorang wanita berdiri sambil mengenakan mantel pink.

Waktu Bibi Lan mau bergegas pergi, wanita itu terus menarik tangannya dan bahkan berlutut padanya. Karena lampu hijau sudah menyala, jarak Vero He dengan Bibi Lan menjadi jauh dan akhirnya hanya bisa melihat setitik saja. Ketika sudah tidak terlihat lagi, Vero He baru menarik pandangan kembali. Ia dalam hati bertanya-tanya, itu kerabat Bibi Lan atau siapa? Mengapa wanita itu menarik-narik Bibi Lan di pinggir jalan begitu?

Seperti menyadari keheningan Vero He, Taylor Shen menengoknya melalui spion belakang dan bertanya: “Kamu sedang mengamati apa?”

Vero He keluar dari lamunannya dan menggeleng, “Tidak ada apa-apa. Sepertinya hanya salah lihat saja.”

Si pria tidak bertanya lagi, jadi suasana dalam mobil kembali tenang. Berselang beberapsa saat, terdengar suara dengkuran di sebelah Vero He. Ketika menoleh ke sumber suara, si wanita baru sadar Jacob Shen sudah tertidur sambil bersandar ke pintu.

Ada genangan air mata di sudut mata si anak. Anak itu terlihat sangat mengibakan. Vero He mengulurkan tangan dan memindahkan tubuhnya dengan perlahan. Jacob Shen kini tidak bersandar ke pintu lagi, melainkan ke tubuh Vero He.

Si anak sempat membuka mata sedikit untuk mengetahui siapa yang memindahkan posiis tidurnya. Saat menyadari yang memindahkannya hanya Vero He, ia langsung lanjtu tidur. Mugkin karena tadi menangis cukup lama, tidur Jacob Shen jadi sangat nyenyak.

Taylor Shen kembali melihat spion belakang dan menemukan sosok wanita dan anak yang tengah duduk berdampingan. Hatinya terasa sangat bahagia, wajahnya juga ikut merileks.

Satu jam kemudian, Rolls-Royce akhirnya berhenti di parkiran Ocean Park. Karena ini akhir pekan, pengunjung tempat wisata ini jadi banyak. Rata-rata dari mereka adalah satu keluarga, sementara sisanya anak muda yang berpacaran.

Vero He menepuk-nepuk bahu Jacob Shen yang masih tidur, “Kita sudah tiba di Ocean Park. Ayo turun.”

Si anak mendudukkan diri dengan benak yang masih setengah sadar. Ia mengucek mata sembari menoleh ke jendela melihat para pengunjung yang lalu lalang, “Peanut, aku sebelumnya belum pernah kemari.”

Vero He refleks mendongak menatap Taylor Shen yang duduk di depan. Jadi pria ini belum pernah membawa anaknya kemari? Kasihan sekali. Ia berusaha membesarkan hati si anak: “Maka itu ayo cepat turun, biar waktu mainnya banyak.”

Jacob Shen makin lama makin segar. Sayangnya, kesegarannya ini membuatnya kembali teringat soal perebutan wanitanya oleh papa. Wajah si anak memuram, lalu tingkahnya kembali memperlihatkan tingkah yang cuek tanda tengah mengambek.

Jacob Shen membuka pintu mobil, meloncat turun, dan menunggu mereka berdua di sisi jalan.

Vero He dan Taylor Shen ikut turun. Si pria bergegas membeli karcis masuk, sementara si wanita bergegas menghampiri Jacob Shen. Sebelum dirinya berkata apa-apa, si anak kecil sudah bergumam risih duluan: “Jangan pikir aku bakal memaafkanmu hanya karena kamu dekati aku terus. Huh!”

Vero He terhibur dengan tingkahnya. Ia lalu bertanya: “Terus aku harus bagaimana biar kamu memaafkan aku?”

“Pokoknya aku tidak mau memaafkanmu. Kamu merebut papaku, kamu mau menjadi ibu tiriku. Nanti, kamu pasti bakal memberi apel beracun padaku.” Jacob Shen memasukkan keuda tangan ke saku mantel. Ia hari ini mengenakan atasan mantel abu-abu, sementara bawahannya adalah celana panjang santai selutut. Anak itu terlihat sangat tampan.

Vero He menggeleng, “Ibu tiri hanya membeli apel beracun pada Cinderella. Kamu kan laki-laki?”

“Huh!” Jacob Shen hanya mendeham dingin saja karena tidak bisa mendebat lagi. Ia sengaja mendeham biar kemarahannya makin terlihat. Dengan begitu, Vero He akan terus berusaha membujuknya buat baikan.

Si wanita tersenyum tipis dan mengelus kepala si anak. Ia juga mengamati telinganya yang memerah tanpa berkomentar apa pun.

Taylor Shen akhirnya kembali sambil membawa tiga karcis masuk yang dibeli secara sepaket. Pria itu refleks menyerahkan ketiga tiket pada Vero He untuk disimpankan. Si wanita hari ini hanya membawa sebuah kamera putih tanpa bawa tas ransel.

Vero He menerima sodoran tiket, lalu menggandeng Jacob Shen ke tempat pemeriksanaan tiket. Masih marah dan tidak bersedia bergandengan tangan, si anak dengan cepat melepas tangan si wanita dan jalan beberapa langkah di depan. Satu detik kemudian, Taylor Shen sudah menarik kerah baju Jacob Shen dan memberi peringatan: “Nurutlah sedikit. Kalau hilang, nanti aku tidak bakal cari kamu loh.”

Mendengar ancaman ini, si anak menghentakkan kaki dengan geram, “Oh, jadi kalian berharap aku hilang ya. Ya sudah aku hilang saja, biar kalian bisa asyik mengurus adik bayi juga nanti.”

“……” Vero He buru-buru kembali menggandengnya, “Jacob Shen, jangan dengar ancaman papamu. Ayo jalan denganku, kita lihat lumba-lumba.”

“Siapa coba yang mau lihat lumba-lumba? Dasar binatang jelek,” kata si anak tidak acuh. Ia tetap memperlihatkan wajah tidak tertarik meski dalam hati merasa sangat antusias.

Berbeda dengan Vero He yang menganggap wajar tingkah Jacob Shen dan mau kembali menenangkannya, Taylor Shen semakin tidak sabaran. Dengan wajah kusut, ia bertanya: “Aku tanya untuk terakhir kalinya. Kamu masih mau ribut di sini atau mau masuk dan main?”

Jacob Shen berdiri diam tanpa menjawab. Ia akhirnya mau digandeng Vero He.

Begitu masuk area utama Ocean Park, perhatian Jacob Shen segera terhisap oleh para binatang laut yang ia lihat melalui akuarium. Ia awalnya masih gengsi karena habis marah-marah, namun kemudian memutuskan mengambil peta sendiri biar bisa menentukan rute perjalanan. Tempat yang ia ingin kunjungi pertama kali adalah kandang beruang kutub.

Jacob Shen berjalan di depan, sementara Taylor Shen dan Vero He berjalan satu langkah di belakangnya. Di tempat peminjaman sepatu, si wanita sempat mengganti sebentar sepatunya yang biasa dengan sepatu boot salju. Kalau hanya pakai sepatu biasa, ia khawatir bakal terpeleset ketika berusaha mengimbangi langkah Jacob Shen yang gesit dan antusias.

Setelah berkunjung ke kandang beruang kutub, Jacob Shen ingin berkunjung ke kandang pinguin. Cuaca hari ini pada dasarnya sudah sangat dingin, jadi suhu di kandang pinguin pasti bakal lebih dingin lagi. Melalui kaca besar, si anak mengamati pinguin besar yang ada di dalam dengan mata berbinar-binar. Tiba-tiba, ia menoleh ke Vero He dengan binary mata yang meredup, “Dia sendirian. Apa dia tidak kesepian?”

Si wanita tidak menyangka dia bakal bertanya begitu. Ia mengelus-elus bahunya dan menjawab lembut: “Dia tidak kesepian kok. Para penjaga pasti akan segera mencarikan teman buatnya.”

Jacob Shen menunduk seolah terpikir sesuatu. Ia lalu menoleh ke Taylor Shen yang berdiri di sebelah. Ia berharap papa hanya jadi miliknya sendiri, namun itu akan membuat papa merasa kesepian. Sekarang, dengan kehadiran Peanut, papa jadi lebih bahagia. Dengan berubahnya papa jadi lebih bahagia, mungkinkah papa akan memperlakukanya dengan lebih baik dan membuatnya lebih bahagia juga?

Mereka bertiga berkeliling satu putaran di kandang pinguin. Vero He memotret cukup banyak foto Jacob Shen. Meski si anak tidak mau sengaja berpose, namun foto-foto yang dihasilkan cukup oke berkat kemampuan memotretnya yang cukup baik.

Sekeluarnya dari kandang pinguin, mereka pergi ke kandang walrus. Matahari sore sudah keluar, pengunjung Ocean Park juga makin banyak. Ketika mereka pergi ke tempat pertunjukkan lumba-lumba, tempat sudah dipenuhi lautan manusia.

Mereka sungguh datang terlambat, satu tempat duduk kosong pun tidak ada. Mau tidak mau, mereka harus menonton di depan pintu masuk bersamaan dengan para pengunjung yang bernasib serupa. Jacob Shen melompat-lompat untuk melihat pertunjukkan, namun tidak bisa melihat apa-apa. Sekali pun begitu, ia terus melompat dan melompat karena menikmati atmosfer ramai di sana.

Tiba-tiba, tubuhnya terasa ringan karena diangkat seseorang dari belakang. Satu detik kemudian, ia sudah duduk di atas bahu yang bidang dan berisi. Ketika menunduk, ia melihat wajah tampan papanya serta kedua tangannya yang menahan tangan dia biar tidak jatuh.

Jacob Shen merasa sangat gembira digendong Taylor Shen. Papa sebelumnya belum pernah membawanya ke Ocean Park, bahkan ke kebun binatang biasa juga belum pernah. Selain itu, ini juga pertama kalinya digendong di bahu oleh papa seperti lagi naik kuda.

Pada momen ini, benak Jacob Shen merasa rela kalau-kalau harus melepas Peanut buat papa.

Vero He, yang berdiri di sebelah, memotret-motret momen mesra ayah-anak ini.

Setengah pertunjukkan berlangsung, pembawa acara mengundang para pengunjung untuk berinteraksi dengan lumba-lumba. Jacob Shen, yang daritadi duduk di bahu Taylor Shen, mengangkat tangan dengan penuh semangat. Tanpa disangka-sangka, pembawa acara memilihnya dan mempersilahkan mereka berdua masuk ke area pertunjukkan.

Taylor Shen awalnya malas, tetapi akhirnya mengangguk karena melihat Jacob Shen yang penuh harapan. Sepasang ayah dan anak itu pun berjalan menghampiri pembawa acara.

Vero He mengamati Taylor Shen dan Jacob Shen dengan penuh senyum. Lama-lama memerhatikan, ia merasa wajah dan penampilan si ayah dan si anak sangat mirip. Ia terdiam dan larut dalam pikirannya sendiri.

Sungguhkan Jacob Shen hanya anak yang diadopsi Taylor Shen? Mungkinkah dia sebenarnya anak kandung?

Vero He kembali mengambil kamera dan memotret Taylor Shen beserta Jacob Shen mengikuti gerakan-gerakan pembawa acara. Setengah acara interaksi berlangsung, pembawa acara mengumumkan: “Sekarang, mari saksikan lumba-lumba mencium kedua penonton kita.”

Si wanita fokus menanti momen keduanya dicium lumba-lumba. Saat pembawa acara menampilkan sembuah gerakan, lumba-lumba melompat keluar kola dan mencium mereka. Tepuk tangan yang kencang langsung bergemuruh di sana.

Jacob Shen keluar dari area pertunjukkan lumba-lumba dengan luar biasa gembira. Ia menceritakkan semua pengalaman uniknya di panggung tadi tanpa terlewat satu pun. Si wanita mendengarkan si anak bercerita dengan mata yang tidak lepas-lepas dari wajah si anak dan si pria. Ia makin lama makin merasa keduanya mirip.

Taylor Shen menyadari tatapan Vero He yang awet bertahan di wajah mereka berdua. Ia merangkul bahu wanita itu dan bertanya: “Apa? Cemburu melihatku dicium seekor lumba-lumba betina?”

“……” Vero He membalas: “Masak aku sepelit itu? Lagipula, kamu tahu darimana dia lumba-lumba betina? Kalau dia jantan bagaimana?”

“Kamu tidak lihat pelatihnya wanita?” ledek si pria.

Vero He terdiam.

Waktu sudah menunjukkan nyaris pukul lima begitu mereka keluar dari kandang singa laut dan anjing laut. Ketika berjalan keluar Ocean Park, Jacob Shen menggandeng Vero He di kiri dan Taylor Shen di kanan. Ia menyampaikan kesimpulan dari pengalamannya hari ini dengan antusias, “Yang paling tampan pinguin, yang paling jelek walrus.”

Mereka berjalan ke parkiran, masuk mobil, dan melaju kembali ke vila. Kelelahan bermain seharian, Jacob Shen tertidur pulas di mobil. Mereka tiba di Sunshine City ketika langit malam sudah tiba. Langitnya belum gelap maksimal, namun tetap saja sudah tidak bisa dikatakan terang.

Melihat Jacob Shen tertidur nyenyak, Taylor Shen tidak sampai hati memanggunkannya. Ia memutuskan membopong anak itu, membawanya berjalan melewati kebun bunga, dan masuk ke vila.

Vero He mengunci pintu mobil dan berjalan di belakang ayah yang menggendong anaknya itu. Jacob Shen terbangun setelah sudah masuk vila. Ia membuka mata pelan-pelan dan memanggil, “Papa.”

Taylor Shen menatap wajahnya dan menurunkannya di lantai. Ia kemudian mengajak lembut: “Berhubung kamu kebetulan bangun, ayo makan malam dulu baru tidur lagi.”

“Iya,” angguk Jacob Shen. Anak itu menukar sepatu di lorong masuk, berjalan ke ruang tamu, dan mengambil kertas gambar berikut kuas gambar. Sudah keluar hampir seharian, Taylor Shen segera kembali ke ruang buku karena masih ada urusan pekerjaan yang harus dikelarkan.

Vero He menukar sepatu dan bergegas ke ruang tamu. Ia melihat Jacob Shen tengah asyik menggambar sesuatu di sana. Setelah gambarnya sudah mulai berbentuk, ia baru sadar itu gambar tiga ekor pinguin berdiri berdampingan di tengah dataran salju. Dua pinguin mengenakan jas, sementara satu pinguin mengenakan gaun. Ah, ia tahu, Jacob Shen ini tengah menggambar mereka bertiga……

Berhubung pernah belajar menggambar, meski sangat jauh dari kata sempurna, gambar Jacob Shen tetap terlihat hidup dan pewarnaannya matang. Setelah kelar menggambar, anak itu menyodorkan kertas gambarnya ke Vero He. Si wanita menerima dan mengangkatnya: “Gambar Jacob Shen bagus sekali!”

“Jelas dong,” balas Jacob Shen penuh kebanggaan. Anak itu menambahkan: “Kamu suka kan pasti? Nih aku berikan buatmu.”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu