You Are My Soft Spot - Bab 204 Pikiran Kacau (3)

James He mengamati adiknya lekat-lekat. Lima tahun ini, ia bisa melihat perubahan dalam dirinya.

Waktu baru pindah sini, ia mirip kupu-kupu yang terluka. Lukanya parah sampai sayapnya tidak bisa dikepakan, tetapi ia terus berusaha, berusaha mengepakkan sayapnya biar terbang. Akhirnya ia putus asa dan menderita.

Ia pada akhirnya keluar dari penderitaan, namun memasang gembok besar di depan hatinya. Siapa pun tidak bisa masuk ke sana. Vero He tengah berubah, berubah jadi makin sempurna dan makin kuat. Mungkin karena sibuk menguat, sayapnya tanpa sadar tertutup lagi.

Sekarang, Vero He mau mengepakkan sayapnya ulang. Ia mau memulai lembaran hidup baru, namun untuk melawan, melawan orang yang seumur hidupnya tidak bisa ia kalahkan. Satu rasa sakit yang ia timbulkan pada orang itu setara dengan sepuluh rasa sakit yang ia terima dari orang yang saam. Pada akhirnya nanti, Vero He makin lama bisa makin benci dan makin tidak bisa memaafkan diri sendiri. Kalau itu terjadi, ia harus bagaimana?

Bagaimana tahan James He melihat Vero He begini?

Tetapi bagaimana pula ia memecahkan semua ini?

Dua orang yang awalnya saling mencintai sekarang mau bunuh-bunuhan. Tragis!

“Tiffany Song……” Selama lima tahun, ini adalah pertama kalinya James He memanggil nama wanita asli wanita di hadapannya. Jantungnya berdebar kencang saking tegang.

Sekujur tubuh Vero He gemetar. Ia sontak berbalik badan dan mengusap-usap air matanya yang menetes. Ia berkata dingin: “Tiffany Song sudah mati dalam ledakan kantor polisi enam tahun lalu. Itu akhir dari hidupnya, yang sekarang hidup adalah Vero He.”

James He melihat bayangan tubuh Vero He yang tersakiti. Ia sangat ingin bertanya padanya, berhubung dia bilang dirinya sendiri Vero He, mengapa tidak mulai hidup baru? Mengapa ia masih mau terus bergulat dengan masa lalu?

Vero He benci Taylor Shen. Ia mau balas dendam padanya, juga mau membuat pria itu ikut mengalami semua rasa sakit dan penderitaan yang ia alami dulu. Tetapi, bukannya ia pernah mencintainya? Semakin cinta seseorang pada pasangan, maka kebencian yang bisa timbul juga makin mendalam.

Batin Vero He yang terus bergolak ini pada akhirnya hanya akan membuat dirinya sendiri jadi makin menderita.

……

Kabar Taylor Shen ditangkap polisi sudah menyebar ke seluruh penjuru Kota Tong. Begitu dapat kabar itu, amarah Jordan Bo langsung meledak. Yang mengawasi setiap gerak-gerik sahabatnya itu di kota ini memang banyak sekali, tetapi kok dia yang cerdas itu bisa-bisanya kena jebakan? Sampai ditangkap polisi pula.

Saat itu juga, Jordan Bo langsung memerintahkan pengacara pribadinya membebaskan Taylor Shen dengan jaminan. Si pengacara bilang polisi punya bukti yang lengkap, jadi harapan pembebasannya kecil.

Si bos teringat kasus Tiffany Song enam tahun yang lalu. Sebelum ia keburu membebaskan wanita itu, kantor polisi sudah diledakan duluan. Itu membuat Taylor Shen memutuskan migrasi ke luar negeri, juga membuat Stella Han benci padanya sampai sekarang.

Karena kejadian itu, ia tidak punya impresi baik lagi pada kantor polisi. Ia memuntahkan amarah, “Ya kalau gampang buat apa aku tugaskan kamu!”

Pengacara pribadi sudah mengontak semua koneksinya untuk membantu Taylor Shen.

Tetapi kasus ini sudah masuk Weibo sampai semua orang tahu. Kalau pun mau bawa-bawa nama besar Jordan Bo, sangat mungkin tetap tidak ada orang yang berani mengambil risiko dengan membebaskannya. Si bos tidak peduli pemikiran dia. Ia minta Taylor Shen sudah keluar dari kantor polisi sebelum malam tiba.

Dickson Zhou masuk ruang penyelidikan untuk menginterogasi Taylor Shen. Ia sama sekali tidak merasa inferior berhadapan di hadapan pria yang jauh lebih tinggi dan berkuasa dari dia.

Pria itu menarik kursi dan duduk di hadapan Taylor Shen, “Tuan Shen, sore ini jam tiga sampai jam empat kamu ke mana dan melakukan apa?”

“Kalian benar-benar menganggapku terduga?” tanya Taylor Shen ddengan tatapan tajam. Ia dulu-dulu tidak begitu memperhatikan siapa saja musuhnya. Sekarang, ia tahu, di Kota Tong ada berapa banyak orang yang ingin ia dihabisi.

Dickson Zhou buka mulut namun tidak bersuara. Taylor Shen mengejek: “Jabatanmu terlalu rendah untuk berurusan denganku. Panggil kepala kantor polisimu kemari.”

Wajah si kepala departemen muram. Kalau bukan karena himbauan atasan, ia tidak mungkin akan bersikap sopan begini pada pria di hadapannya. Ia sungguh ingin memukuli pria itu sampai babak belur. Pria itu menggeretakkan gigi, “Kasus kecil begini memang perlu panggil kepala kantor polisi kami? Kamu pikir dia tidak sibuk?”

“Oh, ternyata di mata Kepala Zhou, kasus pembunuhan adalah sebuah kasus kecil. Jadi apa tuh yang kasus besar? Ledakan kantor polisi enam tahun lalu kasus besar bukan? Kok aku tidak lihat satu pun polisi memberi penjelasan lanjutan ke publik ya?” balas Taylor Shen dengan suara yang makin dingin dan mata yang menghadap pojok atas seolah tengah berpikir keras.

Wajah Dickson Zhou pucat dikritik begitu. Tragedi ledakan enam tahun lalu pada akhirnya jadi kasus yang tidak selesai. Ini kurang lebih bisa menggambarkan kemampuan kepolisian dalam mengurus kasus. Tetapi, ini sama sekali bukan karena mereka tidak mampu menelusuri. Ada beberapa kasus yang atasan bilang hentikan penyelidikannya, jadi mereka hanya bisa manut dan ikut perintah.

“Eh untung Tuan Shen ingatkan, kalau tidak aku lupa. Tragedi ledakan itu hubungannya erat dengan tuan,” serang Dickson Zhou balik. Ia mulai menyelidik, “Tuan Shen, aku rasa hatimu paham betul mengapa kamu membunuh pemilik toko kecil.”

“Kalau gitu coba katakan mengapa aku membunuhnya dan mengapa pula setelah membunuh aku tinggalkan jasadnya begitu saja di tempat? Kamu pikir aku ini idiot sampai tidak bisa diobati ya?” balas Taylor Shen ketus.

“……” Dicksou Zhou menguraikan, “Aku dapat kabar enam tahun lalu si pemilik toko kecil menyaksikan semua usahamu mengeluarkan Nyonya Shen dari penjara. Sesaat setelah kamu membawanya pergi, kantor polisi mengalami ledakan. Dari situ, kami menyimpulkan kamu mengorbankan nyawa semua orang lain yang ada di kantor polisi hanya demi mengeluarkan istrimu seorang. Berikutnya, ketika kamu tahu ternyata pemilik toko kecil lihat aksimu, kamu langsung membunuhnya.”

“Mana buktinya?” Taylor Shen bersandar di punggung kursi dengan menyilangkan kaki. Ia terlihat sangat santai seolah tidak takut dengan suasana tegang khas kantor polisi.

Dickson Zhou tahu betul orang yang sudah melewati macam-macam masalah seperti Taylor Shen tidak punya apa pun yang ditakuti. Ia memperingatkan: “Aku minta dengan sangat padamu untuk bersikap kooperatif. Mohon jangan mendebatkan hal tidak penting.”

“Mendebatkan hal tidak penting?” Taylor Shen tersenyum dingin, “Pantas saja kalian diketawai orang-orang karena kasus penyelidikan tragedi ledakan tidak kelar-kelar sampai sekarang. Kalian tidak merasa logika penelusuran kasus kalian ini sangat bodoh?”

Hati Dickson Zhou langsung dipenuhi kemarahan. Kata-kata Taylor Shen daritadi sungguh menghina institusinya. Ia memaki: “Jangan ungkit kejadian itu terus! Kasus ledakan itu tidak ditelusuri lebih lanjut karena permintaan atasan, bukan kami yang tidak berhasil.”

“Apa?” Taylor Shen langsung duduk tegak dengan mata membelalak. Ia ternyata memang tidak salah. Selain di dinas lalu lintas, di kepolisian juga ada pengkhianat. Siapa pengkhianat ini? Dia terlihat sangat berkuasa sekali.

Dickson Zhou sadar sudah kelepasan bicara. Ekspresinya sekilas berubah agak panik. Ia buru-buru mengalihkan arah pembicaraan, “Jangan mengalihkan topik. Karena kamu tidak menjawab pertanyaanku barusan, ya sudah aku jawab sendiri. Sore ini pukul tiga sampai empat, kamu ada di dalam toko kecil di Jalan Belibis Nomor 88. Kamu memaksa pemilik toko menceritakan semua yang ia lihat waktu itu. Untuk mencegah tersebarnya cerita dia ke polisi, kamu membunuhnya dengan sebilah pisau, lalu pergi dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Ketika ada pelanggan yang mau beli barang di toko kecil itu, pelanggan tersebut mencium bau amis darah di dalam dan ia masuk mengecek. Ia kemudian baru tahu si pemilik toko kecil sudah tidak bernyawa. Oh iya, di tempat pembunuhan kami menemukan batang rokok yang DNA air liurnya cocok dengan DNA-mu, juga sebilah pisau Swiss Army.”

“Sudah? Ini saja kronologis lengkapnya?” Taylor Shen berdecak kagum. Ia bukan kagum dengan ceritanya, melainkan kagum dengan kemampuannya dalam menyambung-nyambungkan sesuatu dan berimajinasi.

“Mungkin kamu bisa tambahkan detail yang kami belum tahu,” balas Dickson Zhou sambil mengangkat alis.

Taylor Shen menjawab sambil mengangkat bahu, “Aku memang pegi ke toko kecil dan bertemu pemiliknya, bahkan membawa sesuatu saat keluar dari sana.”

“Betul, kamu membawa nyawanya!”

Taylor Shen tersenyum dingin. Ia merasa logika berpikir si kepala departemen sangat bodoh, “Aku bawa pengawal pribadi, supir, dan sekretaris ke sana, juga naik mobil mewah. Kalau aku blak-blakan begitu mengambil nyawa dia, kamu pikir aku idiot?”

“Dalam situasi ini, kami tidak menutup kemungkinan niatmu membunuhnya muncul secara spontan,” jawab Dickson Zhou.

Yang diinterogasi makin terhibur dengan si penginterogasi. Ia sungguh kasihan dengan atasan dan teman-teman Dickson Zhou. Apa ada polisi lain yang lebih bodoh daripada polisi yang ada di hadapannya ini? Ia mengulang pertanyaan sebelumnya sambil menambahkan pertanyaan baru, “Oke, anggap niatku muncul secara spontan. Pertanyaanku masih sama, setelah aku bunuh dia, mengapa aku tidak membuang mayatnya ke tempat tersembunyi? Terus mengapa aku juga meninggalkan rokok dan pisau yang ada DNA ku di tempat kejadian?”

Dickson Zhou dalam hati sadar bukti yang ia miliki sekarang sangat belum amat kuat, “Mungkin kamu lupa.”

“Lupa? Terus orang-orang yang kubawa bagaimana? Mereka semua lupa juga?” tanya Taylor Shen bertubi-tubi. Ia tahu Dickson Zhou sudah sadar buktinya tidak kuat, namun tetap bersikeras menuduhnya bersalah.

“Terus kamu menemui si pemilik toko buat apa? Kamu juga mengambil apa dari dia?” Dickson Zhou mengalihkan pertanyaan. Berhubung posisinya barusan sudah terpojok, ya sudah alihkan arah pembicaraan. Jangan sampai Taylor Shen jadi makin memandang rendah kemampuan institusi kepolisian.

“Sesuai yang kamu katakan tadi, si pemilik toko kecil menyaksikan kronologis lengkap dibawa perginya istriku oleh seseorang. Aku jelas ingin dengar ceritanya. Soal barang yang aku bawa pergi, itu sebuah mantel. Aku sudah menyuruh orang melakukan penyelidikan, hasilnya pemilik mantel itu adalah CEO He’s Corp, James He,” balas Taylor Shen dengan tersenyum licik. Poin penting kata-katanya ada di kalimat terakhir.

Si penginterogasi bangkit berdiri, menatap Taylor Shen beberapa detik, lalu keluar. Taylor Shen mengamati bayangan tubuh yang menjauh sambil tertawa kecil. Pria itu pasti merasa frustrasi karena semua argumennya logis.

Di luar kantor polisi, nasi sudah hampir menjadi bubur. Kalau Taylor Shen sebelum jam setengah sembilan pagi besok tidak keluar penjara, harga saham Shen’s Corp pasti akan hancur lebur.

Ada berapa orang yang mengharapkan ini terjadi?

Jawabannya adalah banyak sekali. Taylor Shen berpikir, kalau benalu-benalu ini tidak habisi, sekali pun ia bisa balikan dengan Tiffany Song, mereka akan menjadi duri tersembunyi dalam hubungan barunya dengan Tiffany Song.

Ledakan enam tahun lalu seharusnya dibuka lebar-lebar biar ketahuan siapa saja dalangnya. Saat ini, ia boleh kehilangan apa pun, kecuali kehilangan Tiffany Song. Itu haram hukumnya!

Taylor Shen sungguh tidak menyangka, musuh terbesarnya bukan sosok-sosok besar yang terlihat, melainkan benalu-benalu kecil yang sulit dicari!

……

Ketika pengacara pribadi Jordan Bo melapor bahwa Taylor Shen resmi jadi tahanan, si bos langsung marah sampai menendang kursi. Ia berkacak pinggang dengan dada yang naik turun cepat. Sekujur tubuhnya terasa panas terbakar api emosi.

“Bilang apa kamu? Katakan sekali lagi!” tatap Jordan Bo dingin pada pengacara pribadinya.

Yang ditatap berdiri diam saja. Ia sebelumnya belum pernah melihat Jordan Bo marah. Taylor Shen punya tim pengacaranya sendiri yang handal. Mereka pasti bisa membebaskan bosnya dengan mudah. Tetapi, Taylor Shen tidak mengizinkan mereka melakukan itu.

Jordan Bo mengernyitkan alis dengan semakin tinggi. Ia membentak, “Aku bilang katakan sekali lagi, kamu tuli atau bisu sih?”

“CEO Bo, CEO Shen memintaku menyampaikan padamu bahwa ia punya perhitungannya sendiri. Aku mohon padamu, jangan panik. Ketika tiba saatnya bagi dia untuk keluar, ia pasti akan keluar.” Di bawah ketegangan yang luar biasa, si pengacara masih bisaa menyampaikan pesan Taylor Shen tanpa kekurangan satu poin pun.

“Omong kosong!” Jordan Bo mengkritik sahabatnya, “Dia menganggap tempat itu tempat apa? Memang itu tempat yang bisa ia masuki dan tinggalkan seenak jidat? Sudah lupa dia dulu Tiffany Song mati di tempat yang sama dengan tempat ia ditahan sekarang?”

Novel Terkait

Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu