You Are My Soft Spot - Bab 207 Jangan Dorong Aku (1)

Sepanjang perjalanan pulang, Vero He terus menatap ke luar jendela. Cahaya lampu-lampu jalan yang berlalu terasa seperti tenaga yang mendorongnya menjauh dari Taylor Shen dan teman-teman. Terus menjauh, terus menjauh, lalu tidak kelihatan lagi.

James He menoleh menatapnya. Ketenangannya berasa agak ganjil. Rambut Vero He yang diikat naik ke belakang membuatnya terlihat cantik dan lucu. Bibir merahnya pun jauh lebih menggoda daripada bibirnya biasa, yang sebenarnya sudah sangat menggoda.

James He kembali menatap jalanan depan. Sekarang sudah mau jam sepuluh malam, jadi mobil yang melintas sedikit. Kecepatan mobil mereka tidak kencang. Kalau mobil itu bisa bicara, ia pasti sudah sangat kecewa karena ia terlahir sebagai mobil balap.

Si pria menceritakan sesuatu: “Barusan di pesta aku bertemu Benjamin Song dan istrinya. Mereka mencoba cari tahu keadaanmu sekarang dari aku.”

Vero He menoleh menatap si penyetir. Dalam kabin mobil yang remang-remang, aura James He terasa lebih dingin dan gelap. Ia menjawab, “Tidak peduli bagaimana, selama dua puluh tahun itu mereka tidak pernah membiarkanku tidur di pinggir jalan. Itu sungguh kebaikan yang luar biasa bagiku.”

Rasa terima kasih pada ayah dan ibu adalah hal yang paling utama, begitu kata pepatah. Meski mereka tidak sepenuh hati membesarkannya, mereka setidaknya sudah menjamin perutnhya kenyang dan pakaiannya hangat. Bagi Vero He, itu sudah wajib disyukuri.

Vero He merapikan bagian bawah baju dan lanjut bercerita, “Mereka ingin bertemu denganmu. Mungkin mereka penasaran dengan kamu setelah menonton penampilanmu di talkshow ekonomi.”

“Tidak mau,” jawab si wanita datar. Bagaimana ia harus bertemu mereka dengan identitas barunya sebagai Vero He sih?

Jawaban si adik sudah ditebak sang kakak sebelumnya. Ia sebenarnya memang berharap Vero He memutuskan semua hubungannya dengan semua orang lama. Ini biar dia bisa lebih fokus pada kehidupan barunya. Tetapi, berhubung masih terus tinggal di Kota Tong, harapannya itu nampaknya terlalu mengada-ada.

Orang-orang lama itu, sekali pun Vero He berusaha jauhi, akan tetap datang dengan sendirinya.

“Ada satu hal lagi, mungkin kamu ingin tahu.” James He menegakkan posisi duduk biar tidak pegal. Di depan lampu merah, jadi ia mengerem mobil dengan perlahan hingga berhenti sempurna.

“Apa itu?” tanya Vero He. Ia dalam hati berpikir, keikutsertaannya dalam pesta makan-makan hari ini sebenarnya terlalu riskan juga.

“Soal menguasai Shen’s Corp, Benjamin Song juga sangat berminat. Kalau dilihat dari gayanya aku khawatir ia dan orang-orangnya sudah membuat pembagian satu sama lain,” ujar James He. Si kakak sebenarnya agak khawatir bercerita soal Benjamin Song, tetapi cerita ini sangat penting untuk perencanaan Vero He sendiri.

Dendam Benjamin Song pada Taylor Shen dimulai ketika si pria menceraikan Lindsey Song tanpa memberikan harta gono-gini sama sekali. Dendam yang sudah eksis selama tujuh tahun ini segera akan bisa dilampiaskan, tentu targetnya adalah Shen’s Corp.

“Dia?” Vero He mengernyitkan alis. Bukannya ia meremehkan Benjamin Song, tetapi kekuatan pria itu sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding kekuatan Taylor Shen. Bukannya ada pepatah bilang yang muda akan terus menggerus dan menyingkirkan yang tua?

Bisnis Benjamin Song di Kota Tong beberapa tahun terakhir memang meningkat, tetapi di balik peningkatan ini ada peran Lindsey Song yang menjadi selingkuhan seseorang dan punya anak haram. Baru punya sedikit kemmapuan, masa langsung menghayal bisa menguasai Shen’s Corp? Ia mabuk atau bagaimana sih?

James He bisa menebak apa yang dipikirkan Vero He. Pikiran mereka berdua serupa, “Kalau menimbang kemampuannya sekarang, aku rasa dia tidak akan berhasil. Meki begitu, yang mau mengusai Shen’s Corp di Kota Tong ini banyak. Orang-orang berlomba ingin menginjaknya sampai mati ketika ia masuk sel penjara.”

Vero he melipat dahi. Kata-kata kakaknya sangat logis.

“Oh iya, soal penangkapan itu, kamu tahu Taylor Shen ternyata dijebak? Ketika dia keluar dari toko kecil, si pemilik toko masih hidup. Beberapa menit kemudian, si pria paruh baya itu baru dibunuh sosok misterius, lalu yang dituduh adalah Taylor Shen. Aku khawatir yang tidak senang dengannya bukan hanya orang-orang dari kalangan bisnis.” James He merasa senang dengan penderitaan Taylor Shen. Di dunia bisnis, tidak membuat satu orang pun tidak senang adalah yang mustahil. Orang macam Taylor Shen yang provokatif, pasti musuhnya tidak terhitung.

“Jason?” Mendengar cerita sang kakak, sebuah ingatan kelam melintas di benak si adik. Ingatan itu berbentuk bayangan gelap dan kompleks pemakaman yang padat pohon. Orang yang pernah menculiknya itu jadi belum mati?

“Apa?” Nada bertanya Vero He barusan agak meninggi, jadi kata yang terdengar oleh James He kurang jelas.

Vero He menggeleng. Ia menatpa lekat-lekat James He, “Jadi barusan kamu bilang Taylor Shen bukan pembunuh dan hanya dituduh saja?”

“Adikku, begini deh.” James He membuang nafas panjang. Ia paham Vero He sudah memasukkan kata-kata polisi yang berkunjung ke rumah waktu itu ke hati. Pria itu menjelaskan: “Taylor Shen pergi ke toko kecil sambil membawa pengawal pribadi, supir, dan sekretarisnya. Kalau mau bunuh orang, ia harusnya datang sendirian, ya kan? Kalau ia bawa orang-orang begini, memang orang-orangnya tidak takut ikut terseret hukum dan menghabiskan sisa hidup di penjara?”

“Tapi, kalau bukan dia, lantas siapa? Pemilik toko kecil itu tahu Taylor Shen mengutus orang untuk membawaku pergi……” Kata-kata Vero He tertahan di sini. Itu masa lalu yang tidak bersedia ia sentuh sampai kapanpun.

James He kembali melajukan mobil ketika lampu merah berganti lampu hijau. Lampu merah di jalanan ini memang terlalu lama. Ia menjelaskan lagi, “Vero He, ini pun tidak masuk akal. Kalau waktu itu ia bawa kamu pergi, mengapa kamu bisa muncul di tengah salju yang begitu dingin?”

“Aku……” Si adik tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan si kakak. Kebetulan, itu juga pertanyaan yang ia terus pusingkan selama ini. Sebelum bereuni dengan Taylor Shen, ia mengira si pria adalah orang jahat. Dalam benaknya, ia membayangkan tatapan dia sangat bengis. Tetapi, ketika benar-benar bertemu dengannya, tatapan Taylor Shen pada dirinya sangat mendalam dan bahkan menimbulkan kesan penyesalan.

Realitasnya sungguh berbeda dengan yang ia imajinasikan. Ia terus berprasangka, Taylor Shen pasti harusnya tidak begini. Pria itu pasti hanya berpura-pura biar ia luluh dan mau kembali ke pelukannya. Setelah tujuannya ini berhasil, Taylor Shen akan kembali menyakitinya.

“Vero He, kakak selalu menunggu. Kalau kamu sudah mau buka hati, ceritakanlah padaku semua penderitaan yang kamu alami selama dua tahun itu. Terkadang, hanya dengan mengeluarkan semuanya, kita baru siap memulai lembaran baru,” kata James He lembut.

Vero He menusuk-nusuk kuku ke daging-daging jarinya sendiri. Ia menutup mata dalam-dalam. Ia tida boleh melemah, sungguh tidak boleh! Di belakang punggungnya, ia masih menggendong satu nyawa. Tidak, bukan satu, melainkan dua.

“Kakak, aku paham. Tunggu aku membalaskan dendam ini, aku pasti akan bercerita, bercerita dengan detail semua yang terjadi selama dua tahun itu.” Kata-kata Vero He agak berantakan dan pengucapannya gelisah.

James He tidak ingin terus menekannya. Ia mendesah pasrah, “Vero He, di Kota Tong akan segera ada pertumpahan darah. Kamu lihat-lihat situasi saja dulu dari luar arena, jangan ikut-ikutan.”

Si wanita memahami maksud si pria, yakni sekarang bukan saatnya bagi dia untuk ikutan. Atau, lebih tepatnya lagi, si pria selamanya tidak ingin ia ikut-ikutan. Tetapi, mana bisa ia duduk diam terus? Putrinya dan Karry Lian sudah mengalami nasib tragis di hadapannya sendiri.

“Baik, aku sudah tahu.”

James He menatap adiknya sekilas. Vero He ini bagaimana bisa tahu lagi kekhawatirannya? Peristiwa ditangkapnya Taylor Shen membuatnya paham sesuatu. Ini sebuah lingkaran kekuatan yang besar dan mereka semua ada di dalamnya. Kira-kira siapa yang membuat lingkaran ini?

Lima tahun lalu, Vero He tiba-tiba muncul dalam pandangannya dengan tubuh yang penuh luka dan dendam. Ia seperti baru merangkak keluar dari neraka. Semua ini, kalau ada orang yang mendalanginya, ia tidak akan bersedia menjadi senjatanya untuk menghadapi Taylor Shen, lalu membiarkan Vero He melalui sendiri hari-harinya yang dipenuhi kebencian pada diri sendiri.

Semuanya serba buram. James He tidak tahu siapa yang merupakan musuh, begitu pun Vero He. Maka dari itu, ia tidak ingin Vero He ikut campur. Ia takut dia terluka lagi.

Mobil bergerak memasuki rumah kediaman keluarga He yang lampu dalamnya terang-benderang. James He menatapi rumah yang hangat ini. Ia sudah membawa Vero He ke sini, semoga wanita itu bisa merasakan kehangatan rumah ini sekaligus kasih sayang orang-orang yang ada di dalamnya. Ia dan Felix He dari dulu sebenarnya sungguh ingin mengembalikan kedudukannya sebagai anggota keluarga resmi lagi, tetapi terus menahan diri.

Mereka pikir tunggu dulu, tunggu sampai Vero He benar-benar menganggap dirinya sebagai bagian rumah ini. Kalau itu sudah terjadi, mereka bisa menawarkannya untuk dijadikan anggota keluarga resmi lagi.

Mobil terhenti. James He menghadap sebelah dan melihat Vero He yang tertidur sambil bersandar di punggung kursi kulit. Wanita itu semakin hari terlihat semakin cantik. Kecantikannya yang macam ini belum muncul saat ia masih dua puluh tahun. Sekarang, seiring bertambahnya umur dan meningkatnya kematangan, kecantikan itu akhirnya muncul.

Dan Taylor Shen, si pria sialan, sepertinya akan jadi semakin mendambakannya.

James He menahan diri untuk tidak membangunkannya. Di luar pun dingin, jadi biarlah Vero He tidur di dalam mobil yang nyaman. Ketika sip ria mengulurkan tangan dan menyentuh bahunya, Vero He langsung terbangun. Seperti binatang kecil yang kaget, si wanita menatapi wajahnya dengan mata panik. Setelah sadar orang yang menatapnya hanya James He, Vero He membuang nafas lega. Ia duduk lemas di kursi mobil.

James He sudah melihat kebiasaan kaget Vero He ini berulang kali. Pertama kali ia melihatnya adalah ketika Vero He terbangun dari mimpi buruk saat baru pindah kemari. Setiap kali melihatnya begitu, James He selalu merasa iba.

Kalau ia bisa lebih awal mencarinya, kalau ia bisa lebih awal mengakuinya sebagai adik kandung, Vero He pasti tidak akan mengalami trauma seperti ini.

James He memeluk si wanita dan mengelus-elus punggungnya, “Maaf sudah membuatmu terus berpikir. Sudah malam, ayo balik rumah.”

Jantung Vero He perlahan kembali tenang. Berselang beberapa saat, ia baru mengangguk mengiyakan. Wanita itu melepaskan diri dari pelukan dan membuka pintu mobil, lalu keluar.

Persis ketika James He mau turun juga, ponsel si kakak tiba-tiba berdering. Nomor yang menelepon adalah sebuah nomor tidak dikenal. Ia memberi kode tangan pada Vero He untuk menyuruhnya jalan duluan, lalu baru mengangkat, “Siapa?”

“Taylor Shen!”

……

Kafe sangat sepi pada tengah malam. Sesekali, ada satu dua tamu masuk. Iringan musik piano Frederic Chopin terus mengalun dan menciptakan ketenangan di hati para pengunjung. Suasana santai ini memperindah malam mereka semua.

Sesampainya James He di kafe, ia melihat pria yang dicari sudah duduk di kursi dekat jendela. Karena suasana kafe remang-remang, ia tidak bisa melihat dengan jelas air mukanya. Satu-satunya cara adalah mendekat terlebih dahulu.

Si pria mampir ke titik pemesanan dan memesan segelas latte. Saat si pelayan mau berbalik badan, ia memanggilnya lagi. Dari sudut mata, ia bisa melihat tatapan Taylor Shen mengarah tajam ke wajahnya. James He menukar pesanannya jadi jus jeruk karena cemas nanti malam kesulitan tidur.

Pelayan merasa ada yang aneh dengan tatapan tamu yang sudah duduk dengan tamu yang sedang memesan, namun jelas hanya bisa diam. Dengan segera, ia mengantarkan segelas jus jeruk ke hadapan James He.

Yang baru datang membawa jus jeruknya ke meja Taylor Shen. Ia lalu duduk santai di sofa dan menatap lekat-lekat lawan bicara: “Aku dari dulu terus berpikir kapan kamu akan mengajakku bertemu? Ternyata akhirnya waktunya tiba juga, meski agak terlambat dari yang kubayangkan.”

Taylor Shen memungut kantong plastik yang ia bawa dan melemparnya ke James He. Lemparan itu berhasil ditangkap dengan baik. Pandangannya berubah makin dingin dan serius, “Malam itu, yang bawa pergi Tiffany Song kamu, betul?”

James He membuka kantong plastik itu dan mengeluarkan sebuah jaket kulit kambing dari dalam. Itu jaket yang ia berikan pada Tiffany Song ketika menjenguknya di penjara. Ia kembali memasukannya ke plastik sambil bertanya, “Satu mantel bisa menjelaskan apa sih?”

“Bajingan…… Sungguh keterlaluan, kamu bersikap baik di depannya padahal tidak berhenti menyakitinya dari belakang. James He, kamu tidak merasa dirimu ini tidak berhati?” sindir Taylor Shen.

James He tetap santai seperti saat baru datang. Ia bahkan menegak dulu jus jeruknya. Entah karena terlalu asam atau terlalu manis, ia mengernyitkan alis, “Jadi ini kesimpulan yang kamu hasilkan selama dikurung di penjara tiga hari? Aku sangat kecewa, aku rasa kamu harusnya dipenjara beberapa hari lagi.”

Taylor Shen menyipitkan mata, “Pemilik toko kecil bercerita padaku, waktu itu orang yang membawa pergi Tiffany Song buru-buru dan tidak sengaja menjatuhkan mantel dari mobil. Ia pun dibunuh karena mantel ini. Aku yakin sekali dua kejadian ini berkaitan erat denganmu.”

Novel Terkait

Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu