You Are My Soft Spot - Bab 126 Sangat Sensitif (2)

Setelah berlalu beberapa saat, ponselnya berdering, sang wanita mengeluarkan ponselnya, kilauan permata yang ada di pinggir ponsel begitu silau di bawah penyinaran lampu, dia mengangkat telpon itu, terdengar suara seorang pria yang begitu rendah dan sexy, "Tiffany, turun ke bawah."

Tiffany Song tersenyum, "Dengan jarak sedekat ini, kamu malah menelponku, apakah kamu merasa menelpon tidak perlu membayar tagihan telpon?"

"Cepat turun, aku menunggumu di ruang makan."

Tiffany Song menutup panggilan, membalikkan badan keluar dari kamar utama, berjalan hingga ke pegangan tangan di tangga, memang terlihat Taylor Shen sedang menunggunya di pintu ruang makan, sang wanita dengan perlahan berjalan ke sisinya, berkata sambil tersenyum: "Ada apa, kenapa begitu misterius."

Taylor Shen berjalan ke sana, mengulurkan tangan dan memejamkan matanya, di wajah sang pria yang tampan telah muncul sedikit senyuman, berkata: "Mulai dari sekarang, serahkanlah dirimu padaku, dengarkan instruksiku."

Mata telah ditutup olehnya, sang wanita tidak bisa melihat jalan dengan jelas, bibir tipis sang pria tertempel di samping telinganya, hawa panas terpancur memasuki telinganya, membuatnya merasa tergelitik, seluruh indra tubuhnya menjadi lebih peka, sang wanita tertawa sejenak: "Taylor, jangan menempelkan bibirmu pada telingaku, sangat menggelitik!"

Mungkin semua pria memiliki sifat jahil, semakin keras menyuruhnya untuk jangan melakukan sesuatu, dia malah akan semakin melakukannya. Taylor Shen tidak hanya tidak melepaskannya, malah menghembuskan nafas ke dalam telinganya, merasakan sang wanita menjadi gemetaran tanpa henti di depannya, sang pria langsung merasa sangatlah senang, "Aku tahu telingamu adalah titik kepekaanmu, setiap kali menyentuhnya, kamu sangatlah sensitif."

Suara sang pria yang serak begitu memikat, ruang hatinya serasa diremas oleh ratusan pasang tangan, terkadang mengerat terkadang melonggar, wajah mungilnya sangatlah merah, memalingkan kepala hendak menghindarinya, tiba-tiba di bagian telinganya terasa basah dan panas, tubuhnya menjadi gemetaran dengan lebih hebat, "Taylor, jangan menyentuh."

"Meskipun aku sangat suka memakanmu, tapi sekarang masih ada urusan yang lebih penting, ikutilah aku." Taylor Shen memalingkan kepala melihat wajahnya yang merona, bagaikan seekor udang yang telah matang di masak, membuat orang mengalami mimpi tanpa batas.

Sang pria menutup matanya, berkata: "Sekarang, angkatlah kakimu sedikit, sudah akan menaiki tangga."

Tiffany Song menuruti instruksinya dan mengangkatkan kakinya, dia kira-kira sudah menduga sang pria ingin membawanya pergi ke ruang makan, hanya saja dirinya tidak tahu apa yang ingin dilakukan sang pria dengan bersikap misterius seperti ini. "Hmm, patuh sekali, sekarang sudah boleh lanjut jalan ke depan, tidak perlu khawatir, aku tidak akan membiarkanmu menabrak sesuatu."

Tiffany Song telah menyerahkan dirinya pada sang pria sepenuhnya, mendengar instruksinya, lalu berhenti, Tiffany Song bertanya: "Sudah sampai?"

"Hmm, sudah sampai, tapi sekarang belum boleh membuka mata." Taylor Shen berkata dengan suara lembut, setelah itu, dia mengambilkan remot di meja makan, lampu di ruang makan lantai bawah mati satu per satu.

Meskipun matanya telah ditutup, tapi Tiffany Song tetap mampu menyadari lampunya telah dimatikan, telinganya menjadi semakin peka, dia sepertinya telah mendengar adanya suara mancis dihidupkan, lalu hidungnya mencium aroma benang lilin yang telah terbakar.

"Taylor, apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan?"

"Shh, akan segera selesai." Suara Taylor Shen begitu memikat bagaikan dilumuri oleh keindahan malam, begitu lembut bagaikan sedang merayu di ranjang, setelah beberapa saat kemudian, salah satu tangannya memapah sang wanita untuk duduk di kursi, baru kemudian memindahkan tangan yang menutup matanya, berkata: "Sudah, Tiffany, bukalah matamu."

Tiffany Song membuka matanya secara perlahan, cahaya lilin di hadapan mata begitu indah, bagaikan sinar bintang di malam hari, dia mengedipkan matanya berulang kali, lilin di atur menjadi bentuk hati, sangat indah. Di hadapan sang wanita terletak sebuah cemilan, hidungnya dipenuhi dengan aroma strawberry, lidahnya langsung bisa merasakan rasa manis yang tidak membuat bosan itu, dia mengangkat wajah mungilnya, memandang Taylor Shen dengan tatapan sulit untuk percaya, "Taylor......"

Taylor Shen menundukkan kepalanya, mematuk di bibir merahnya sejenak, berkata: "Tunggu sejenak."

Taylor Shen berdiri di sampingnya, dia telah mengganti bajunya, kemeja putih dan tuxedo hitam, sederhana namun terlihat elegan. Pergerakannya mengambil sebuah mancis tembak sangat anggun, menekannya, percikan api biru menyembur dari dalam, membakar caramel yang ada di atasnya.

Udara mulai dipenuhi dengan aroma caramel yang meleleh, sebuah aroma cemilan yang harum memasuki hidung, rasa manis itu terus menjalar hingga ke hati, Tiffany Song dengan tatapan mata yang berkilau memandangnya, sang pria yang pada saat ini terlihat sangat tampan.

Setelah beberapa tahun telah berlalu, dia mengingat gambaran ini, selain rasa sedih dalam hati yang tidak bisa disembunyikan, juga terdapat rasa manis yang menyerap hingga ke tulang. Dia berpikir, dirinya terus ternggelam dalam kasih sayangnya, bukanlah tanpa alasan.

Sepasang tangan Tiffany Song bersandar di meja, tangannya menopang dagu, melihatnya dengan tatapan terpana, di dalam bola mata phoenixnya terpantul pancaran api biru, sang pria dengan serius melelehkan caramelnya, penampilan ini terlihat sangat sangat memukau.

Caramel dileburkan dengan suhu panas yang tinggi, meleleh di atasnya, sangatlah indah hingga membuat orang tak mampu mengalihkan pandangan mata. Pandangan mata Tiffany Song digunakan untuk mengamati seluruh pergerakan yang dilakukan Taylor Shen, dan telah lupa sepenuhnya untuk menyaksikan keindahan makanannya, saat ini detik ini, Taylor Shen lah yang merupakan pemandangan terindah dimatanya.

Taylor Shen meletakkan mancis tembaknya, memalingkan mata dan bertatapan dengan sang wanita, pandangan matanya yang terpana telah membuat sang pria merasa senang, dia mendekatkan diri dan mencium bibirnya sejenak, berkata: "Kenapa melihatku seperti itu, bukankah aku sangat tampan?"

"Hmm, sangat-sangat tampan." Tiffany Song menganggukkan kepala sekuat tenaga.

Taylor Shen mengulurkan tangan mengelus kepalanya, berkata: "Makanlah, kamu tidak makan apapun malam ini, ini adalah cemilan malam yang kubuatkan khusus untukmu."

Taylor Shen menarik kursi dan duduk di sampingnya, menopang wajahnya dengan satu tangan sambil memandang sang wanita.

Tiffany Song melihat makanan dan sinar lilin di hadapan mata, gambaran ini sungguh membuatnya tak mampu menahan kesenangannya, dia mengeluarkan ponsel, bertanya dengan hati-hati: "Aku boleh memfotonya dulu tidak?"

"Tentu saja." Taylor Shen tersenyum, gadis ini sungguh imut.

Tiffany Song mengeluarkan ponsel dan memotret dua lembar foto, melihat Taylor Shen yang berada di samping, dia malah semakin menjadi-jadi: "Boleh memotretmu tidak?"

"Potretlah sesukamu." Taylor Shen tertawa, bahkan sampai sengaja berpose tangan "Victory" yang begitu kekanak-kanakkan.

Tiffany Song kembali memfoto beberapa lembar lagi, saat sedang hendak meletakkan ponselnya dan mulai makan, Taylor Shen tiba-tiba mengambil ponsel yang ada ditangannya, lalu mengatur kameranya menjadi kamera selfie, dia mengangkat ponselnya, menariknya memasuki pelukan, berkata: "Mari berfoto bersama."

Tiffany Song masih belum siap bergaya, Taylor Shen malah telah memotretnya dua lembar sekaligus, dan terakhir, sang pria tiba-tiba menciumnya, lalu terdengar suara "Ceklik" selama 3 kali berturut-turut. Wajah dan telinga Tiffany Song memerah, dia belum pernah berfoto semesra ini dengan pria lain.

"Taylor, coba kulihat, kamu pasti memotretku dengan sangat jelek, aku bahkan belum siap bergaya, juga tidak tersenyum."Kebanyakan wanita pasti seperti itu, harus memperhatikan berbagai hal dengan sangat rinci dalam berfoto.

Taylor Shen menghindari tangannya, berkata: "Cepat makanlah, tidak akan enak lagi jika telah meleleh."

Bagi seorang pemakan handal, tidak ada hal yang lebih penting daripada makan. Perhatian Tiffany Song seketika telah dialihkan olehnya, sang wanita mengambil sesendok, dan memasukkannya ke dalam mulut, pudding terasa lembut, caramelnya sangat manis, begitu enak hingga sangat ingin menelan lidahnya sekaligus.

Tiffany Song merasa sangat bahagia dan menyipitkan matanya, Taylor Shen sedang melihat foto, saat melihat penampilannya yang seperti ini, sang pria dengan cekatan memotret ekspresinya pada saat ini, mata yang indah terlihat sedikit menyipit, sudut bibirnya membentuk lelukan kebahagiaan, penampilan itu bagaikan seekor kucing menikmati kehidupan santai, membuat perasaan orang lain menjadi riang.

Tiffany Song memalingkan kepala melototinya, "Tidak boleh foto diam-diam!"

"Aku memfotonya secara terang-terangan." Mata Taylor Shen memancarkan senyuman jahil, hasil fotonya lumayan bagus, wajah mereka dalam foto yang diselimuti cahaya lilin semakin menambah aura ilusi di dalam, sang pria membuka Wechatnya, dan mengunggah foto itu, dengan judul yang tertulis: "Kemanisan Kebahagiaan."

Lalu memilih selembar foto berciuman dengan sudut foto terbaik untuk dijadikan sebagai foto profil Tiffany Song, mengumumkan ini adalah miliknya. Lalu sang pria mengeluarkan ponselnya sendiri, mengirimkan foto itu ke Wechatnya sendiri, juga menggunakan lembar foto yang sama untuk dijadikan sebagai foto profil.

Tiffany Song mengambil sesendok pudding dan menydorkannya ke depan mulut Taylor Shen, berkata: "Cobalah, sangatlah enak."

Taylor Shen meletakkan ponsel, membuka mulut dan memakannya, pudding langsung melebur setelah memasuki perut, rasa manis memasuki mulut, sang pria menganggukkan kepala, "Terlalu manis."

"Benarkah? Aku tidak merasa begitu." Wanita secara naluri memang menyukai makanan manis, Tiffany Song juga tak terkecuali. Dia akan makan makanan manis saat suasana hatinya sedang buruk, dengan begitu, dia akan merasa tidak ada rintangan yang tidak bisa dilewati.

Taylor Shen melihat ekspresinya yang begitu puas, telapak tangannya terulurkan untuk merangkul kepalanya, hawa nafas sang pria seketika menjadi dekat, jantung Tiffany Song berdetak kencang, sedetik kemudian, bibir tipisnya telah mencium sang wanita, suara terdengar keluar disela-sela gigi, "Kamu cobalah."

Bibir sang pria yang panas membara, mencium dengan kuat, bagaikan sedang berusaha menekan binatang buas dalam diri yang telah bersembunyi cukup lama, menelan bibirnya, dibandingkan dengan kelembutan tadi, dia yang sekarang dan yang tadi bagaikan dua orang yang berbeda.

Udara semakin lama terasa semakin panas, Tiffany Song tidak mampu melawannya, bibir telah dihisap olehnya hingga terasa kebas, seluruh dirinya menjadi begitu lemah dalam pelukannya, membiarkannya penyerbu dengan garang.

Lilin api menghasilkan bunyi sejenak, Tiffany Song menjadi kembali sadar, sepasang tangannya menahan dada sang pria, berkata dengan terengah-engah dan wajah memerah: "Puddingnya telah meleleh."

Taylor Shen menggelengkan kepala tersenyum tak berdaya, sang pria melepaskannya, membiarkannya melanjutkan makan, sang pria menjilat kelopak bibirnya sejenak, rasa manis itu masih tersisa di sela giginya, hatinya menjadi sangat lembut.

Sang wanita berada di sisi, langsung bisa tertangkap dengan hanya mengulurkan tangan, dan tidak akan kembali menjadi seperti kejadian beberapa hari lalu, yang tertangkap hanyalah udara kosong yang dingin, sungguh bagus!

Tiffany Song telah selesai makan cemilan, merona di wajahnya telah memudar, dia meletakkan sendoknya, menjilat bibirnya karena masih merasa belum puas, "Enak, hingga ingin menelan lidahku sekaligus."

"Sungguh begitu enak?" Taylor Shen menopang dagunya dengan satu tangan, dan satu tangannya lagi dibentangkan di kursi sang wanita, menatapnya dengan senyuman cemerlang.

Tiffany Song menganggukkan kepala, "Hmm, masih ingin makan."

"Lain kali akan kubuatkan lagi untukmu, sekarang......." Lubuk hati Taylor Shen terasa begitu puas dan bahagia, membuatkan cemilan untuk wanita tercinta, melihatnya makan sampai habis dengan senang, perasaan ini lebih gembira daripada menandatangani kontrak senilai triliunan, sang pria mendekatkan diri memeluknya, berkata: "Mari kita kembali ke kamar."

Tiffany Song telah mengerti maksudnya, batang telinganya seketika menjadi panas, kemudian ditarik oleh sang pria, dia dengan panik mengambil ponsel yang ada di atas meja, sedetik kemudian, sang wanita telah digendongnya, berjalan naik ke atas.

......Menikmati malam.

Keesokan harinya, Tiffany Song terbangun akibat deringan ponsel, dia mengulurkan tangan ke rak di samping tempat tidur dan meraba sembarangan, setelah berhasil meraba ponsel yang bergetar, dia meletakkannya ke samping telinga, berkata dengan suara yang masih kantuk: "Siapa?"

"Tiffany, akhirnya kamu mengaktifkan ponselmu, kamu sekarang di mana? Baik-baik saja? Kenapa tidak menghubungi mama?" Terdengar suara Callista Dong yang begitu riang dari ponsel, dia terus tidak bisa menghubunginya, pernah pergi mencari Taylor Shen, Taylor Shen juga tidak tahu kemana perginya dia, dia sangat mengkhawatirkannya, takut dia akan melakukan hal-hal bodoh.

Tiffany Song semalam tidak mampu menolak permohonan Taylor Shen, terakhir tetap melakukannya dengan sedikit enggan, namun hasilnya, dia malah menjadi semakin bersemangat, hingga hari hampir cerah, baru sang pria melepaskannya.

Mereka berdua, seakan-akan telah kembali ke keadaan sebelum foto di ranjang telah diunggah. Tapi apakah perasaan di hati bisa hilang sepenuhnya? Tiffany Song juga tidak tahu. Tapi melihat kepahitan Jennifer Li yang tidak bisa bersatu meskipun saling mencintai, dia berkata pada dirinya sendiri, hargailah orang yang ada di hadapan mata.

Mendengar suara Callista Dong, dia spontan langsung duduk, selimut bergulir jatuh tadi tubuh, bagian atas tubuhnya tak memakai apapun, di leher, dada, dan perutnya, telah penuh dengan bekas ciuman, terlihat jelas seberapa sengitnya pertarungan semalam.

Tiffany Song menarik selimut untuk menutupi badannya, memalingkan kepala melihat ke arah sisi ranjang yang satu lagi, di sana telah kosong, Taylor Shen harusnya telah pergi kerja. Tiffany Song berkata: "Aku baik-baik saja."

Entah kenapa, dia tetap tidak bisa merasa akrab dengan Callista Dong, mungkin karena sebelumnya pernah disakiti olehnya, makanya saat terjadi kejadian sebesar ini, dia lebih memilih untuk bersembunyi, dan tidak bersedia untuk mencarinya mendapat penghiburan.

Callista Dong mendengar suaranya yang sedikit dingin, berkata: "Tiffany, apakah aku boleh menemuimu? Aku sangat mengkhawatirkanmu beberapa hari ini, takut kamu akan melakukan hal bodoh. Dasar kamu, saat ada kejadian sebesar ini, kenapa tidak memberitahukan mama?"

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu