You Are My Soft Spot - Bab 353 Buat Apa Keras Kepala Sih? (1)

Jordan Bo mendudukkan Stella Han ke kursi penumpang depan, lalu buru-buru masuk kursi supir dan mengunci mobil. Si wanita berusaha membuka pintu, namun jelas gagal. Ia menoleh ke pria di sebelahnya dengan tatapan marah, “Buka pintunya, aku mau keluar!”

Jordan Bo menatap Stella Han datar, lalu merespon: “Kapan kamu sudah tenang, di saat itu kamu baru boleh keluar.”

Stella Han tidak ingin berada semobil dengan Jordan Bo. Ia merasa udara yang dihirupnya penuh polusi. Selain itu, tiap melihat si pria, ia selalu terbayang Bretta Lin telanjang bulat.

Pria dan wanita berduaan semalaman, selain untuk berhubungan seks ya memangnya untuk apalagi?

Semakin membayangkan ini, Stella Han jadi makin kesal sendiri. Ia menahan tangan Jordan Bo dan menjatuhkan gigitan padanya. Tiba-tiba tangannya terasa sakit, Jordan Bo sontak mengernyitkan alis. Menyadari tingkah Stella Han, ia kesal sekaligus terhibur, “Stella Han, kamu kemasukan arwah anjing ya? Mengapa tiba-tiba gigit orang begini?”

Stella Han menggigit Jordan Bo sampai rahangnya pegal. Ia lalu melepaskan tangan pria itu dan memaki: “Kamu tuh yang anjing, satu keluargamu semuanya anjing!”

Tatapan Jordan Bo perlahan berubah jadi dingin. Stella Han sendiri juga menyadari kata-katanya barusan sangat berlebihan. Meski begitu, ia tidak minta maaf dan hanya memalingkan wajah ke jendela saja.

Jordan Bo mulai melajukan mobil keluar kompleks pengadilan. Sepanjang jalan, keduanya sama sekali tidak berbincang. Stella Han mengamati pemandanga luar dengan mata yang pedih dan hati yang sakit. Ia gigit-gigit bibir, air mata lama-kelamaan menetes juga dari sepasang mata itu. Semakin dibasuh, air matanya malah semakin banyak.

Melihat wanitanya menangis, hati Jordan Bo yang dingin jadi melembut. Ia menyalakan lampu sen, meminggirkan kendaraan ke sisi jalan, dan melepas sabuk pengaman. Pria itu kemudian mengambil tisu dan menggerakkan kepala si wanita supaya berhadap-hadapan dengannya.

Stella Han tidak mau dibegitukan. Ketika Jordan Bo menambah tenaganya, air mata si wanita malah mengalir makin deras. Bagi Jordan Bo, tangisan yang tidak bersuara jauh lebih mengibakan daripada tangisan dengan raungan yang keras. Hatinya jadi berdesir melihat wanitanya begitu. Ia mebasuhkan air matanya dengan lembut, lalu membuang nafas pasrah: “Yang gigit orang kamu, yang maki-maki orang juga kamu, kok sekarang malah menangis begini?”

Stella Han menegakkan kepala dan mengelap air mata dengan punggung tangan, “Aku tidak menangis, siapa bilang aku menangis? Matamu yang mana yang melihatku menangis?”

“Kedua mataku lihat kamu menangis.” Jordan Bo mengambilkan selembar tisu lagi. Melihat mata Stella Han jadi sangat merah karena menangis, ia meledek: “Kalau menangis kamu jelek sekali!”

“Ya kamu jangan lihat aku, siapa suruh kamu lihat?” Stella Han mengulurkan tangan untuk merebut tisu yang dipegang Jordan Bo. Si pria buru-buru menggerakkan tangan, jadi si wanita hanya berhasil menangkap udara kosong. Setelah itu, Jordan Bo membasuh air mata Stella Han lagi sembari bertanya: “Kamu istriku, kalau aku tidak lihat kamu aku harus lihat siapa?”

Stella Han mendeham dingin, “Oh, kamu masih ingat aku istrimu? Aku kira kamu hanya ingat cinta pertamamu itu.”

Nada bicara Stelal Han agak lirih. Jordan Bo sengaja menjepit hidung dengan kedua tangan dan bercanda: “Ih, wow, ada yang cemburu nih ye! Stella Han, kamu jatuh cinta padaku ya?”

“Idih!” Stella Han jadi jijik sendiri, “Jangan mimpi di siang bolong. Aku jatuh cinta padamu? Tunggu saja di kehidupan-kehidupan berikutnya.”

Jordan Bo awalnya bertanya dengan setengah bercanda dan setengah serius. Mendengar responnya yang sinis begini, gerakannya membasuh air mata Stella Han berubah dari lembut ke kasar. Pria itu kemudian berkata dingin: “Basuh sendiri nih.”

Jordan Bo melempar tisu yang tengah dipegang ke wajah Stella Han, lalu kembali duduk menatap kaca depan mobil. Merasa kekesalan makin lama makin memuncak di hatinya, ia merapikan kerah pakaian dengan kasar. Tenggorokan Jordan Bo terasa panas seperti ada api di dalamnya. Ia melajukan mobil lagi ke kumpulan mobil yang lagi menunggu lampu merah.

Stella Han mengambil tisu yang barusan dilempar. Ia dalam hati mendeham dingin. Orang apaan sih ini, emosinya bisa berubah drastis dalam satu detik. Dasar Bretta Lin aneh, orang seperti ini malah disukai! Wanita itu mengelap air matanya dalam diam dan mobil menghening.

Si wanita lalu menoleh ke kaca sebelah. Ia sendiri tidak tahu mengapa dirinya menangis. Saat Bretta Lin memprovokasi dirinya, ia marah. Saat melihat Jordan Bo tadi, ia juga marah. Tetapi, di tengah kemarahannya pada dua orang itu, ia pada saat bersamaan juga merasa sakit hati. Perasaan sakit hati itu tidak bisa dijelaskan alasannya……

Hari ini, ada terlalu banyak hal terjadi. Setiap hal membuat suasana hati Stella Han kacau. Si wanita menganggap ketidakstabilan emosinya ini terjadi karena tekanan yang diterimanya kelewat berat, bukan karena ia jatuh cinta pada Jordan Bo.

Bibir Jordan Bo bergerak-gerak, namun tidak ada satu kata pun yang ia ucapkan. Keduanya diam-diaman, bahkan mata mereka tidak bertemu satu kali pun.

Mobil memasuki Halley City dan diparkir di parkiran. Jordan Bo turun dari mobil, lalu menutup pintu dengan membantingnya kencang. Stella Han, yang tengah melangkah turun dari mobil, mengamati bayangan tubuh Jordan Bo yang menjauh. Ia berteriak : “Tutup kencang-kencang saja terus, toh uangmu banyak. Kalau rusak, nanti kamu harus belikan aku yang baru.”

Lagi-lagi Jordan Bo kesal sampai tertawa, sama seperti ketika Stella Han menggigit. Ia bukan menikahi wanita deh sepertinya, melainkan menikahi bocah kecil yang selalu mau menang sendiri. Sekalinya tidak senang, si bocah bakal buang muka darinya. Saat dimarahi, si bocah bakal pakai senjata andalan berupa tangisan. Haduh, dasar bocah!

SI pria buru-buru masuk vila, sementara Stella Han berdiri di sebelah mobil. Ia tiba-tiba merasa tidak ada gunanya lagi mereka tetap menikah. Mereka lebih baik bercerai saja daripada begini, lalu masing-masing bisa cari pasangan yang cocok. Bukankah itu lebih baik daripada ribut melulu?

Ketika berganti alas kaki di lorong jalan, Jordan Bo menjumpai mamanya yang lagi duduk di sofa. Wanita itu jelas mendengarkan teriakan Stella Han soal bantingan pintu barusan. Ia mengernyitkan alis dengan tidak senang, “Jordan Bo, apa-apaan sih istrimu itu? Perilakunya kampungan, temperamennya juga sangat buruk. Ia tadi pagi bahkan berani adu mulut denganku……”

Nyonya Bo sudah menahan diri seharian. Akhirnya, sekarang dia bisa cerita soal pertengkarannya dengan Stella Han tadi!

Jordan Bo memotong dengan dingin, “Keluhanmu itu tidak ada urusannya denganku. Kalau kamu tidak senang balik saja ke rumah keluarga, itu kan lebih baik daripada emosian terus di sini.”

“Mengapa kamu bicara begitu padaku? Aku mamamu, aku ingin mengajarkan menantuku sendiri biar bisa jadi lebih baik. Memang itu salah?” Nada bicara Nyonya Bo seketika meninggi karena terpancing emosi. Ia tidak menyangka bakal dapat respon begitu dari anaknya!

“Aku paham Stella Han luar dalam dan suka dengan karakternya. Aku menikahinya karena karakternya itu, jadi kamu tidak perlu repot-repot memikirkan cara biar dia jadi lebih baik.” Jordan Bo tetap tidak bersimpati sama sekali. Ia paham mengapa temperamen Stella Han hari ini sangat buruk. Wanita itu menerima banyak emosi negatif dari mamanya sendiri, lalu menyalurkannya ke dia!

“Kamu!” Nyonya Bo kesal sampai sekujur tubuhnya gemetar. Menantunya tidak mau dengar dan patuh masih oke lah, tetapi kalau anaknya sendiri yang begitu, ia tidak bisa terima.

Jordan Bo menyuruh tanpa ekspresi: “Aku panggil para pembantu rumah keluarga untuk menjemputmu kemari ya. Kalau tidak ada urusan, jangan sering-sering datang kemari. Di sini, semuanya pasti tidak akan cocok dengan maumu.” Setelah berucap begini, Jordan Bo langsung mencoba menghubungi rumah keluarga.

Wajah Nyonya Bo mengeras sekeras-kerasnya. Melihat tindakan anaknya, ia melangkah ke arah pintu, “Tidak usah telepon-telepon orang, aku bisa langsung pergi sendiri.”

Jordan Bo mematikan telepon, sementara Nyonya Bo berganti sepatu luar. Di depan vila, si wanita paruh baya kebetulan berhadap-hadapan dengan Stella Han. Si menantu langsung paham si mertuanya lagi marah, namun tetap menyapa “ma” dengan hormat sebagai bentuk kesopanan.

Nyonay Bo menumpahkan emosi yang dipicu Jordan Bo pada Stella Han. Wanita itu berucap dingin: “Jangan panggil aku mama. Aku bukan mamamu, juga tidak ingin jadi mamamu sedikit pun. Sebaiknya kamu berdoa biar Jordan Bo menyayangi kamu seperti ini terus selamanya, kalau tidak kamu akan dapat balasan dendam dariku. Aku ingatkan, keluarga Bo tidak akan bakal terima kamu lagi.”

Setelah bicara kasar begini, Nyonya Bo menyenggol bahu Stella Han dan melanjutkan langkah.

Stella Han menyeimbangkan posisi berdiri, lalu mengamati bayangan tubuh Nyonya Bo yang lagi berlari kecil ke pagar vila. Ia jadi merasa aneh. Sepasang ibu dan anak ini, tiap kali bertengkar pasti bakal membawa dia masuk dalam pertengkaran. Ah, kasihan sekali dia……

……

Ketika Stella Han memasuki vila, Jordan Bo sudah tidak ada di lantai bawah. Saat ia berganti sepatu, Bibi Liu melambaikan tangan padanya. Stella Han menatap lantai dua dan menoleh ke Bibi Liu, lalu dibawa olehnya ke dapur. Di dapur, Bibi Liu berkata pelan: “Tuan dan Nyonya bertengkar hebat. Kamu sebaiknya naik ke atas untuk membujuk Tuan baikan. Bagaimana pun juga, Nyonya adalah orang yang melahirkan Tuan. Ibu dan anak mana baik bermusuhan begini?”

Stella Han gigit-gigit bibir. Barusan di luar ia sempat dengar Jordan Bo dan Nyonya Bo bersahut-sahutan, namun tidak tahu apa yang diperdebatkan karena jarak berdirinya cukup jauh. Ia menanggapi, “Tidak ada urusannya denganku ah. Aku tidak mau.”

“Nyonya, dengar kata-kataku ini. Naiklah dan bujuk Tuan.” Bibi Liu membawa Stella Han keluar dapur, lalu mengibas-ibaskan tangan padanya untuk menyuruh naik.

Stella Han jadi bimbang sendiri. Ia sungguh tidak mau naik ke atas, namun akhirnya tetap memaksakan diri untuk melakukannya karena anjuran Bibi Liu. Ketika ia membuka pintu kamar tidur utama, ia melihat pakaian atasan dan bawahan tergeletak di dekat ranjang. Ia mengamati dua pakaian itu, lalu memungutnya dan memindahkannya ke keranjang samping pintu kamar mandi.

Dari dalam kamar mandi terdengar suara pancuran air. Setelah menaruh pakaian Jordan Bo di sana, si wanita tiba-tiba mencium bau disinfektan yang cukup kuat. Ia mengernyitkan alis dan memungut kemeja Jordan Bo. Begitu didekatkan ke hidung, memang benar kemeja itu bau disinfektan.

Bukannya Jordan Bo semalam enak-enak dengan Bretta Lin? Bau disinfektan ini datang dari mana?

Stella Han larut dalam pikirannya yang mencoba menebak segala kemungkinan. Ia tidak sadar suara pancuran dalam kamar mandi berhenti, lalu pintunya dibuka. Jordan Bo keluar dari sana dengan hanya mengenakan handuk putih. Pria itu bersandar di pintu sembari mengamati kemejanya dicium-ciumi. Ia tiga detik kemudian bertanya: “Kamu lagi apa?”

Si wanita mendongak kaget. Berhubung yang masuk ke pandangannya pertama kali adalah dada bidang Jordan Bo, ia membuang tatapannya ke kemeja lagi. Wajah Stella Han merah karena canggung. Wanita itu lalu melempar kemeja Jordan Bo ke keranjang dan bertanya gugup: “Sudah, sudah kelar mandi kamu?”

Jordan Bo menatap Stella Han dalam-dalam tanpa memberikan jawaban. Sebabnya, ia menganggap pertanyaan barusan hanya basa-basi. Wajah Stella Han jadi merah karena terus ditatap, ia bahkan lupa soal pertengkaran mereka di mobil tadi. Si wanita buka suara lagi: “Pakaianmu agak bau disinfektan.”

“Memang mau bau apalagi? Kamu pikir bakal ada bau parfum wanita?” Jordan Bo menegakkan posisi berdiri dan berjalan keluar kamar mandi. Ia duduk di ranjang sembari menatap Stella Han yang menunduk dengan gugup.

Kalau Jordan Bo tidak mengungkit kejadian semalam, Stella Han pasti sudah lupa. Wanita itu jadinya tersenyum dingin: “Iya lah. Seorang pria dan seorang wanita berduaan di satu kamar malam-malam, mana mungkin hanya berbincang santai?”

Asumsi Stella Han sama sekali tidak berlebihan. Ia sudah lama mengurusi kasus perceraian, jadi ia tahu betul ada banyak pria yang tidak bisa mengendalikan selangkangan. Apalagi, Jordan Bo dan Bretta Lin kan juga saling mencintai. Memang dasar Bretta Lin itu, kalau Jordan Bo tidak dekati pasti dia sendiri yang bakal berusaha menggoda!

Jordan Bo sungguh ingin melubangi kepala Stella Han untuk melihat apa yang lagi dipikirkan olehnya. Ia berselang beberapa saat menjawab: “Semalam kami ke rumah sakit.”

“Wih, ngamarnya sekarang di kamar rumah sakit nih? Kalian “main”-nya pakai seragam-seragaman ya?” tanya si wanita dengan sinis.

Jordan Bo menggeretakkan gigi. Wanita ini bisa tidak sih bicara yang baik-baik? Ia menatap Stella Han dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dengan garang: “Aku ingin main seragam-seragamannya malah dengan kamu. Bagaimana kalau kita cari waktu untuk itu? Kamu pasti akan ketagihan.”

Novel Terkait

My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu