You Are My Soft Spot - Bab 411 Aku Ingin Menikahimu (2)

“Bibi Yun, aku James He.” James He memotong kata-kata Bibi Yun. Ia sepertinya sudah paham mengapa Erin beberapa hari ini menghindarinya. Ini pasti karena si bibi terus memaksa Erin buat putus darinya……

Orang di seberap terdiam beberapa detik, lalu meminta, “Tuan Muda, lepaskanlah Erin selamanya.”

Bibir James He menegang. Ia mengeratkan pegangan pada ponsel karena geram, lalu berujar dingin: “Bibi Yun, aku benar-benar tidak paham alasanmu untuk tidak menyetujui kami bersama. Aku dan Erin saling mencintai, bisakah kamu bayangkan seberapa sakit hatinya kalau kamu terus minta dia memutuskanku?”

“Rasa sakit yang sebentar lebih baik daripada rasa sakit yang berkepanjangan, ia pasti bakal bisa melewatinya. Wanita yang cocok denganmu ada banyak di dunia ini, mengapa kamu bersikeras menikahi Erin?”

“Karena aku cinta dia. Bibi Yun, aku pasti bakal bersikap baik dan membuatnya bahagia,” janji si pria dengan tulus.

“Tuan Muda, cinta bisa berubah sebab di dunia ini tidak ada yang pasti. Kamu sekarang bilang cinta Erin karena kamu belum sepenuhnya mendapatkan dia. Aku tidak setuju dengan pernikahan kalian karena perbedaan status sosial yang luar biasa jauh. Ketika cintamu diganggu oleh perbedaan ini sampai akhirnya tidak bersisa lagi, kamu akan menyesali pilihanmu hari ini. Pada waktunya nanti, nasib Erin akan setragis apa?” tanya Bibi Yun.

James He merespon, “Aku tidak berani menjamin tidak akan ada perubahan di masa depan, itu sangat tidak realistis. Tapi, pernikahan yang status sosial kedua pasangannya setara pun bisa berakhir juga kalau cintanya sudah pudar. Berhubung begini, mengapa kamu tidak membiarkan kami bersatu dulu, lalu biarkan waktu membuktikan apa aku bakal menyesal atau tidak?”

“Tuan Muda, kalau mendebatkan teori, aku tidak bakal menang darimu. Sikapku pokoknya tetap seperti ini, yakni Erin tidak boleh masuk keluarga He. Kalau kamu iba padanya, tolong segera lepaskan dia. Semakin kamu tidak mau melepas, luka yang dideritanya akan makin parah.” Kelar berbicara, sang bibi langsung menyudahi telepon.

James He menatap layar hitam ponsel dengan benak yang terasa memanas. Ia mengayunkan ponsel Erin dan melemparnya ke tembok seberang. Ponsel pecah jadi beberapa bagian, lalu si pria menggeretakkan gigi sampai sekujur tubuhnya bergetar.

Kalau ia bukan bagian dari keluarga He, mungkinkah rencana pernikahannya dengan Erin akan berjalan jauh lebih lancar?

……

Esok hari, Erin bangun dengan kepala pening. Ketika membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang familiar, ia langsung sadar dirinya ada di mana. Si wanita membuang nafas pasrah, pantas saja dirinya semalam tidur dengan sangat nyenyak.

Sewaktu bergerak-gerak, Erin bariu sadar dirinya ada dalam pelukan seseorang. James He bukan hanya mendekap perutnya dengan kedua tangan, namun juga memeluk kakinya dengan kedua kaki. Selain itu, Erin juga merasakan ada sesuatu yang menonjol-nonjol mengenai bokongnya.

Ketika si wanita menoleh ke belakang, yang masuk dalam pandangannya pertama kali adalah leher seksi si pria, lalu rambut-rambut halus di dagu dan atas bibirnya. Mata Erin berkaca-kaca, ia tidak merasa pantas dipeluk oleh seorang pria terhormat begini. Ketika mengedip-ngedipkan mata, satu dua tetes air matanya jatuh ke bibir tipis James He.

Orang-orang bilang pria berbibir tipis nafsu seksnya rendah, mengapa James He tidak?

Sudah menghindari si pria selama tiga hari, Erin kini baru sadar betapa ia rindu padanya. Tidak lama kemudian, seperti menyadari dirinya ditatap sepasang mata, James He membuka mata dan langsung menjumpai Erin. Si wanita kaget dan buru-buru buang muka.

Si pria mengamati wanita dalam pelukannya sembari menelan ludah bak tidak sanggup menahan gairah. Ia lalu menunduk dan mengecup Erin. Begitu bibirnya diciup James He, Erin langsung gelisah sendiri.

James He menciumi Erin sambil mengigit-gigit bibirnya yang seksi. Lama-kelamaan tidak merasa cukup hanya dengan ciuman bibir, gerakan si pria jadi makin agresif dan kasar.

Entah berapa lama kemudian, James He baru berhenti dengan nafas yang terengah-engah. Ia lalu meminta, “Erin, bilang kamu cinta aku.”

Tubuh Erin agak gemetar. Sesuai permintaanya, ia berujar serak: “James He, aku mencintaimu!”

Dengan hati terenyuh, James He mendudukkan diri. Pemandangan yang selanjutnya muncul adalah selimut ranjang yang terus goyang-goyang. Goyangan itu diikuti dengan suara nafas dua orang yang sama-sama terengah. Sehabis “begituan”, Erin bersandar di dada James He yang berkeringat, sementara si pria mengelus rambutnya dan mengecup jidatnya. Mereka berdua seintim ini, namun entah mengapa James He merasa hatinya sangat tidak tenang! Ah, perasaan ini sungguh menyebalkan dan menyedihkan!

James He mengencangkan elusannya ke rambut Erin buat meredakan perasaan ini. Ia lalu teringat kata-kata yang Bibi Yun ucapkan semalam, jadi suasana hatinya yang baik karena bisa kembali berjumpa dengan Erin dalam sekejap kembali muram. Si pria membuka mulut dan menggigit bahu wanitanya dengan kasar.

Erin kesakitan dan mendongak dengan tidak senang, “Mengapa gigit aku?”

“Karena kamu layak digigit!” balas James He marah. Sudah bilang tidak bakal meninggalkan dirinya, wanita ini kok langsung ciut setelah dimarah-marahi Bibi Yun sih? Kekesalan Erin karena barusan digigit seketika langsung mencair ketika ia mendengar suara gertakan gigi James He. Si wanita bertutur dengan tidak berdaya, “James He, kita tidak akan menang melawan mamaku.”

“Aku tidak pernah berpikir untuk mengalahkannya. Kalau dia tidak setuju, kita pelan-pelan saja jalani hubungan ini. Pelan-pelan sampai akhirnya ia setuju,” kata James He.

Erin mengggeleng. Masih belum pahamkah prianya ini dengan mamanya? Demi membuat mereka berpisah, mama mau meninggalkan keluarga He yang sudah memberinya pekerjaan selama tiga puluh tahun lebih. Bisa dibayangkan betapa keras kan tekadnya?

“James He, kita……”

“Kalau kamu berani menyebut kata itu, aku akan membunuhmu,” potong si pria. Pagi-pagi begini, suasana hatinya yang baik langsung dilenyapkan tanpa sisa. Huh!

James He melepaskan Erin, turun dari ranjang, dan bergegas ke kamar mandi dengan kesal. Tidak lama, terdengar bunyi pancuran air dari dalam. Sementara itu, Erin duduk sembari mengamati kamar mandi dengan tatapan sedih.

Berselang beberapa menit, James He keluar dari kamar mandi. Melihat si wanita duduk termenung, ia perlahan menghampirinya dan duduk di sisi ranjang. James He menatap Erin lekat-lekat dan berujar sungguh-sungguh: “Erin, aku sudah susah payah mendekatimu. Aku sekarang sudah mau menikahimu, jadi jangan berpikir buat kabur!”

Dalam sekejap, mata Erin langsung berkaca-kaca. Ia buru-buru menunduk buat menutupinya. Melihat pemandangan ini, si pria tidak tega untuk mendesaknya lagi. Ia berujar lembut: “Aku sudah siapkan sampo buatmu, mandilah.”

James He lalu bergegas ke ruang pakaian. Ketika ia keluar dari sana dengan pakaian baru, Erin sudah tidak ada di kamar lagi. Ia mengamati kamar mandi, kemudian berbalik badan dan turun ke lantai bawah.

Sehabis mandi, Erin tidak merasakan lagi rasa pegal di tubuh. Ia berganti pakaian dan turun ke bawah, lalu menjumpai James He keluar dari dapur sembari membawa semangkuk sup. Melihat wanitanya sudah turun, si pria melambaikan tangan, “Sini minum sup pereda mabuk dulu. Lain kali jangan minum bir ke bar lagi, di sana sangat tidak aman.”

Erin dengan patuh menghampirinya. Ketika sudah duduk di meja makan, ia membalas perkataan James He barusan sambil tertawa: “Aku bukan wanita lemah ah.”

“Di mataku, kamu adalah wanita lemah yang sangat mudah dijahati. Patuhlah pada kata-kataku!” Nada bicara James He sangat lembut sampai Erin tidak kuasa untuk membantah. Ia tersenyum tipis sambil mengangguk: “Baik!”

James He mengamati Erin menyantap supnya untuk beberapa saat, lalu pergi ke dapur buat menyiapkan sarapan. Si wanita mengamati bayangan tubuh si pria dengan tatapan sedih yang muncul tanpa disadari. Ia masih punya berapa banyak hari bahagia dan menenangkan begini ya?

Seusai sarapan, James He memberikan Erin ponsel baru sambil berpesan: “Jangan blokir aku lagi. Aku bisa khawatir setengah mati kalau tidak berhasil mengontakmu.”

Erin menerima ponsel barunya dengan hati bersalah. Ia mengaku bahwa ia sedang menjauhi James He secara diam-diam, lalu menunggu momen yang tepat buat minta putus darinya. Gelagatnya ini bisa dibaca dengan mudah oleh si pria, bahkan ketika menyampaikan pesannya tadi James He tidak bisa menyembunyikan ekspresi ketakutan sama sekali.

Kalau mereka berdua tidak mencintai satu sama lain, putus bukanlah hal sulit. Kondisinya sekarang adalah mereka saling mencintai dengan sangat mendalam……

“James He, aku……”

“Erin, tidak akan ada yang bisa memisahkan kita selain kematian,” potong si pria dengan penuh keyakinan. Ia tidak mau mereka berpisah dalam kondisi hidup, sungguh tidak mau!

Erin gelisah dan tidak berucap soal putus-putusan lagi. Ia sebenarnya punya pesona apa sampai James He cinta mati begini ya?

……

James He mengantar Erin ke kantor. Berhubung Vero He masih pergi berbulan madu dengan Taylor Shen, nyaris semua urusan kantor harus dipegang oleh si asisten. Setelah melambaikan tangan pada James He, Erin bergegas masuk ke Parkway Plaza.

Setibanya di area kantor, Erin menjumpai mamanya berdiri di depan pintu kaca. Senyuman tipis di bibirnya pun langsung memudar. Ia membuka pintu kaca dan mempersilahkan mamanya masuk, lalu pergi menuangkan segelas air hangat buatnya.

Ini pertama kalinya Bibi Yun mengunjungi tempat kerja anaknya, bahkan juga pertama kalinya ia mendatangi Parkway Plaza. Si bibi mengamati segala penjuru ruangan. Ruang kerja ini tidak besar, hanya ada sebuah meja, sebuah kursi, dan sepasang sofa tamu. Meski begitu, semuanya terlihat bersih dan rapih, bahkan tumpukan berkas yang ada di meja juga tersusun dengan baik. Bibi Yun lalu mengalihkan pandangan ke wajah Erin.

Melihat luka ciuman di leher putrinya, ia mengernyitkan alis tanpa melampiaskan kemarahan. Ia tidak bodoh, ia tahu sepasang pria dan wanita yang bermalam bersama tidak mungkin hanya berbincang santai di bawah selimut. Si bibi menyeruput air hangatnya dan mulai bicara: “Aku sudah mengundurkan diri ke Tuan Besar. Ketika kamu punya waktu, datanglah ke rumah kediaman keluarga He buat bantu aku memindahkan barang-barang di sana ke apartemenmu. Kedepannya, kita saling menggantungkan diri buat bertahan hidup dan tidak boleh terpisah lagi.”

Perkataan Bibi Yun jelas merupakan desakan yang bersifat implisit. Erin mengamati wajah mamanya lekat-lekat. Di bawah cahaya lampu yang putih, ada beberapa helai rambut mama yang berwarna putih. Perubahan memang tidak bisa dihindari siapa pun, mama sudah menua……

Tetapi, teringat kata-kata yang diucapkan James He tadi pagi, hatinya yang terenyuh tiba-tiba terasa pedih. Ia merespon: “Mama, mohon maafkan aku. Aku tidak bisa putus dengan James He.”

Tatapan lembut Bibi Yun berubah jadi muram, “Erin, semua pesan yang kuucapkan sampai mulutku berdusa kamu anggap angin lalu? Apa kamu harus lihat aku mati dulu baru puas?”

“Ma, mengapa kamu terus memaksaku begini? Apa aku salah menjadi anak seorang asisten rumah? Keluarga He saja tidak memedulikan status sosialku, mengapa kamu begitu memedulikannya?” tanya si anak tidak sabaran.

Seperti seekor kucing yang buntutnya diinjak, Bibi Yun langsung terpancing emosi, “Keluarga He bisa begitu karena mereka kasihan padamu. Kalau kamu memanfaatkan rasa kasihan mereka buat menikahi James He, maka kamu sudah mengkhianati semua kebaikan yang mereka berikan pada mama dan kamu. Erin, ingat baik-baik, selamanya jangan pernah berpikir untuk menikahi James He, kecuali langkahi dulu mayatku.”

Kedua tangan Erin mengepal. Hatinya terasa seperti kobaran api yang siap membakar habis sekujur tubuh. Ia memanggil dengan suara rendah, “Ma!”

“Tidak ada efeknya panggil aku mama. Kalau kamu tidak mau putus juga dengan Tuan Muda, jangan panggil aku mama lagi. Aku sendiri juga akan menganggap tidak pernah melahirkanmu.” Kelar berucap begini, Bibi Yun menaruh gelasnya di meja dengan kasar, lalu berbalik badan dan bergegas keluar dengan langkah cepat.

Erin mengamati bayangan tubuh mamanya tanpa bisa menahan tangis. Ia lalu memegangi jidat dengan kedua tangan. Yang sakit bukan hanya kepalanya, namun juga hatinya.

……

Novel Terkait

Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu