You Are My Soft Spot - Bab 257 Muncul Pikiran Macam-Macam Saat Melihatku?

Makan malam dilangsungkan di sebuah restoran kelas atas. Dengar-dengar, kursi kosong di restoran ini sangat sulit didapatkan. Para orang-orang kaya semua saling rebutan untuk mendapatkannya. Sekali pun sudah mengeluarkan uang banyak, mereka belum tentu dapat giliran makan di sini.

Begitu James He dan Vero He masuk, pelayan langsung menyambut dan mengantar mereka jalan. Erin mengikuti di belakang. Melihat mereka berdua tertawa gembira, ia merasa seperti “nyamuk” yang menganggu saja. Ia belum pernah Melihat James He memperlakukan orang dengan selembut ini. Si Angela He bahkan tidak dimanjakan sampai begini.

Waktu kecil, berhubung rambut Erin keriting secara alami, James He sering memanggilnya kribo. Setelah mereka tumbuh dewasa dan mengenali dunia dengan lebih baik, suatu hari ia pernah dicegat di lorong jalan. Si pria bertanya, apa dirinyua tahu arti namanya sendiri?

Saat itu James He berusia dua puluh tahun, sementara Erin baru empat belas tahun. Itu masa di mana mereka mulai menaksir teman-teman kelas. James He bertanya begitu sambil senyum-senyum sendiri. Melihat Erin diam saja, pria itu memulai penjelasan: “Erin itu artinya wanita perawan. Bibi Yun memberimu nama itu dengan maksud yang sangat baik, kamu tidak boleh mengecewakannya.”

Mendengar penuturannya, wajah Erin langsung merah. Tanpa menanggapi apa-apa, ia berbalik badan dan lari ke kamar. Setibanya di kamar, si wanita menyadari barang di kamarnya diutak-atik orang. Salah satunya, surat cinta yang ia tuliskan untuk salah satu teman laki-laki di kelas sekarang ada di meja.

Di atas surat itu ada tulisan besar dengan pulpen merah: Dasar kekanak-kanakan!

Itu jadi akhir dari pengalaman jatuh cinta pertama Erin. Sejak saat itu, si wanita terus menghindar dari James He. Meski begitu, karena tinggal di bawah atap yang sama, ia tidak bisa terus menghindar. Ada saat-saat di mana mereka berpapasan.

Tiap berpapasan di lorong jalan yang sepi, James He selalu meneriakkan kata “perawan”. Setiap diteriakkan, Erin akan berlari kabur dengan kencang. Pada akhirnya, di usia delapan belas tahun, Erin memutuskan untuk mengikuti tes sekolah militer. Ini biar ia bisa pergi dari rumah dan menjauhi James He.

Pikiran Erin terus mengembara kesana-kemari daritadi. Sewaktu tiba-tiba menabrak sebuah dada bidang, ia baru sadar mereka sudah tiba di depan ruang privat. Ia mendongak dan menemui pandangan mata yang tajam dari seorang pria. Saking kagetnya, ia mundur-mundur beberapa langkah.

James He tetap menatap Erin dengan datar, lalu masuk ke ruang privat bersama Vero He.

Erin berdiri diam di depan pintu ruang privat tanpa ikut masuk. Ketika sudah duduk di dalam, Vero He baru sadar Erin masih di depan. Sebagai seorang asisten, gaya dandanan Erin sangat profesional. Untuk pakaian, wanita itu memakai jaket kulit dan celana panjang ketat yang serba hitam.

Sekali pun dandanan Erin begitu, pesona dan energinya sebagai wanita muda tetap tidak bisa disembunyikan.

“Erin, sini masuk. Kita kan satu keluarga.” Saat bekerja, Erin adalah pengawal pribadi sekaligus asisten. Sesudah jam pulang kerja seperti sekarang, dia jadi bagian dari keluarga.

Erin melirik sekilas James He. Sebelum dia keburu menyampaikan penolakan, si pria sudah bicara duluan: “Perlu aku tarik dulu nih? Atau kamu tidak senang dengan teguranku tadi?”

Tuhkan, James He masih meledek terus! Dia tidak salah apa-apa, mengapa terus diisengi sih?

Dasar laki-laki aneh!

Erin dalam hati mengutuk si pria. Ia masih tetap berjaga di luar saja. Ponsel Vero He tiba-tiba berdering. Wanita itu mengecek identitas si penelepon, lalu bangkit berdiri untuk keluar, “Kakak, aku angkat telepon dulu di luar.”

Yang menelepon adalah Taylor Shen. Pria itu tadi pergi ke Parkway Plaza untuk menjemput Vero He, namun si wanita tidak muncul-muncul juga. Lantas, ia pun menelepon. Vero He berujar: “Aku makan di luar, kamu pulang saja dulu. Setelah makan aku pulang dengan kakak ke rumah kediaman keluarga He, jadi malam ini tidak ke tempatmu.”

Sekalinya mendengar kalimat “malam ini tidak ke tempatmu”, Taylor Shen jadi kesal dan memaksa untuk datang ke restoran tempat Vero He berada. Si wanita tidak punya pilihan lain selain memberitahukan alamat restoran, lalu menunggu di depan. Kira-kira setengah jam kemudian, ia melihat Rolls-Royce milik Taylor Shen melaju masuk lobi.

Si pria turun dari mobil. Karena kedinginan, wajah Vero He agak merah. Taylor Shen menempelkan punggung tangan ke pipinya, lalu merasakan dingin. Dengan alis terangkat, dia bertanya, “Sudah menunggu berapa lama di luar?”

“Baru sebentar kok. Yuk masuk.” Vero He merangkul lengan Taylor Shen. Si pria masih belum kelar protes, “Di luar kan dingin, bukannya aku sudah bilang kamu tidak usah menunggu begini?”

“Akunya ingin bertemu dengan kamu secepat mungkin,” ujar Vero He manja. Hati Taylor Shen langsung berbunga-bunga, “Manis sekali mulutmu hari ini, habis diolesi madu ya?”

Si pria kemudian menunduk dan mengecup bibir Vero He. Ia berkata sambil tertawa: “Benar-benar ada madunya.”

Vero He hanya diam dan melihatnya dengan wajah merah. Setibanya di depan ruang privat, Taylor Shen membukakan pintu dan keduanay masuk. Di pinggir meja bulat, James He dan Erin duduk di dua sisi yang berseberangan. Sekali melihat, rasa-rasanya di antara keduanya tidak terjadi apa pun. Tetapi, kalau dilihat lebih seksama, ada yang aneh dari ekspresi mereka.

James He tetap duduk di kursinya tanpa menyambut. Ini biar Taylor Shen menyambutnya duluan, sebab yang berstatus kakak kan dia. Taylor Shen sama sekali tidak mempermasalahkan ini. Setelah menarikkan kursi buat Vero He, ia menyapa James He. Pelayan restoran lalu datang untuk menanyakan apakah menu sudah boleh disajikan. Vero He mengangguk mengiyakan.

Sepanjang sesi makan, James He dan Taylor Shen berbincang dengan sangat asyik. Mereka membicarakan beragam topik, mulai dari krisis ekonomi beberapa waktu lalu, kondisi ekonomi Kota Tong sekarang, hingga pasar saham. Memang inilah topik bahasan dua pebisnis besar ketika bertemu, ya kan?

Vero He duduk di sebelah Taylor Shen sambil mendengarkan dengan tenang. Ia berharap bisa dapat pembelajaran dari keduanya.

Sementara itu, Erin sesekali melirik James He. Ia dalam hati memaki pria itu sebagai binatang ganas yang suka mengisengi hewan lain.

Taylor Shen berinisiatif membayar tagihan setelah kelar makan. Keduanya berjalan keluar restoran dengan kondisi mabuk ringan, maklum tadi sempat minum bir. Meski hitungannya masih cukup sadar seperti orang normal, tetapi agak berisiko kalau mereka menyetir.

Di antara mereka berempat, yang tidak minum bir hanya Vero He dan Erin. Setelah petugas parkir mengambilkan mobil, Taylor Shen berpamitan pada James He. Vero He memapahnya masuk kursi penumpang depan, lalu menutupkan pintu. Sambil berdiri di dekat pintu itu, ia berujar pada si asisten, “Erin, kakak tadi minum bir. Tolong kamu yang setiri dia ya.”

Erin jelas tidak mau berduaan lagi dengan James He seperti waktu mengantarnya ke kantor. Ia terpikir sebuah alasan, “Nona He, tadi Tuan Muda bilang aku harus terus ada di sampingku kapan pun dan di mana pun. Menjaga Tuan Muda tidak termasuk dalam lingkup pekerjaanku. Lebih baik kamu panggil supir, panggil taksi, atau langsung inapkan di hotel seberang. Nanti saat sudah sadar, baru dia nyetir sendiri pulang.”

Hanya mabuk ringan, James He bisa memahami kata-kata Erin. Ia menggeretakkan gigi dengan kelas. Aduh wanita ini, kata-katanya sendiri sekarang malah dijadikan senjata!

Melihat wajah James He yang cemberut, Vero He tidak tahan untuk tidak tertawa. Siapa suruh tadi tegur-tegur Erin, sekarang jadi kena batunya kan? Ia membujuk lagi si asisten: “Ah, jangan begitu dong. Lihat tuh wajahnya tampan sekali, kalau diculik orang bagaimana? Kamu antarlah dia pulang, aku sama pengawal yang lain aman kok.”

Sebagai bawahan, Erin tidak punya pilihan lain selain mengiyakan.

James He langsung masuk ke kursi supir. Melihatnya sudah pakai sabuk, Erin jadi ikutan masuk ke kursi penumpang karena takut tiba-tiba ditinggal. Ketika James He menyalakan mobil, Erin menegur: “James He, kamu sudah minum bir yakin mau nyetir? Tidak sayang nyawa lagi ya?”

Si pria menatap si wanita dingin: “Kalau aku mati bukannya kamu senang? Nanti bisa cari pria yang kamu idamkan kan tuh.”

“……” Erin menarik pandangannya ke kaca depan. Rolls-Royce Taylor Shen sudah melaju keluar lobi. Baru ia ingin menyuruh James He bertukar posisi duduk, si pria sudah melajukan mobil. Ia protes, “Benar-benar gila kamu. Berhenti, biar aku yang menyetir.”

Si pria diam saja seolah tidak dengar apa-apa. Mobil melaju keluar parkiran, lalu berputar balik di depan. Setelah melaju beberapa ratus meter, mobil berbelok ke hotel yang tadi Erin sarankan pada Vero He……

……

Setibanya di Sunshine City, kepala Taylor Shen pening sekali. Vero He memapahnya ke kamar dengan sangat melelahkan. Sambil melihat si pria terbaring di ranjang, si wanita berkacak pinggang dengan nafas terengah-engah: “Tuan Shen, kamu harus diet nih. Aku lelah sekali memapahmu tahu.”

Tubuh Taylor Shen sangat solid. Ketika tadi menggendongnya ke atas, Vero He merasa seperti tertimpa gunung yang sangat besar. Ia bahkan sampai kesulitan bernafas.

Wanita itu lalu keluar kamar dan turun ke lantai bawah untuk membuat sup pemulih mabuk. Taylror Shen tadi minum lebih banyak daripada kakak. Entah karena senang atau karena lagi ada beban pikiran lain.

Setelah sup jadi, Vero He membawa satu mangkuk ke atas. Di kamar tidak ada orang. Saat ia kebingungan, dari kamar mandi terdengar suara pancuran air yang menyala. Astaga, lagi mabuk saja tidak lupa mandi. Orang ini memang terobsesi sekali pada kebersihan!

Vero He duduk di ranjang sambil menunggunya keluar. Lima menit kemudian, Taylor Shen akhirnya keluar dengan tubuh yang segar. Tidak ada bau alkohol lagi di tubuhnya. Melihat Vero He termenung menatapnya, ia menghampirinya dan duduk di sebelah, “Sedang memikirkan apa?”

Si wanita bangkit dari lamunan. Ketika menemui pandangan Taylor Shen yang tajam, Tiffany Song refleks menunduk. Ia kemudian tersadar Taylor Shen hanya mengenakan sehelai handuk saja tanpa berpakaian sama sekali.

Tetesan-tetesan air sesekali menetes dari tubuh Taylro Shen. Vero He menelan ludah dengan canggung. Setiap gerakannya diperhatikan oleh tatapan tajam si pria. Pria itu lalu tersenyum tipis, “Muncul pikiran macam-macam saat melihatku?”

Wajah Vero He memerah. Ia sama sekali tidak berani untuk menatap mata Taylor Shen. Wanita itu buru-buru bangkit berdiri dan mengalihkan topik, “Aku sudah buatkan kamu sup pemulih mabuk. Makan dulu sedikit baru tidur lagi, kalau tidak besok pagi saat bangun perutmu tidak enak loh.”

Taylor Shen tiba-tiba menarik tangan Vero He dengan kencang. Si wanita pun langsung terbaring di depan si pria dengan posisi kepala di dekat selangkangannya. Vero He bisa menyadari “anu”-nya Taylor Shen lagi menegang.

Taylor Shen menahan perut Vero He biar tidak bangun. Ia kemudian berbisik pelan, “Maunya makan kamu dulu.”

Si wanita langsung panik. Ia menekan tangan Taylor Shen yang menahan perutnya, lalu mencari alasan: “Taylor Shen, supnya kalau dingin tidak enak loh.”

“Kalau pilih minum sup, nanti malah kamunya yang dingin,” ledek si pria. Ia jadi makin bergairah melihat Vero He cari-cari alasan begini. Kok bisa sih dia punya hasrat yang luar biasa besar pada wanita ini? Mau sesering apa pun mereka berdekatan, ia tidak pernah merasa cukup.

-----------------------

Terima kasih kepada para pembaca atas dukungan yang diberikan kepada author. Author mendoakan supaya para pembaca sehat selalu dan Tuhan selalu memberkati kalian dan keluarga kalian. Jika kalian suka buku ini, jangan lupa ya untuk di share ke teman kalian. Sukses selalu!

Bagi para pembaca yang ingin membaca buku berikutnya, silahkan di baca buku Signed The Contract & Get Married, ceritanya tak kalah menarik lo :))

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu