You Are My Soft Spot - Bab 156 Sehidup Semati (3)

Setelah makan malam, Taylor Shen menerima telepon. Alisnya berkerut tajam mendengar yang diucapkan lawan bicaranya. Selepas bertelepon, ia berujar pada Tiffany Song: “Tiffany Song, aku pergi sebentar.”

Tiffany Song melihatnya heran: “Malam-malam begini mau ke mana, Taylor Shen?”

“Aku akan kembali dengan cepat kok. Jangan takut, di depan ada polisi berjaga, tidak akan ada yang masuk.” Taylor Shen mengecup jidat Tiffany Song, memasang jas, dan keluar.

Melihat bayangan tubuh Taylor Shen yang semakin lama semakin jauh, Tiffany Song mulai ketakutan berada di kamar hotel sendirian. Ia segera bangkit berdiri dan menyalakan semua lampu di kamar supaya tidak ada satu area gelap pun di sana.

Meski sudah menyalakan semua lampu, ia masih ketakutan. Ia pergi ke jendela-jendela dan memastikan semuanya terkunci rapat. Ini karena pria semalam juga datangnya dari jendela.

Tiffany Song kemudian duduk meringkuk di sofa. Ia memeluk bantal guling dengan tangan yang tetap agak gemetar.

Tiffany Song kemudian tidak sengaja melihat ponselnya yang tergeletak di meja teh. Ia terpikir untuk mencari orang untuk berbincang-bincang demi mengalihkan konsentrasi. Ketika ia tengah mencari nomor Stella Han, ponselnya tiba-tiba berdering. Ia langsung mengangkatnya tanpa mengecek identitas si penelepon, “Halo?”

“Tiffany Song, aku Karry Lian.”

Dari seberang sana terdengar suara berat Karry Lian. Tiffany Song refleks ingin mematikan telepon. Ia sama sekali tidak lupa dengan tindakan Karry Lian menukar sampel yang pada akhirnya menyebabkan penderitaan yang begitu sakit dalam dirinya.

Tetapi situasinya sekarang agak berbeda. Tiffany Song sedang ketakutan. Sekali pun ia marah dengan Karry Lain, ia bisa menjadikan pria itu teman bicara untuk mengalihkan perhatian. Ini akan menyingkirkan pikirannya yang daritadi berulang-ulang memutarkan adegan seorang pria melompat masuk dari jendela dan memasukannya ke koper.

“Kamu, kamu ada urusan apa?”

Karry Lian mendengar suara Tiffany Song agak gemetar. Ia langsung khawatir: “Tiffany Song, ada apa denganmu? Suaramu mengapa begini? Kamu sekarang di mana?”

Tiffany Song tidak menolak pendekatan Karry Lian, mungkin ini juga bentuk perlindungan dirinya sebagai orang yang sedang sendirian di kamar. Ia menjawab: “Aku di hotel. Kamar sangat terang dan tidak ada titik gelap sama sekali, tetapi aku tetap saja merasa sangat ketakutan. Aku takut ada orang tiba-tiba keluar dari kamar mandi, keluar dari kamar tidur, atau masuk dari jendela.”

Karry Lian merespon, “Tiffany Song, beritahu aku kamu di mana. Aku sekarang ke sana.”

“Aku Di New York. Aku sangat tidak familiar dengan kota ini, jadi aku takut. Karry Lian, apa aku ini terlalu pengecut?” Tiffany Song menatap segala penjuru kamar, “Aku sungguh ingin pulang.”

“Kamu sendirian? Taylor Shen, Taylor Shen tidak temani kamu?” tanya Karry Lian sambil memakai jas dan bergegas keluar dari hotel. Ia kemarin dan tadi baru saja mengikuti sebuah konferensi akademik di New York. Meski sekarang sudah bukan pengacara lagi, ia sudah memastikan diri mengikuti konferensi ini sebelum kualifikasi kepengacaraannya dicabut. Ia harus menemui Tiffany Song berhubung mereka sama-sama lagi di New York.

Tiffany Song tidak menjawab. Ia tidak tahu Taylor Shen di mana saat ini, sama seperti kemarin ketika adik Jason tiba-tiba masuk dari jendela dan menculiknya.

Sambil masuk lift, Karry Lian berbicara lagi: “Tiffany Song, aku juga di New York. Beritahu aku apa nama hotelmu, aku segera ke sana.”

“Jangan, jangan kemari. Aku sedang tidak ingin bertemu kamu sekarang.” Tiffany Song ketakutan mendengar Karry Lian mau segera menemuinya. Ia teringat lagi kejadian pria itu mengganti sampel tes DNA.

“Tiffany Song, aku tahu mengapa kamu tidak ingin bertemu aku, tetapi situasimu sekarang genting. Biarkan aku temani kamu, nanti saat Taylor Shen kembali aku akan langsung pergi, oke?” bujuk Karry Lian lembut.

Tiffany Song tidak tahu kapan Taylor Shen akan kembali. Ia sekarang sangat takut sendirian, tetapi juga takut menyuruh polisi di luar masuk untuk menemaninya. Di luar negeri yang segalanya tidak familiar, bertemu orang yang dikenal, sekali pun orang itu orang yang kita benci, selalu terasa melegakan.

Ia pun akhirnya mengabari nama hotelnya ke Karry Lian. Pria itu langsung mematikan telepon dan panggil taksi. Jarak tempat konferensi akademik dan hotel Tiffany Song cukup dekat. Dalam lima belas menit, ia sudah tiba di depan kamarnya.

Di depan kamar itu ada dua orang polisi tinggi besar. Meski Karry Lian juga hitungannya cukup tinggi, tetapi di hadapan kedua polisi Amerika, ia tetap terlihat agak pendek. Ia menelepon Tiffany Song: “Tiffany Song, aku sudah di depan. Buka pintu.”

Tiffany Song ragu-ragu namun akhirnya membuka pintu. Polisi yang ada di depan menatap Karry Lian was-was, salah satu di antara mereka berujar: “Nona Song, sebelum pergi Tuan Shen ada berpesan tidak boleh ada yang masuk selain dia.”

Tiffany Song menoleh ke Karry Lian. Ia berkata: “Ia temanku. Ia tidak akan menyakitiku. Tolong izinkan ia masuk.”

Kedua polisi menggeleng.

Tiffany Song dalam hati berpikir memang kurang pantas rasanya membawa Karry Lian masuk ke kamar. Ia meminta Karry Lian menunggu sebentar di depan, lalu balik ke kamar tidur, ganti baju, dan kembali keluar. Di depan Karry Lian, sebelum ia bicara apa-apa, pria itu sudah bicara duluan: “Tiffany Song, ada apa? Polisi-polisi ini……”

“Aku semalam diculik. Sebelum kami pergi dari New York, mereka akan terus menemani kami di mana pun dan kapan pun,” jawab Tiffany Song.

Karry Lian melihat bengkak di wajah dan luka di tangan Tiffany Song. Ia tidak tahan untuk tidak memegang tangan wanita itu, “Tiffany Song, kamu tidak apa-apa kan? Lukamu mengapa banyak begini?”

Tiffany Song refleks menarik tangan, “Kamu lihat sendiri kan aku tidak apa-apa sekarang? Kondisiku baik kok.”

Tangan Karry Lian hanya menemui udara kosong, tetapi itu tidak membuatnya risih sama seakli. Yang paling penting sekarang adalah kondisi Tiffany Song. Ia bertanya: “Baguslah kalau kamu tidak apa-apa. Kok bisa diculik?”

Tiffany Song tidak menjawab. Ia bersandar di tembok dengan wajah datar. Suasana mendadak jadi canggung karena keduanya tiba-tiba saling diam. Karry Lian berinisiatif mengalihkan topik: “Tiffany Song, aku ingin minta maaf padamu soal satu hal.”

Tiffany Song mendongak menatapnya. Begitu tahu Karry Lian sudah menukar sampel tes DNA, ia merasa sangat kecewa padanya. Ia sebelumnya sepenuh hati menganggap Karry Lian teman. Ia bertanya, “Mengapa kamu melakukan itu?”

Karry Lian mencoba menjelaskan, “Tiffany Song, ada banyak hal yang aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya padamu. Aku merasa putus asa kita tidak bisa dekat, bahkan untuk jadi sahabat yang sering berjumpa saja sulit. Tetapi, aku tidak ingin jadi sahabatmu saja. Aku masih memendam pikiran untuk jadi……”

“Karry Lian, kamu tahu tidak Stella Han selalu percaya denganmu?” Tiffany Song memotong penjelasan Karry Lian. Kalau tidak salah ingat, Stella Han bahkan pernah suka dengannya. Ia pikir Karry Lian yang selalu dipuja dan dipuji sahabtnya tidak akan melakukan hal macam-macam.

Setidaknya tidak akan pernah menggunakan cara-cara kotor untuk mendapatkan seorang wanita.

Karry Lian gigit-gigit bibir. Ia tidak mendebat.

“Aku juga sangat percaya padamu. Aku pikir di dunia ini hanya kamu yang tidak mungkin menyakitiku. Kamu selama ini selalu jadi teman yang selalu menenangkan dan membantuku setiap kali aku punya masalah. Kamu sudah seperti kakak buatku. Aku tidak pernah menyangka akan ada hari di mana kamu akan membuat hatiku pedih separah itu.”

“Maaf, Tiffany Song. Aku tidak sengaja.”

Tiffany Song menggeleng. Sambil menunduk, ia menyudahi, “Karry Lian, aku sekarang tidak tahu bagaimana harus lanjut memercayaimu. Terima kasih hari ini sudah datang untuk menemaniku. Aku juga punya sepatah kata yang ingin aku sampaikan padamu. Mulai detik ini, kita tidak berteman lagi.”

“Tiffany Song……” Karry Lian langsung gelisah dan panik.

Tiffany Song tidak merespon lagi. Ia berbalik badan lalu berjalan melewati para polisi dan masuk ke kamar.

Melihat bayangan tubuh Tiffany Song yang perlahan menjauh, Karry Lain berujar lemas: “Tiffany Song, kalau saja aku menyadari perasaanku padamu lebih awal, aku pasti tidak akan membiarkan Taylor Shen mendekatimu duluan. Mungkin tindakanku itu berlebihan, tetapi aku sungguh-sungguh sayang padamu. Aku janji padamu, sebelum Taylor Shen kembali, aku tidak akan pergi dari sini. Kalau ada sesuatu terjadi padamu, teriaklah dan aku akan langsung muncul di hadapanmu.”

Karry Lian memejamkan mata dalam-dalam melihat pintu ditutup. Ia tidak tahu barusan ia hanya buat-buat alasan atau benar-benar mengungkapkan isi hati.

Tiffany Song kini sudah tidak setakut sebelumnya. Ia berjalan perlahan ke sofa. Melihat sebuah kotak beludru merah di ujung sofa, ia mengambilnya dengan penasaran dan membukanya. Di dalam kotak itu ada sebuah cincin.

Cincin bersinar terang terkena cahaya. Ia ingat mereka sebelumnya tidak pernah beli cincin sama-sama, jadi dari mana datangnya cincin ini? Apa jangan-jangan Taylor Shen belinya kemarin ketika ia diculik?

……

Di ruang bawah tanah yang temaram dan bau apek, seorang pria terduduk di lantai dengan borgol di tangan dan kakinya. Wajahnya bonyok bekas dipukuli, tetapi ia tetap bisa dikenali sebagai Tom. Ia hari ini ditangkap oleh orang-orang Taylor Shen ketika tengah membeli dokumen perjalanan palsu untuk pergi ke Tiongkok.

Taylor Shen berdiri di depannya sambil menatapnya dingin. Pria itu kemudian menggoreskan pisau yang dipegangnya ke wajah Tom sekencang-kencangnya. Kulit wajah Tom langsung sobek dan mengalirkan darah segar.

Tom tidak menyangka Taylor Shen masih punya pengaruh sekuat ini di Amerika meski sudah pergi cukup lama. Hanya dalam satu hari, ia berhasil ditangkap oleh orang-orangnya.

Tom menatap wajah Taylor Shen tanpa ketakutan sama sekali: “Taylor Shen, hari ini aku mengaku kalah. Kamu mau bunuh atau mau bakar aku, terserah.”

“Jangan buru-buru. Aku pasti akan mengirimmu ke neraka untuk beremu kakakmu kok, tetapi sekarang aku tidak akan membuatmu mati semudah itu,” jawab Taylor Shen. Jas hitam yang ia kenakan membuat sosoknya jadi semakin menakutkan dan intimidatif.

Dua pria berdiri di belakang Taylor Shen, salah satunya sepertinya punya kedudukan yang sama dengannya. Dengan kedua tangan terlipat di dada, pria yang satu itu berkata, “Omong kosong apalagi kamu? Langsung saja kirim dia bertemu raja neraka!”

Taylor Shen menoleh ke arahnya sekilas dan ia pun langsung diam. Memang kuat sekali pengaruh Taylor Shen. Sekalinya berani membuatnya tidak berkenan, siapa pun pasti akan langsung dicari ke seluruh penjuru kota.

Taylor Shen menempelkan pisau yang ia pegang ke pergelangan tangan Tom. Ia lalu mengerak-gerakkannya maju mundur dan bertanya datar, “Mau tangan mana yang dipotong?”

Tom mengertakkan gigi geram. Ia tidak takut mati, sebab kalau tetap hidup, ia tahu sisa hidupnya akan penuh bencana karena intimidasi-initimidasi Taylor Shen. Melihat Taylor Shen segininya peduli pada Tiffany Song, ia jadi menyesal sudah memberinya kesempatan untuk menyelamatkan wanita itu. Kalau saja ia langsung bunuh Tiffany Song tanpa mengabarinya apa-apa, ia pasti sekarang sudah terbujur kaku di sofa dan kehilangan semangat hidup.

“Tidak jawab?” Taylor Shen mengernyitkan alis. Ia tiba-tiba menusukkan pisaunya ke pergelangan tangan pria itu. Darah segar langsung menetes deras. Wajah Tom jadi pucat. Taylor Shen bertanya lagi: “Buat orang model kamu gini, tangan atau kaki dipatahkan lumayan menakutkan kan?”

Jidat Tom penuh keringat dingin. Ia menggeretakan gigi dan berkata: “Taylor Shen, lebih baik kamu bunuh saja aku.”

“Segininya mau mati? Bagaimana ya, aku belum merasa puas mempermainkanmu masalahnya! Cepat katakan, mau tangan yang mana?” Tom semakin lama semakin tertekan. Intimidasi seperti ini jauh lebih mengerikan daripada langsung dibunuh. Ia memutuskan menjawab, “Tangan kiri. Taylor Shen, tolong ampuni aku sekali ini, aku mohon!”

Taylor Shen melepaskan pisaunya. Ia lalu berbalik badan dan berujar pada seorang pengawal pribadinya: “Potong tangan kirinya, lalu bunuh biar dia bisa bertemu kakaknya di neraka.”

Taylor Shen kemudian berjalan ke pintu. Sebelum keluar, ia menambahkan: “Prinsip menghabisi lawan sampai ke akar-akarnya kamu paham kan? Kalau lain kali aku kena masalah seperti ini lagi di New York, makammu akan kuhabisi sekalian!”

Wajah Tom semakin merah saking geramnya, namun Taylor Shen tidak peduli sama sekali dan bergegas keluar.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu