You Are My Soft Spot - Bab 373 Bercerai Tapi Tak Berpisah (1)

Stella Han pulang ke Vanke City dengan badan yang lelah, baru saja keluar dari lift, langsung terlihat satu orang tua dan satu anak kecil. Stella Han bergegas mengusap sudut mata yang basah, takut mereka menyadari dirinya pernah menangis.

Setelah menenangkan suasana hati, baru berjalan ke sana, sesakit apapun hatinya, wajahnya sudah memperlihatkan senyuman, "Kakek, Evelyn, kalian sudah menunggu lama ya, kenapa tidak meneleponku?"

Tuan besar Bo mengantar Evelyn pulang dengan tangannya sendiri, memegang tongkat, di wajah yang tua terlihat banyak kerutan, kepalanya penuh dengan rambut putih, tapi semangatnya malah sama seperti saat pertama kali bertemu, begitu berkobar.

Dia menggenggam tangan cicit perempuannya, memandang sang anak dengan tatapan penuh kasih sayang, jelas-jelas mata dirinya penuh dengan kepahitan, tapi tetap harus memaksakan senyuman di hadapan mereka, terlihat begitu memprihatinkan, sang kakek berkata: "Sudah lama tidak bertemu denganmu, makanya datang untuk melihatmu."

Hati Stella Han tertegun, di kediaman Keluarga Bo, selain Alfred Bo yang benar-benar memperlakukannya dengan baik, satunya lagi adalah Tuan Besar Bo. Dia benar-benar menganggapnya dan menyayanginya bagaikan cucu kandung sendiri, tapi pada akhirnya, dirinya harus mengecewakan harapan dia terhadap dirinya.

"Kakek, maaf, pekerjaanku belakangan ini sangat sibuk." Stella Han berbohong dengan sedih, dia bukanlah tidak ingin pergi melihatnya, hanya saja saat teringat dengan Nyonya Bo, dirinya langsung tidak ingin menapakkan kaki ke kediaman itu.

Tuan Besar Bo tidaklah membongkar kebohongannya, berkata dengan lembut: "Tidak masalah, kamu lakukan saja pekerjaanmu, asalkan dalam hatimu masih ingat bahwa kamu masih memilikiku sebagai kakekmu."

Hati Stella Han menjalar rasa sakit yang perih, meskipun kakek tua ini tahu dirinya dan Jordan Bo yang tidak saling cocok, tapi tetap berlapang dada terhadap dirinya, 7 tahun ini, sedikit aura galak pun tidak pernah dipancarkan terhadap dirinya.

Demi menyembunyikan suasana hatinya, dia mengeluarkan kunci membuka pintu, lalu mengundang kakek tua untuk masuk ke dalam. Tuan Besar Bo menarik Evelyn masuk ke dalam, Evelyn tetap tidak bersedia berbicara, mata yang biasanya sangat lincah pun sudah tak terdapat semangat, anak ini telah mengalami begitu banyak luka di tengah peperangan perceraian orang tuanya.

Stella Han menutup pintu, segera menyeduhkan teh, tahu bahwa Tuan Besar Bo suka minum teh Longjing, makanya rumahnya sering menyediakannya, khawatir kapan-kapan kalau dia sampai datang ke sini, dirinya malah tidak mampu menyeduhkan teh yang dia sukai.

Teh yang sudah dipersiapkan begitu lama, terkadang saat melihat tehnya telah kadarluarsa, dia akan membuangnya, lalu meminta teman untuk membawakan teh terbaik. Dulu Tuan Besar Bo tidak pernah datang ke tempatnya ini, Stella Han merasa teh ini tidak akan pernah berguna, tapi tidak pernah di sangka, suatu hari dirinya bisa menyeduhkan secangkir teh yang disukainya dalam rumah yang kecil ini.

Tuan Besar Bo menundukkan kepala melihat daun teh yang tenggelam ke dasar di dalam air mendidih, wajahnya terdapat senyuman, "Gadis, masih ingat Kakek menyukai teh Longjing ini?"

Tentu saja Stella Han mengingatnya, teh yang dibawa pulang oleh temannya, beberapa di antaranya pasti akan dikirimkan ke daerah militer untuk berbakti kepadanya, Tuan Besar Bo tidak memiliki hobbi lain, hanya ada ini.

Nyonya Bo sering mengatai Stella Han selalu menggunakan kelemahan ayah mertuanya, makanya membolehkan Stella Han berbuat sesuka hati, hingga mempermalukan gengsi Keluarga Bo tapi masih saja melindungi Stella Han.

"Yang Kakek sukai, aku selalu mengingatnya, takut lain kali, tidak akan memiliki kesempatan lagi......" Hati Stella Han merasa sedikit sedih, dan menghentikan ucapannya.

Tuan Besar Bo tentu saja mampu mengerti apa yang ingin dikatakannya, dia melihat cicit perempuannya, membuatnya pergi dari sini, agar tidak mendengar ucapan di antara orang dewasa. Setelah Evelyn telah pergi ke kamar, baru dia menghela napas, "Gadis, aku dulu masih ingat kita dulu mencari Jordan untuk memaksanya menikah, kalian pada saat itu harusnya belum bersama, Jordan berkata, tidak ada kata bercerai dalam kamusnya, hanya akan berpisah karena kematian. Dulu saat aku dan papamu mendengarnya, langsung merasa perasaannya padamu pasti begitu tulus, aku juga tidak menyangka kalian akan bertengkar sampai seperti ini sekarang, apakah benar-benar tidak bisa diperbaiki lagi?"

Stella Han menundukkan kepala, air mata di kelopak mata bergelombang, waktu selama 7 tahun, dia dan Jordan Bo memiliki hubungan yang tak jelas, sekarang seharusnya merupakan waktu untuk melepaskan tangan, Stella Han menganggukkan kepala, "Kakek, akulah yang tak beruntung untuk menjadi istrinya Jordan Bo, maaf, telah mengecewakan harapanmu terhadapku."

Tuan Besar Bo menggelengkan kepala, wajah menampilkan rasa sangat disayangkan, "Sudahlah, karena keputusanmu sudah bulat, Kakek pun tidak akan memaksamu, hanya saja apakah kamu benar-benar tidak akan menyesal setelah kehilangan Jordan yang merupakan pria sebaik ini?"

Rasa sakit di wajah Stella Han semakin bertambah, mungkin akan menyesal, kalau tidak, saat turun dari mobilnya sore tadi, dirinya tidak akan menangis tersedu-sedu seperti itu, seorang pria yang dia cintai tapi tidak ingin dia dekati, karena dirinya tahu, semakin dekatnya mereka, maka pasti akan semakin saling menyakiti, sedangkan dirinya, sudah tidak mampu bertahan lagi.

Tuan Besar Bo melihat rasa sakit di wajahnya yang terlihat semakin jelas, menghela napas panjang, oh anak muda, memang sering saling berulah, tapi saling berpisah pun bagus juga, dengan berpisah baru bisa melihat isi hati masing-masing dengan jelas.

Tuan Besar Bo menarik tisu untuknya, sesaat kemudian, baru suasana hatinya kembali tenang, berkata: "Gadis, pergi buatkanlah makanan untuk Kakek, lain kali mungkin Kakek sudah akan sangat sulit untuk bisa memakan makanan buatanmu.

Satu kalimat ini, kembali membuat hati Stella Han merasa sakit, kemudian segera mengusap air mata, sambil menyetujuinya, sambil membalikkan badan berjalan ke dapur.

Tuan Besar Bo duduk di sofa, melihat sosok tubuh yang sedang menyibukkan diri di dapur, dia berdiri, mengamati apartemen ini. Kalau dihitung-hitung, ini adalah pertama kalinya dia masuk ke sini, di sini terdapat penampilan ala seorang gadis, berbeda dengan vila Halley City, yang akan langsung merasakan hawa dingin saat baru masuk ke dalam.

Dia mengamatinya sejenak, lalu terdengar suara tangisan yang kecil, dia mengerutkan kening, melihat ke arah kamar yang tertutup rapat. Bocah itu, sebelumnya datang mencarinya dengan tangisan di wajah untuk meminta jalan keluar, sekarang tetap tidak mampu menghalangi perceraian di antara orang tuanya.

Tuan Besar Bo harus berpikir baik-baik, bagaimana caranya untuk membuat bocah ini mampu menerima kenyataan?

Tuan Besar Bo dengan perlahan berjalan ke sana, hingga tiba di depan pintu kamar, ajaran etika yang baik bahkan membuatnya harus mengetuk pintu sebelum hendak memasuki kamar cicit perempuannya, meskipun anak ini baru saja berumur 6 tahun.

Suara ketukan pintu terdengar, suara tangisan di dalam mendadak berhenti, Tuan Besar Bo membayangkan bocah itu saat ini pasti sedang buru-buru mengusap air matanya, spontan merasa sedih. Dari dulu-dulu, dalam perceraian di antara orang tua, yang biasanya terluka adalah anak kecil.

Sesaat kemudian, pintu telah terbuka sedikit celah, memperlihatkan sepasang mata yang basah, sangat mirip dengan matanya Jordan Bo, memandangnya dengan ketakutan, membuat hatinya yang tua menjadi hancur.

Melihat orang di luar adalah kakek buyutnya, mata sang bocah berkedip, air mata secara tanpa sadar mengalir ke bawah. Dia tidak mengerti, Jacob Shen yang penurut disayangi oleh papa dan mamanya, kenapa dirinya yang begitu penurut seperti ini, papa dan mamanya tetap ingin bercerai?

Tuan Besar Bo membuka pintu dan masuk, mengulurkan tangan menutup pintu, menarik tangannya bocah kecil berjalan ke samping ranjang, keduanya duduk bersama, dia mengamati dekorasi di dalam kamar, kamar khas tuan putri yang berwarna merah muda, tertempel gambar musang di dinding, Baymax dan berbagai hewan yang aneh lainnya, dengar-dengar, semua ini merupakan pria hangat di dalam film.

Hati anak ini, tetap mengharapkan kehangatan.

Tapi apa boleh buat dia memiliki orang tua yang sama-sama keras kepala, ini sungguh telah menyengsarakannya.

Tuan Besar Bo menarik pandangannya kembali, tertuju pada tubuh yang mungil, mengulurkan tangan menggenggam tangannya, tangan yang penuh dengan kerutan menyelimuti tangan mungil itu, berkata dengan begitu kesulitan: "Anak, kabulkanlah mereka."

"Kakek Buyut......" Evelyn menangis tersedu-sedu, bahkan Kakek Buyut pun telah menyerah, papa mamanya tidak akan bisa kembali bersama lagi, dia menangis keras, "Kakek Buyut, kamu pernah bilang akan membantuku."

Tuan Besar Bo merasa sangat sesak, mata yang sayu mulai terdapat air mata, dia tidak pernah berhati lembut saat membunuh musuh di medan perang, terus membunuh hingga matanya memerah dan melihat mayat yang bertebaran di mana-mana, dia tidak pernah merasa takut, apalagi sampai mengalirkan air mata. Saat ini hatinya malah hancur berkeping-keping harena suara tangisan bocah kecil ini.

"Evelyn, sudah tak ada cara lagi."

Evelyn tidak mengidap penyakit depresi, dia tidak mampu berbicara, adalah taktik yang diajarkan olehnya, melihat anak ini setiap harinya terus diam tak bersuara, bagaikan burung yang sayapnya di patahkan, wajahnya malah penuh dengan kemurungan di usianya yang seperti ini, Tuan Besar Bo benar-benar tak tega.

Anak ini ingin melakukan beberapa usaha agar orang tuanya bisa bersama, makanya dia mengabulkannya.

Tuan Besar Bo berpikir, demi anak ini, pertengkaran sepasang suami istri ini seharusnya akan berakhir, tapi dirinya telah meremehkan luka di hati mereka yang diakibatkan oleh waktu, itu merupakan suatu hal yang tidak bisa diubah oleh siapa pun, kecuali mereka sendirilah yang telah mengerti.

Sekarang saat melihat Stella Han begitu kesakitan, dirinya tidak lagi bisa duduk berdiam diri saja, bercerailah, dia pun akan tenang setelah bercerai.

"Kakek Buyut, aku tidak ingin hidup dalam kehidupan ada papa tanpa mama, ataupun kehidupan ada mama tanpa papa, Kakek Buyut, pikirkanlah lagi cara lain, kamu begitu pintar, pasti masih ada cara untuk membantuku, benar bukan? Evelyn dengan paniknya menggenggam tangan kakek buyutnya, seakan-akan sedang menggenggam benang jerami penyelamat, dia tidak ingin mereka bercerai, tidak ingin mereka saling menjadi orang asing.

Tangan Tuan Besar Bo yang lain memegangnya, menggenggam tangan sang anak yang mungil, berkata: "Evelyn, Kakek Buyut bercerita untukmu, dahulu kala ada dua ekor landak, mereka telah saling mencintai, tapi siapa pun tidak bersedia melepaskan duri di badan, jadi saat mereka saling berdekatan, mereka akan saling menyakiti satu sama lain. Meskipun telah saling menyakiti, tapi tetap saja tak tertahankan untuk saling mendekati, lalu suatu hari, salah satu ekor landak sudah tak tahan terhadap rasa sakit seperti ini, dan mati karena kehilangan darah terlalu banyak."

Evelyn memandang kakek buyutnya dengan bingung, tidak mengerti, "Tapi Kakek Buyut, papa dan mama adalah manusia, bukan landak."

"......" Tuan Besar Bo menyadari, cerita ini terlalu bersifat kiasan, Evelyn belum tentu bisa mengerti, dia mengganti cara lain, berkata: "Papa dan mamamu bukanlah landak, tapi malah lebih keras kepala dibandingkan dengan landak, duri mereka tumbuh di dalam hati, kalau mereka tidak berpisah, maka pasti akan saling bertengkar tanpa henti untuk selamanya, Evelyn, saat melihat mamamu mengalirkan air mata, kamu sedih tidak?"

"Tapi kalau pergi meninggalkan papa, apakah mama tidak akan menangis?" Evelyn bertanya kebingungan.

"Dengan begitu, dia akan mampu melihat hati dan perasaannya sendiri dengan jelas, Evelyn, manusia sangat rumit, kalau tidak kehilangan, mereka tidak akan pernah menyadari perasaan yang tumbuh dalam lubuk hati. Kalau kamu ingin membuat papa dan mamamu bersama, maka jangan membuat mereka berdua kembali merasa sakit, asalkan tidak merasa sakit, baru mereka bisa memiliki kesempatan untuk bersama." Tuan Besar Bo menghela napas.

Evelyn tetap tidak sepenuhnya mengerti, "Tapi Kakek Buyut, bagaimana kalau papa menikahi orang lain setelah kehilangan mama? Aku telah melihat berita papa membawa seorang wanita pergi memesan kamar hotel dari koran, apakah dia ingin mencari ibu tiri untuk Evelyn?"

"Memangnya dia berani!" Tuan Besar Bo dengan keras menghentakkan tongkatnya, keputusan Stella Han yang begitu tegas untuk bercerai, pasti berhubungan dengan si keparat yang tak mampu mengendalikan gairah tubuh bagian bawahnya. Setelah hal ini muncul, dia tidak berani keluar rumah selama beberapa hari. Peraturan di Keluarga Bo begitu ketat, tapi malah kehilangan muka karena onar dari istri cucunya yang tak berpengalaman banyak, sekarang malah kembali ditusuk oleh si keparat itu hingga kacau.

Dia keluar dari markas, banyak ditertawakan oleh para orang tua itu!

Evelyn merasa ketakutan hingga menyusutkan leher, asalkan mendengar Kakek Buyutnya mengatakan tidak akan membiarkan papanya mencarikan ibu tiri untuknya, dia langsung merasa tenang. Tuan Besar Bo melihat cicit perempuannya yang terlihat terkejut, dia langsung mengelus kepalanya dengan lembut untuk menenangkannya.

Malam hari itu juga, Tuan Besar Bo makan malam di Vanke City, Stella Han menelepon tentara pengawal, menyuruh mereka untuk menjemput kakek pulang. Sebelum kakek pergi, dia melihat Stella Han dengan mendalam sejenak, pandangan mata itu mengandung rasa tidak rela, kemudian, kakek bertopang pada tongkat dan berjalan pergi.

Stella Han mengantarnya sampai ke lift, melihat pintu lift tertutup secara perlahan-lahan, dan nomor di lift mulai hitung mundur, air mata di kelopak matanya mengalir keluar. Stella Han kembali ke apartemen, saat membereskan meja, Evelyn keluar, dia berdiri di samping meja makan, bagaikan orang dewasa mungil, melihatnya dengan serius, "Mama, aku tidak akan menghalangimu bercerai dengan papa lagi."

Hati Stella Han tercengang, piring di tangan tergelincir ke bawah, seketika langsung pecah berkeping-keping, tidak takut kepingan pecahan akan melukai kakinya, dengan cepat berlari ke hadapan Everlyn, berjongkok di depannya, melihatnya dengan sangat gembira, "Evelyn, sudah bisa berbicara, kamu akhirnya mulai berbicara."

Evelyn melihat ekspresi mamanya yang begitu gembira, air matanya pun mulai mengalir keluar, dia menyerbu masuk dalam pelukannya, memeluknya dengan erat, bagaikan seorang dewi kecil, berkata dengan pengertian: "Mama, aku tidak ingin membuatmu terluka, bercerailah dengan papa."

Air mata Stella Han mengalir deras bagaikan hujan, saat mendengar sang anak akhirnya bersedia menerima perceraian mereka, hatinya sakit bagaikan di sayat pisau, Evelyn, maaf, mama bersalah padamu, hingga memaksamu menjadi seperti ini, mama jamin padamu, meskipun telah bercerai, mama tidak akan membiarkanmu kekurangan cinta seorang ibu ataupun cinta seorang ayah sedikit pun.

Novel Terkait

After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu