You Are My Soft Spot - Bab 138 Kamu Hanya Milikku Seorang (3)

Senyum Tiffany Song langsung mengembang. Ia meledek: “Kamu sudah bilang cocok ya. Kalau nanti orang-orang bilang tidak cocok atau aneh, berarti kamu yang salah, bukan aku.”

Taylor Shen tersenyum tipis sambil mengelus-elus dagu: “Yang berani bilang tidak cocok aku potong lidahnya.” Jelas-jelas ini kalimat yang seram dan kasar, tetapi ia mengucapkannya dengan santai sekali seperti mengungkapkan cinta.

Melihat Taylor Shen dan Tiffany Song bercanda ria, Wayne Shen, yang duduk di sebelah Taylor Shen, merasa tidak nyaman. Sekujur tubuhnya gemetar, ia berujar: “Kalian senang ya menyindirku begini?”

“Kalau merasa tersindir ya pergilah sana. Ganggu pandanganku saja.” Taylor Shen meliriknya sekilas dengan mata sipit. Reaksinya ini terdengar sangat angkuh.

Tiffany Song menarik Taylor Shen. Kakak beradik boleh-boleh saja bertengkar, tapi sindiran model begini baginya agak kelewatan. Taylor Shen mengalihkan pandangannya ke Tiffany Song. Gaun yang tengah dipakainya sungguh membuat kecantikannya berlipat ganda.

Angela He sudah berhasil memakai gaunnya. Ia berjalan keluar dari ruang ganti sambil ditemani pelayan toko. Di bawah cahaya lampu yang temaram, gaun merah tuanya terlihat eksotis.

Wayne Shen menyapu pandangannya sekilas ke Angela He, lalu berujar acuh tidak acuh: “Boleh. Sudah yang ini saja.”

Pada banyak kesempatan, suka tidak sukanya seseorang pada orang lain bisa terlihat dari sikapnya. Tiffany Song tidak tahan untuk menatap Wayne Shen sekali lagi. Pernikahan ini terlihat sangat dipaksakan, mengapa Wayne Shen tidak mau membatalkan niatnya saja?

Tiffany Song menoleh ke Angela He. Wajah wanita itu kaku, kedua tangannya pun mengepal. Angela He seperti tengah mengumpulkan semua kemarahannya untuk dilampiaskan ke Wayne Shen yang dari tadi memperlakukannya dengan setengah hati. Wanita itu baru kembali ke ruang ganti beberapa lama kemudian.

Dua orang ini ketika saling bertatapan saja sudah seperti kucing dan anjing, buat apa sih dipaksakan untuk tetap bersama?

Yang ada di mata Taylor Shen hanya Tiffany Song seorang. Tidak peduli wanita-wanita lain berdandan secantik apa, Taylor Shen tidak akan tertarik pada mereka. Pria itu mengamati lekat-lekat gajun Tiffany Song, lalu memerintahkan pelayan toko untuk mencatat bagian-bagian mana yang perlu diberi jarum. Lagaknya sama persis dengan lagak para desainer gaun terkenal.

Keluar dari ruang ganti, Angela He langsung disambut dengan tingkah Taylor Shen yang mirip desainer terkenal ini. Ia dalam hati kesal bukan kepalang. Ia bersikeras menikahi Wayne Shen karena calon suaminya itu adalah adik Taylor Shen. Dengan menikahi Wayne Shen, ia berharap pada waktu-waktu tertentu ia bisa berdekatan dengan Taylor Shen.

Tetapi, sekarang saja, ketika mereka tengah berjarak sangat dekat, Taylor Shen tidak menghiraukannya sama sekali. Masa ia kalah penting dengan gaun Tiffany Song yang tengah dipasang-pasangkan jarum itu?

Seumur hidup, ini baru pertama kalinya ia merasa diabaikan sampai serendah ini. Ia iri sekali dengan Tiffany Song. Ia mengangkat ujung gaunnya dan menghampiri Taylor Shen, lalu bertanya manja: “Kakak Keempat, boleh tidak kamu bantu cek juga gaunku? Siapa tahu ada bagian yang perlu diperbaiki atau dipasangkan jarum.”

Taylor Shen hanya meliriknya dengan sudut mata. Ia sedang sibuk dengan gaun Tiffany Song. Penghirauan ini seketika membuat Angela He merasa canggung. Baru ia mau berbicara lagi, Taylor Shen sudah terlebih dahulu memanggilnya, “Sudah belum kamu? Ayo cepat pulang, di kantor masih ada urusan.”

Wajah Angela He langsung merah padam. Ia mengepalkan kencang-kencang kedua tangannya dan berjalan ke ruang ganti dengan geram.

Setelah selesai menginspeksi gaun Tiffany Song, Taylor Shen memegang pinggang wanita itu dan berujar lembut, “Sana ganti baju biasa lagi.”

“Iya.” Tiffany Song masuk ke ruang ganti. Begitu ia keluar, suasana di luar agak tegang. Entah apa yang Taylor Shen dan Wayne Shen bicarakan, yang jelas raut wajah keduanya sangat tidak baik.

Tiffany Song menghampiri Taylor Shen, “Ada apa dengan kalian?”

“Yuk jalan. Kita pulang.” Taylor Shen menggenggam tangan Tiffany Song dan menuntunnya ke arah pintu keluar. Baru berjalan tiga langkah, Tiffany Song menoleh ke belakang dan terus mengamati Wayne Shen yang terduduk di sofa sampai mereka tiba di pintu keluar toko. Ia berujar pada Taylor Shen: “Adikmu kelihatan seperti berubah jadi orang lain.”

“Jennifer Li berangkat sekolah ke luar negeri untuk menghindar darinya. Wayne Shen merasa marah ditinggal begitu, jadi ia memaksakan diri menikahi Angela He.” Barusan, ketika Tiffany Song ganti baju, Taylor Shen dan Wayne Shen sempat berdebat. Taylor Shen sungguh tidak bisa memahami sikap kekanak-kanakkan adiknya itu.

“Mana bisa pernikahan dipaksakan begitu? Sekalinya menikah kan jadi terikat seumur hidup,” protes Tiffany Song. Jennifer Li adalah teman baiknya. Kalau ia ada di posisi Jennifer Li, ia jelas tidak ingin Wayne Shen menikah dengan Angela He. Tetapi, kalau dia ada di posisi Angela He, ia juga tidak punya pilihan apa-apa. Ia sudah ditiduri dan kini hamil, jadi mau tidak mau ia harus buru-buru menikah.

Situasi ini memang membingungkan dan serba salah.

“Ia sudah dewasa, ia tahu apa yang sedang ia lakukan.” Taylor Shen kemudian membukakan pintu mobil dan memapah Tiffany Song masuk.

Tiffany Song duduk di kursi penumpang depan. Ia menatap pemandangan luar dengan hati galau. Apa Wayne Shen memaksakan pernikahan ini dengan harapan Jennifer Li datang menghadang dan membawanya pergi seperti yang sebelumnya?

Masalahnya, mungkinkah Jennifer Li akan datang?

……

Habis menurunkan Tiffany Song di vila, Taylor Shen menerima sebuah telepon. Ia pun langsung bergegas memacu mobilnya tanpa menunggu Tiffany Song masuk vila dulu. Tiffany Song memandangi mobil Taylor Shen yang melaju dengan segera. Ia tiba-tiba teringat sesuatu, Taylor Shen belum memberikan foto tadi padanya.

Tiffany Song jadi kesal sendiri. Nanti malam saat Taylor Shen kembali, entah bagaimana caranya, ia harus mengambil foto itu.

Tiffany Song berjalan masuk ke vila. Ketika melintasi taman bunga, ia teringat anak bebek peliharaannya. Ia bergegas ke pekarangan. Beberapa hari tidak berjumpa, anak bebeknya sudah tumbuh lebih besar sedikit. Binatang itu mondar-mandir di kandanganya seperti tengah mengikuti peragaan busana.

Tiffany Song berjongkok di depan kandang bebek. Ia mengambil pakan bebek dan menaburkannya di depan binatang itu. Si bebek kecil langsung berlarian dan mematuk-matuki pakan itu dengan gembira.

Tiffany Song menahan wajahnya dengan kedua tangan sambil mengamati si bebek bersantap. Ia membuang nafas panjang. Jadi bebek terkadang lebih simpel dan menyenangkan daripada jadi manusia ya……

Setelah anak bebeknya selesai makan, Tiffany Song benar-benar masuk ke vila. Bibi Lan sudah menunggunya di depan. Wanita itu menyerahkan sebuah lap yang sudah disemprotkan disinfektan padanya, “Nona Song, lap tangan dulu.”

“Terima kasih, Bibi Lan.” Tiffany Song menerima lap itu.

Bibi Lan sadar Tiffany Song sudah lepas gypsum, meski jalannya masih sedikit pincang Ia bertanya: “Nona Song, bagaimana konsultasi lanjutannya hari ini? Dokter ada bilang apa?”

“Pemulihannya cukup baik. Aku disuruh banyak-banyak latihan jalan di rumah. Dalam waktu dekat pasti bisa sembuh seperti sedia kala kok,” balas Tiffany Song tersenyum.

“Untung sekali tidak ada dampak jangka panjangnya.”

“Iya, beruntung sekali.” Tiffany Song mengangguk, mengembalikan lap yang tadi diberikan Bibi Lan, lalu naik ke lantai atas.

Sesampainya di kamar tidur utama, Tiffany Song teringat alamat e-mail yang Jennifer Li kabarkan padanya waktu itu. Ia menyalakan laptopnya, lalu mengetikkan alamat e-mail itu dan mulai menulis pesannya.

Tiffany Song mengetik banyak sekali sampai berbaris-baris, tetapi kemudian menyadari tidak ada satu pun kalimatnya yang bisa merefleksikan suasana hatinya sekarang. Ia menghapus semua ketikannya itu. Bingung harus menulis apa, ia pada akhirnya hanya menulis satu kalimat: “Kembalilah, ia sedang menunggumu.”

E-mail langsung ia kirim. Kurang dari semenit kemudian, ia menerima sebuah e-mail. Sungguh tidak disangka, itu balasan dari Jennifer Li! Sayang sekali pesan wanita itu tidak bernada positif: “Maaf, aku tidak berencana hadir. Titipkan salamku untuknya!”

Tiffany Song membaca pesan ini berulang-ulang sampai belasan kali. Setiap kata yang ada di dalamnya menyiratkan keputusasaan dan kekecewaan. Ia memejamkan mata dalam-dalam, membayangkan suasana di toko gaun tadi. Wayne Shen, kamu benar-benar yakin Jennifer Li akan datang ke pernikahanmu dan mengajakmu pergi?

Tiffany Song membuang nafas panjang. Ia membalas pesan Jennifer Li, “Kamu ikhlas merelakan kenangan sembilan tahun kalian begitu saja?”

Jennifer Li kali ini tidak membalas. Tiffany Song menungguinya sampai jenuh. Ketika ia akhirnya ingin menutup laman e-mail, ia tiba-tiba menerima notifikasi balasan Jennifer Li. Ia membukanya, isinya: “Tidak ikhlas. Tetapi aku...... menyerah pada nasib.”

Pesan balasan itu hanya mengandung tujuh kata, namun sanggup membuat mata Tiffany Song merah dan berkaca-kaca. Ia kemudian menutup laman e-mailnya agar tidak semakin bersedih. Jennifer Li, kamu yakin mau menyerah pada nasib? Memang tidak ada solusi lain?

Tiffany Song duduk termenung cukup lama. Ia kemudian membuka Photoshop dan foto yang sebelumnya sudah ia edit-edit sedikit terpampang di hadapannya. Ia kembali membuka Baidu untuk mencari petunjuk cara memperbaiki foto lama.

Tiffany Song pertama-tama memperbaiki foto bangunan panti asuhan. Tingkat kerusakannya tidak begitu parah, ia bisa memperbaikinya perlaahn-lahan. Ia kemudian memperbaiki foto papan kayu yang ada di depan pintu bangunan panti asuhan. Ketika warna tembok bangunan bisa dimunculkan, warna papan kayu itu juga ikut muncul. Papannya berwarna putih, sementara tulisan-tulisan di atasnya berwarna hitam.

Tiffany Song memperbaiki satu per satu kata di papan itu. Dua kata pertama, yakni “Panti Asuhan”, tingkat kerusakannya tidak begitu parah. Ia hanya butuh beberapa belas menit. Yang berikutnya adalah kata “Bahagia”. Tingkat kerusakan kata ini cukup parah. Karena tingkat kesulitannya lumayan tinggi, Tiffany Song membaginya menjadi beberapa layer dan mengedit setiap layer satu per satu.

Tiffany Song sudah lama tidak melakukan pekerjaan serumit ini. Kepalanya terasa pening dan pandangannya berkunang-kunang. Ia bangkit berdiri sejenak untuk meregangkan tubuh, lalu kembali duduk dan melanjutkan pengeditan. Setelah semua layer berhasil diedit, ia menggabungkan mereka semua. Nama panti asuhan perlahan namun pasti semakin jelas.

Setibanya di kantor, Taylor Shen sudah ditunggui Eden Zhu di ruang kerjanya. Ia langsung bertanya, “Bagaimana? Sudah berhasil dicari panti asuhannya?”

“CEO Shen, berdasarkan penyisiran kami, pada akhirnya ada enam panti asuhan yang paling cocok dengan deskrispi si pelaku trafficking. Nama dan lokasi keenam panti asuhan itu semuanya tertera di sini.” Eden Zhu menyerahkan sebuah berkas pada Taylor Shen.

Taylor Shen menerima berkas itu. Enam nama panti asuhan. Panti Asuhan Bahagia Mekar Lestari, Panti Asuhan Bahagia Padang Gembala, Panti Asuhan Bahagia Harapan Indah, Panti Asuhan Bahagia Keluarga Bersatu, Panti Asuhan Bahagia Sehat Sentosa, dan Panti Asuhan Bahagia Cahaya Kasih.

Keenam panti asuhan ini berlokasi di antar Kota Tong dan Kota Z, jangkauannya luas, dan didirikan paling awal dua puluh dua tahun yang lalu. Dengan mengunjungi keenam panti asuhan ini satu per satu, mereka akan segera bisa menemukan Tiara.

Taylor Shen dalam hati gembira luar biasa. Ia sudah mencari Tiara belasan tahun, dan ini pertama kalinya ia merasa begitu dekat dengan keberadaannya. Ia berujar: “Eden Zhu, kamu kunjungi sendiri keenam panti asuhan ini. Kamu wajib membawa pulang kabar soal Tiara.”

“Baik, CEO Shen. Aku akan segera kerjakan.” Eden Zhu menerima berkas yang dikembalikan Taylor Shen dan keluar.

Taylor Shen bangkit berdiri dan berjalan ke sisi jendela. Melihat cahaya Tower Howey di tengah kegelapan malam, ia merasa sangat tenang. Ia memejamkan mata. Mama, aku pernah berjanji padamu aku akan mencari Tiara sampai ketemu. Aku tidak ingkar janji. Mohon lindungi kami agar aku dan Tiara bisa cepat-cepat bereuni.

Setelah mengedit selama empat jam penuh, Tiffany Song kini hanya perlu menyatukan satu layer lagi untuk mengetahui nama panjang panti asuhannya. Ia gemetar ketika kursor mouse-nya menyentuh layer itu.

Jantung Tiffanny Song berdebar kencang. Ia mengamati lekat-lekat enam kata yang terpampang pada papan nama panti asuhan. Panti Asuhan Bahagia Harapan Indah.

Novel Terkait

Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu