You Are My Soft Spot - Bab 283 Stella Han Adalah Adikmu (2)

Taylor Shen menggeretakkan gigi dan bertanya kesal: “Kamu sedang bicara apa sih? Jacob Shen itu anak yang aku adopsi, bagaimana bisa dia jadi bukti aku mengkhianati Tiffany Song?”

“Maka itu! Semua orang tahu Jacob Shen adalah anak angkatmu, jadi suara halusinasi itu bisa jadi disebabkan karena dia dihipnotis atau pun dari hatinya sendiri yang tidak merasa tenteram. Tidak peduli yang mana, kedua-duanya berhubungan dengan CEO Shen,” ungkap Erin. Wanita itu lalu menambahkan, “Sebelum kita mengetahuinya, aku harap CEO Shen bisa tahan diri dan tidak mendekati Nona He untuk sementara.”

Yang diceramahi menendang gantungan koran di sebelahnya. Sebagai akibatnya, koran-koran yang digantung di sana terbang dan jatuh ke lantai. Dengan wajah muram, ia memberi tanggapan, “Jadi kalian datang kemari sebenarnya untuk memintaku dan Tiffany Song putus? Aku beritahu kalian, jangan mimpi!”

Erin jadi gelisah melihat Taylor Shen yang seketika marah-marah. Ia menoleh ke James He. Yang ditoleh menggelengkan kepala sebagai kode untuk tidak membuat lawan bicara mereka makin marah.

James He bangkit berdiri dan bertanya tenang: “Taylor Shen, kamu tahu sejak kapan Vero He jadi tidak beres?”

Taylor Shen masih menggeretakkan gigi dengan urat wajah yang tegang. Ia tidak menanggapi.

“Sejak Jacob Shen diculik, sejak kita menemukan dia saat Arthur sudah dibunuh orang secara tragis. Sampai sekarang, pihak kepolisian tidak juga menemukan siapa pembunuh Arthur dan orang-orangnya. Dari interval waktu sesudah Arthur dan orang-orangnya dibunuh dan sebelum kita sampai di gudang barang bekas, kita tidak tahu apa yang terjadi padanya. Aku curiga pada jangka waktu itu ada orang yang melakukan hipnotis pada Vero He. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah menenggelamkan ingatannya soal semua itu. Sementara itu, Nick He pada hari bersamaan dibunuh biar kita tidak bisa minta bantuannya untuk mengangkat ingatan itu juga,” tutur James He.

Taylor Shen menatap James He dengan terkejut. Ia lalu bilang: “Aku berulang kali menonton rekaman hari itu. Di dalamnya, aku melihat seorang pria dengan kalung simbol elang. Sayang videonya terlalu gelap, jadi wajahnya tidak begitu jelas.”

Erin ikut berbicara, “Aku juga menontonnya beberapa kali, tetapi mengapa aku tidak melihatnya sama sekali?”

“Waktu itu aku sama sekali tidak percaya dengan kalian, jadi rekaman yang aku berikan pada Erin sudah dipotong di bagian itu,” jawab Taylor Shen datar tanpa rasa bersalah sama sekali.

Erin seketika terpancing emosi, “Kalau kamu memberikan yang komplit, sekarang kita mungkin sudah menemukan si pelaku!”

“Jangan menyalahkan orang lain atas ketidakberdayaanmu sendiri!”

“……”

Melihat Erin dan Jacob Shen mau ribut, James He bertanya: “Kalian sekarang mau apa? Pukul-pukulan?”

Disindir begitu, si asisten Vero He terpaksa diam. Ia tidak terima dengan tingkah Taylor Shen yang mengedit video, tetapi pada saat bersamaan juga tidak berani marah-marah lagi di depan James He.

“Sebelum si musuh memunculkan diri, kita harus sangat waspada. Kalau dia ingin menyerang Vero He, cara terbaik mengatasinya ya menugaskan beberapa orang untuk menjaganya secara bergantian selama dua puluh empat jam penuh. Selain itu, jangan biarkan dia keluar sendirian.”

“Taylor Shen, kalau kamu tidak bersedia dipisahkan dengan Vero He, aku berharap kamu berani menjamin sesuatu padaku.”

“Apa sesuatu itu?”

“Kamu jangan sampai memicu penyakitnya bertambah parah! Kalau tidak, atas nama kehormatan keluarga He, aku bersumpah untuk tidak mengizinkan kalian bersatu selamanya!” ancam James He dengan ekspresi yang sedikit pun tidak memperlihatkan candaan. Taylor Shen sudah pernah menyakiti Vero He sekali, yang kedua kalinya sama sekali tidak boleh!

“Paham,” angguk yang diultimatum.

James He memasukkan kedua tangan ke kantong, lalu menoleh ke Erin: “Yuk pulang.”

Erin menoleh ke Taylor Shen sekilas, lalu berjalan keluar bersama James He dengan hati tidak senang. Saat sudah masuk lift, si bos pria berkata: “Taylor Shen tidak berhasil juga mencari pria berkalung simbol elang, itu tandanya musuh kita sangat lihai bersembunyi dan berkelit. Kalau pun kita sekarang punya bukti, kita tidak akan bisa menemukan apa-apa. Sekarang, atur semua kekuatan kita untuk balik kemari. Sebelum musuh menampilkan diri, tidak ada apa pun yang lebih penting dari keamanan Vero He. Mengerti?”

“Mengerti, aku akan tambah jumlah orang yang menjaga Nona He,” jawab Erin yang berdiri di belakang James He.

Si pria menatap bayangan tubuh si wanita melalui sisi lift yang berwarna emas. Gadis cantik ini…… Setiap kali berdekatan dengannya, ia sungguh ingin macam-macam.

……

Vero He kembali ke ruang makan privat setelah bertelepon. Sekembalinya dia ke sana, pelayan datang sembari mengantarkan menu-menu pesanan ke meja. Nancy Xu segera menyuruhnya makan: “Sudah jalan sepanjang sore, sekarang pasti lapar kan? Cepat makan, mumpung masih hangat.”

Vero He mengangguk dan menaruh ponsel di meja. Si nyonya dengan perhatian menyendokkan lauk ke mangkuk Vero He. Mereka berdua maka sambil berbincang asyik. Keduanya punya banyak sekali hobi yang sama, termasuk menggambar.

Seusai makan, keduanya jadi lebih mengenal satu sama lain, juga merasa lebih dekat.

Nancy Xu mengantar Vero He balik ke Parkway Plaza. Sebelum si wanita muda turun dari mobil, mereka sempat bertukar nomor ponsel. Vero He lalu berdiri di sisi jalan dan menunggu mobil si nyonya lenyap ditelan ujung jalan. Ketika mobil itu tidak terlihat lagi, ia baru melangkahkan kakinya ke parkiran bawah tanah Parkway Plaza.

Nancy Xu duduk di mobil dan mengamati terus bayangan tubuh Vero He dengan kaca spion belakang. Si wanita paruh baya baru menarik pandangannya ketika bayangan tubuh itu sudah tidak terlihat lagi. Ia lalu mengelus-elus mantelnya dengan hati lirih.

Sudah tiga puluh dua tahun, mengapa dia baru bertemu dengannya sekarang?

Empat puluh menit berselang, mobil Nancy Xu tiba di Manor. Asisten rumah membukakan pintu sembari melapor: “Nyonya, sudah balik ya. Tuan Besar datang tuh.”

Sekujur tubuh si nyonya sontak kaku, di matanya juga terlintas ketakutan. Ia mengencangkan pegangannya pada tas, menegakkan posisi berdiri, dan melangkahi tangga menuju pintu masuk Manor.

Di ruang tamu, ia melihat sesosok pria yang berdiri sembari menatap pemandangan luar jendela. Dengan wajah dingin, ia menghampirinya perlahan. Wanita itu lalu bertanya: “Ada urusan apa kamu datang?”

Si pria yang didatangi menoleh. Melihat wajah dingin Nancy Xu, ia jadi teringat wanita di hadapannya ini belum pernah sekali pun menyambutnya dengan tulus. Ia menyampaikan maksud kedatangannya, “Lama tinggal di Kota Tong, sekarang di kota kita kita jadi ada banyak rumor tidak sedap soal kamu. Aku datang kemari untuk menjemputmu.”

“Kita sudah tidak muda lagi, terus bisnismu juga tidak butuh sosokku kok. Aku sangat nyaman di Kota Tong, sungguh malas kembali ke rumah yang tidak ada kehangatannya. Pulanglah kamu, jangan ganggu aku.” Nancy Xu mundur dua langkah untuk mempertahankan jarak di antara mereka.

Si pria mengernyitkan alis dengan tidak senang, “Mau seenaknya sendiri juga ada batasnya. Anak-anak berharap kamu pulang, jangan buat hati mereka sakit.”

“Aku sudah bilang tadi, aku mau menetap di Kota Tong.” Nancy Xu berbalik badan. Tanpa menghiraukan ketidaksenangan sip ria, ia langsung melangkah naik ke lantai atas.

Pria yang berbincang dengan si nyonya ini berpakaian tentara. Sembari menatap tajam bayangan tubuh yang menjauh, ia memberi satu kabar lagi: “Nancy Xu, ada orang yang tengah menyelidiki masa lalumu.”

Si wanita menoleh dengan tatapan yang mengandung pengharapan, “Apakah si dia?”

Melihat tatapannya ini, si pria mengepalkan kedua tangan dengan geram. Tiga puluh tahun berlalu, sekalinya menyinggung tentang orang itu, wajah Nancy Xu selalu saja jadi seperti waktu muda! Wajahnya kemerahan seperti gadis yang tengah jatuh cinta! Sungguh, ekspresi maca mini lama-lama bisa membuatnya tidak tahan dan mati.

“Bukan!”

Si wanita bertanya dengan kecewa, “Lantas siapa?”

“Sampai sekarang belum ketahuan, tetapi kalau sampai masa lalumu berhasil terungkap, nama baik keluarga Bo dan keluarga Xu bakal kena hantaman besar. Kalau kamu tidak bersedia anak-anakmu terluka, cepat bereskan barang-barang dan pulang denganku,” bujuk si pria dengan agak memaksa.

Kali ini giliran Nancy Xu yang mengepalkan tangan. Tiga puluh tahun ini, ia setiap saat dibuat lelah dengan nama besar keluarga Xu. Pria di hadapannya dan ayahnya terus menyembunyikan dia, lalu tidak mengizinkan dia untuk mencari putrinya yang dikabarkan sudah mati. Tujuh tahun lalu, ia baru tahu bahwa kabar kematian itu sebenarnya bohong. Setelah bersusah-payah mencari keberadaan putrinya, ia akhirnya bisa bertemu dengannya.

Sekarang, setelah usahanya sudah menunjukkan hasil, mana rela dia pergi lagi dari Kota Tong begitu saja?

“Aku tidak bakal pulang denganmu. Ada urusan yang harus dikerjakan di sini,” tutup Nancy Xu sembari melanjutkan langkah ke lantai atas.

Si pria semakin mengencangkan kepalan tangan sambil mengamati bayangan tubuh Nancy Xu yang semakin kecil. Tidak juga berhasil meredakan kegeraman dalam hati, si pria menebas sebuah vas bunga mahal yang ada di sebelah jendela. Vas bunga pecah, sementara mata si pria melotot sebesar-besarnya!

Baru mengemudikan mobil keluar parkiran bawah tanah, ponsel Vero He berdering. Ia menyalakan earphone Bluetooth-nya dan mengangkat, “Halo, aku Vero He.”

“Tiffany Song……”

Vero He menangkap emosi frustrasi dan putus asa dari nada bicara Stella Han. Sejak pergi dari Vanke City waktu itu, mereka belum pernah berkomunikasi lagi. Ia sendiri juga belum sempat bicara soal sahabatnya itu lagi pada Taylor Shen.

Sisi Stella Han sana sangat brisik seperti lagi di tempat karaoke. Selain itu, penuturan kata si sahabat juga tidak begitu jelas seperti orang habis minum bir.

Vero He mengencangkan volume ponsel dan bertanya, “Stella Han, kamu ada di mana? Mengapa sekitarmu berisik sekali?”

Yang ditanya menjawab dengan setengah berteriak: “Aku di Mellow Wines, bisakah kamu kemari dan temani aku?”

Vero He tahu itu tempat karaoke paling terkenal di Kota Tong. Ia berputar balik di depan, lalu melajukan mobil ke tempat itu. Sekeluarnya dia dari mobil di parkiran tempat karaoke, para pengawal pribadi segera menghampiri dan berdiri dengan jarak yang sangat dekat.

Vero He mengernyitkan alis. Dua tahun ini ia memang selalu dikawal pengawla pribadi, tetapi tidak pernah sedekat ini. Tiba-tiba mereka berdiri bersebelahan begini dengannya, ia jadi merasa tertekan dan gugup.

“Kalian tidak perlu ikut masuk. Berjaga saja di luar.”

“Nona He, Erin memerintahkan kami untuk terus berada dekatmu setiap saat. Maaf, kami tidak bisa hanya menunggu di luar saja,” jawab kepala pengawal pribadi dengan sopan.

Si wanita gigit-gigit bibir tanpa menanggapi lagi. Ia melangkahkan kaki ke resepsionis, lalu bertanya nomor ruang karaoke Stella Han dan bergegas ke sana. Sahabatnya itu sendirian di sana. Karena suasana hati yang tidak baik dan pengaruh alkohol, siapa pun yang mendengarkan nyanyian Stella Han pasti tidak bakal paham apa yang lagi dia nyanyikan. Wanita itu lebih tepat dikatakan tengah melampiaskan emosi daripada tengah bernyanyi.

Sebelum Vero He masuk, para pengawal pribadi mengecek dulu seluruh sudut ruangan. Setelah yakin tidak ada apa pun yang berbahaya, mereka baru keluar dan menunggu di luar.

Vero He berjalan ke sebelah Stella Han. Di meja, ia bisa melihat ada botol bir yang sudah kosong dan dipenyok-penyokkan. Bukan hanya itu, ia lalu tersadar di bawah meja juga ada beberapa botol lagi. Bisa dibayangkan kan berapa banyak botol yang Stella Han minum?

Melihat kedatangan Vero He, Stella Han memeluknya dan bicara dengan setengah teler: “Tiffany Song, akhirnya datang juga kamu. Ayo temani aku bernyanyi.”

Vero He bisa mencium bau bir yang sangat khas dari mulut Stella Han. Ia memapah tubuh sahabatnya yang lemah itu, lalu mendudukkannya ke sofa. Baru didudukkan, wanita itu langsung melompat dan berdiri lagi seperti pantatnya tertusuk jarum, “Kamu mau menyanyi lagu apa? Biar aku pilihkan.”

“Tidak perlu, aku pilih sendiri saja. Duduklah kamu, jangan bergerak terus.” Vero He mengenggam tangan Stella Han dan mendudukkannya lagi. Vero He kemudian bangkit berdiri dan memilihkan beberapa lagu. Waktu lagu pertama diputar, Stella Han mengambil mikrofon dan mulai menyanyi sambil setengah menangis.

Vero He duduk di kursi tinggi dekat alat pemilih lagu. Melihat tingkah sahabatnya yang tengah melampiaskan emosi, ia membuang nafas pasrah dengan hati iba. Ia pun bangkit berdiri dari kursi tingginya itu dan memutuskan duduk di sebelah Stella Han.

Stella Han sedang ada masalah, masalahnya pun sepertinya tidak ringan. Waktu menyanyikan lagu tentang ayah, tangisan sahabatnya itu jadi jauh lebih kencang daripada saat menyanyikan lagu-lagu sebelumnya. Vero He mengambil tisu dan mengusap air matanya. Ia dalam hati sudah menebak penyebab Stella Han bersedih sampai begini rupa. Harusnya sih karena papa dan mamanya sudah menceritakan identitas aslinya……

Setelah menyanyikan beberapa lagu, Stella Han mengambil sebotol bir baru dari meja dan meneguknya. Vero He tidak bisa diam begitu saja. Ia mengambil alih botol bir itu dan berkata tegas: “Stella Han, sudah jangan minum lagi. Kalau tambah lagi, bisa kenapa-kenapa kamu.”

Novel Terkait

Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu