You Are My Soft Spot - Bab 137 Jangan Sok-Sokan Manja untuk Berbuat Tidak Senonoh (3)

Waktu sudah berlalu cukup lama, namun kemarahan Tiffany Song pada Taylor Shen masih belum padam juga. Mereka sudah “perang dingin” beberapa hari. Lebih tepatnya, Tiffany Song lah yang “perang dingin” pada Taylor Shen. Barang hanya untuk melihat sosok pria itu saja ia tidak mau.

Setiap malam sehabis makan, Tiffany Song segera masuk ke kamar. Ia yakin sekali ia sudah mengunci pintu kamarnya, tetapi tiap tengah malam Taylor Shen selalu saja berhasil masuk kamarnya dan tidur di lantai. Tiffany Song agak jengkel dengan polanya. Jelas-jelas kamar di vila ada banyak, mengapa harus memaksakan diri tidur di lantai kamarnya sih?

Beberapa hari ini percakapan di antara mereka tidak banyak. Rata-rata hanya Taylor Shen yang bicara sendiri tanpa ditanggapi oleh Tiffany Song. Taylor Shen tidak peduli diabaikan begitu. Tiffany Song sebenarnya sesekali merasa kemarahannya agak kelewatan, tetapi ia benar-benar tidak mau memaafkan pria itu dengan mudah.

Akhir bulan tiba. Malam ini, Taylor Shen tidak ingin menunggu Tiffany Song tidur dan masuk ke kamarnya diam-diam. Sehabis makan, melihat Tiffany Song meletakkan sumpitnya di mangkuk tanda selesai makan, Taylor Shen ikut meletakkan sumpitnya juga. Ia kemudian membuntuti wanita itu naik ke atas.

Tiffany Song berjalan cepat sekali seperti sedang dikejar hantu. Ia akhirnya tiba di kamar tidur utama. Begitu ia mau menutup dan mengunci pintu kamarnya, sebuah tangan menghalangi pintu itu. Taylor Shen menatapnya dalam-dalam, “Tiffany Song, aku ingin berbicara sesuatu denganmu.”

Tiffany Song berusaha keras menutup pintu, tetapi apalah dayanya menghadapi kekuatan Taylor Shen? Ia menanggapi acuh tidak acuh, “Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Lepas tanganmu!”

Taylor Shen tidak mengindahkan kata-katanya. Pria itu malah mendorong pintu dengan lebih kencang lagi dan memaksa masuk. Tiffany Song ingin melangkah mundur, tetapi Taylor Shen lebih cepat sepersekian detik darinya. Kini kedua tangan pria itu sudah tertambat di pinggangnya. Taylor Shen menyandarkan Tiffany Song di tembok lalu menutup pintu dengan menendangnya.

Suasana kamar langsung berubah menegangkan. Jantung Tiffany Song berdebar kencang, udara yang ia hirup dipenuhi bau tubuh Taylor Shen. Ia menggoyang-goyangkan kepalanya menghindari wajah Taylor Shen.

Taylor Shen menunduk dan menaruh dagunya di bahu Tiffany Song. Nafasnya yang semakin lama semakin memburu kini bisa Tiffany Song rasakan di leher. Jantung Tiffany Song berdebar makin kencang. Darahnya seperti naik ke ubun-ubun dan mau meledak saking ketakutannya.

“Taylor Shen, lepaskan aku.” Tiffany Song sangat panik. Mereka tidak pernah bertempelan sedekat ini sejak “perang dingin”. Kini, mereka bertempelan luar biasa dekat sampai ia saja bisa merasakan detak jantung Taylor Shen.

Taylor Shen tidak mau melepaskannya dan malah memeluknya lebih erat lagi. Ia biarkan sekujur tubuhnya menempel pada tubuh Tiffany Song. Ia lalu tersenyum kecut dan berujar, “Tiffany Song, waktu itu aku terlalu kelewatan.”

Sekujur tubuh Tiffany Song gemetar. Matanya membelalak. Selama “perang dingin” beberapa hari ini, ia memang selalu mendiamkan Taylor Shen dan merasa geram begitu melihatnya. Meski begitu, setiap terbangun malam hari, melihat pria itu tertidur di lantai kamarnya, ia sebenarnya merasa sangat tenteram.

Sekali pun mereka tengah bertengkar dan “berperang dingin”, Taylor Shen tetap diam-diam berada di sisinya. Bukankah sesimpel ini cinta yang ia idam-idamkan? Dan bukannya kata-kata penyesalan barusan juga yang ia ingin dengar dari bibir Taylor Shen?

Taylor Shen barusan memang mengungkapkan penyesalan, tetapi dari raut wajahnya ia tidak terlihat menyesal sama sekali. Jangan sampai ia terbuai oleh kata-katanya ini.

Tiffany Song merasa ia memang jenis wanita yang mudah terbuai oleh kata-kata manis. Ia jelas-jelas benci Taylor Shen setengah mati, masa hanya dengan mendengar satu kalimat penyesalannya saja ia akan langsung memaafkannya? Tiffany Song menekan dada Taylor Shen dengan kedua punggung lengannya. Ia ingin mencari kembali kemarahan yang barusan hampir lepas darinya.

“Aku benci kamu, aku benci kamu! Kamu sangat kasar padaku, masa kamu berharap aku memaafkanku hanya dengan satu kalimat penyesalan? Aku tidak punya pintu maaf untukmu!”

Taylor Shen membiarkan Tiffany Song menonjok-nonjok dadanya berulang-ulang untuk melampiaskan kemarahan. Pukulan Tiffany Song tidak terasa apa-apa baginya, jadi santai saja. Kalau kamu masih marah, silahkan lampiaskanlah.

Beberapa saat kemudian, Tiffany Song sudah kelelahan. Wanita itu membungkuk sambil menarik dan membuang nafas dengan cepat. Tiffany Song kemudian berujar dengan sedikit kesal, “Ototmu mengapa sekeras ini sih? Tanganku sampai ngilu begini.”

Taylor Shen tidak tahu harus tertawa atau bagaimana. Ia memegang tangan Tiffany Song lalu memijat-mijatnya dengan lembut, “Aku minta maaf ya. Mulai hari ini, supaya kamu gampang memukuliku, aku tidak akan pergi gym lagi.”

Sekarang giliran Tiffany Song yang tidak tahu harus menanggapi apa. Ia melepaskan tangannya dari tangan Taylor Shen lalu berjalan tergopoh-gopoh ke sisi ranjang dan duduk. Ia berujar: “Seekali lagi kamu bertindak seenaknya padaku, aku hukum kamu menari balet pakai sepatu hak tinggi.”

Taylor Shen geli sendiri membayangkan adegan menari balet pakai sepatu hak tinggi. Ia menghampiri Tiffany Song dan memeluknya, “Tidak marah lagi kan?”

“Tidak. Aku tidak sekurang kerjaan itu, masa tiap hari isinya marah doang,” jawab Tiffany Song. Bibi Lan dua hari ini selalu membujuknya untuk memaafkan Taylor Shen. Jelas-jelas Taylor Shen yang mulai, mengapa Bibi Lan malah memperlakukannya seolah ia yang salah? Ia benar-benar geram dengan hal ini.

Tetapi ada satu kalimat Bibi Lan yang masuk ke otaknya. Di vila ini, ada satu wanita lagi yang sedang mengamati Taylor Shen lekat-lekat dan menunggu momen yang tepat untuk menerkamnya. Kalau Tiffany Song tidak mau Taylor Shen lepas ke pelukan wanita itu, ia harus belajar memaafkannya.

Hati Taylor Shen bahagia tidak terkira. Ia mendudukkan Tiffany Song di pangkuannya, lalu mengelus-elus wajahnya. Ia kemudian mengecup perlahan bibir wanita itu. Wajah Tiffany Song memerah, ia mengusap-usap bibirnya dengan tangan. Ia kemudian protes: "Aduh, ludahmu kotor begini malah cium-cium bibir orang."

“Meledekku kotor ya?” Sepasang mata Taylor Shen terlihat sangat intimidatif. Baru Tiffany Song mau mengangguk, Taylor Shen sudah melanjutkan kalimatnya: “Itu masih belum cukup, sini tambah lagi.”

“Huh!” Diberi bercandaan seperti itu malah membuat jantung Tiffany Song berdebar kencang. Ia sangat gugup menatap pria yang menempatkan wajah tampannya sangat dekat dengan dirinya ini.

Hari itu, ketika Taylor Shen memaksanya berhubungan seks, ia sungguh berharap pria ini selamanya lenyap dari pandangannya. Tetapi, hanya dalam beberapa hari, kebencian itu bisa dengan cepat memudar.

Mungkin memang inilah yang dinamakan cinta. Saat marah, inginnya tidak bertemu lagi seumur hidup. Saat sudah baikan, mau bermanja-manjaan sebanyak apa pun tidak akan cukup rasanya.

Setelah beberapa hari tidak mencium Tiffany Song, sekalinya bisa menciumnya kembali, Taylor Shen merasa sungguh bernafsu dan nikmat. Bibir Tiffany Song lembut dan tipis. Sebanyak apa pun ia menciuminya, ia tidak pernah merasa cukup.

Tiffany Song bisa merasakan kelembutan dalam perilaku Taylor Shen kali ini. Pria ini tidak kasar seperti saat menghukumnya beberapa hari yng lalu. Sisa-sisa kekesalan Tiffany Song padanya pun lenyap tidak bersisa.

Tiffany Song memejamkan mata dalam-dalam dan membiarkan dirinya larut dalam cinta Taylor Shen.

Taylor Shen mendorongnya ke ranjang. Ciuman pria itu semakin lama semakin agresif. Ia nampak seperti ingin menelan Tiffany Song utuh-utuh. Tiffany Song jadi panik karena bibir dan lidahnya semakin lama semakin terasa tidak nyaman.

Teringat kejadian beberapa hari lalu, Tiffany Song mulai ketakutan sendiri. Untungnya, ketika ia ingin meminta Taylor Shen untuk berhenti, pria itu sudah duluan berhenti. Taylor Shen memasangkan kembali pakaian Tiffany Song yang sudah ia acak-acak. Melihat wajah wanita itu masih kemerah-merahan, ia senyum-senyum sendiri. Bibir Tiffany Song masih megap-megap seolah masih menikmati ciuman yang dihadiahkan Taylor Shen barusan. Pria itu pun mengelus-elus pipinya sambil tersenyum tipis: “Masih larut dalam kenikmatan ya?”

Tiffany Song kesal diledek begitu. Ia mengangkat kaki kirinya dan menendangkannya ke perut Taylor Shen. Karena tidak siap, Taylor Shen terkapar di lantai sambil meringis kesakitan. Melihat Taylor Shen kesakitan, Tiffany Song tertawa terbahak-bahak, “Itulah konsekuensinya kalau menertawaiku!”

Taylor Shen tidak buru-buru bangkit berdiri. Ia menaruh kedua tangannya di belakang kepala, lalu menaikkan satu kakinya di atas satu kaki yang lainnya. Sambil menggoyang-goyangkan kaki yang berada di atas, ia berujar: “Sayang, aku sudah berbaring nih. Siahkan timpa.”

Balasan yang Taylor Shen terima adalah lemparan guling. Guling itu menimpa wajah Taylor Shen dengan kencang sampai ia geram sendiri.

Tiffany Song tetap berbaring di ranjang tanpa memedulikan Taylor Shen. Tidak lama kemudian, pria yang terbaring di lantai itu naik ke kasur. Ia mengelus-elus leher Tiffany Song, “Sayang, kan kamu sudah tidak marah lagi nih, malam ini kita tidur bareng di ranjang lagi ya. Di lantai terlalu dingin dan keras.”

Taylor Shen mengelus-elus berbagai bagian tubuhnya sampai menyentuh titik sensitifnya. Wajah Tiffany Song langsung merah karena gusar. Ia marah: “Sejak kapan kamu perlu mohon-mohon ke aku untuk balik tidur di ranjang? Taylor Shen, jangan sok-sokan manja untuk berbuat tidak senonoh ya.”

Taylor Shen memendamkan kepalanya di dada Tiffany Song, menarik nafas panjang-panjang, lalu baru menarik kepalanya keluar. Ia berujar manja, “Ya sudah aku janji tidak berbuat yang tidak-tidak. Boleh ya kita tidur bareng lagi?”

“Kamu menyebalkan sekali. Kamu mau tidur di mana ya tidurlah, tidak usah tanya-tanya aku.” Tiffany Song menutupi wajah dengan guling. Ini orang benar-benar bodoh atau pura-pura bodoh saja sih? Ia kan jadi canggung sendiri kalau begini caranya.

Strategi Taylor Shen berhasil. Ia tersenyum lebar-lebar lalu berujar lembut: “Aku mandi dulu. Kamu tunggu aku di kasur ya.”

“......”

Setelah berbaikan dengan Tiffany Song, hal pertama yang Taylor Shen lakukan adalah menemaninya ke rumah sakit untuk menjalani konsultasi lanjutan. Hasil scan menyatakan kaki kiri Tiffany Song sudah pulih, jadi gypsumnya bisa dilepas. Setelah gypsum dilepas, dokter memberi kaki Tiffany Song obat dan kembali membungkusnya dengan sebuah perban.

Tiffany Song dibuat bete oleh bekas luka yang cukup panjang di kakinya, “Aku nanti-nanti tidak mau pakai celana pendek lagi deh. Ini bekas lukanya jelek sekali.”

Taylr Shen berjongkok di sebelahnya. Melihat Tiffany Song bersedih, ia berujar: “Tiffany Song, semua luka yang ada di tubuh kita adalah hadiah dari langit. Kamu tidak usah pedulikan luka itu. Itu bukti bahwa kamu dilindungi, bukti bahwa kamu selamat dari tragedi yang bisa saja merenggut nyawamu.”

Tiffany Song tidak tertarik mendengarkan bujukan Taylor Shen. Ia fokus mengamati satu lukanya itu. Ia kemudian baru sadar lukanya ada dua dan bukan satu, sebab di kepala ada luka juga. Ia jadi makin kesal.

Taylor Shen tidak bisa memahami ketidaksukaan seorang wanita pada luka di tubuhnya. Bagi pria, luka itu malah symbol keperkasaan. Sepanjang perjalanan pulang, wajah Tiffany Song terus saja cemberut.

Taylor Shen mencoba memikirkan cara untuk mengalihkan perhatiannya. Sambil tetap menatap jalan, ia berujar: “Tiffany Song, Wayne Shen lusa menikah, kamu ikut aku hadir ya.”

Perhatian Tiffany Song jelas teralihkan oleh kabar mengagetkan ini. Ia menoleh ke Taylor Shen lalu bertanya antusias: “Wayne Shen mau menikah? Dengan Jennifer Li pasti?”

Mulut Taylor Shen menganga, ia baru sadar ia sudah memulai percakapan ini dengan tidak tepat. Ia menggeleng, “Tidak, dengan Angela He.”

“Oh gitu.” Perasaan Tiffany Song langsung campur aduk sampai ia sendiri tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan dengan kata-kata. Jennifer Li dan Wayne Shen sangat saling mencintai satu sama lain, mengapa akhirnya malah menyedihkan begini?

Ia tiba-tiba teringat kertas nasib yang ia dan Jennifer Li ambil di White Horse Temple dulu. Mereka saat itu berdoa agar kertas yang mereka ambil tidak menjadi kenyataan, tetapi sepertinya takdir tidak menghiraukan doa mereka. Ditinggal menikah oleh Wayne Shen yang sangat dicintainya, Jennifer Li sekarang sesedih apa ya?

“Tiffany Song, temani aku hadir ya. Aku ingin memperkenalkanmu sebagai calon istriku sekaligus calon kakak ipar Wayne Shen pada orang-orang.”

Hati Tiffany Song masih kacau. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa Jennifer Li dan Wayne Shen sangat saling mencintai namun pada akhirnya tidak jadi menikah. Ini benar-benar tragis seperti kisah-kisah yang ada di sinetron.

“Kalau aku hadir, Jennifer Li nanti jadi tidak suka denganku tidak?” Wayne Shen adalah pria yang paling dicintai Jennifer Li. Ia bahkan rela menyeberangi laut untuknya. Sayang, mengapa hasil akhirnya tidak sesuai yang mereka harapkan?

“Tiffany Song, aku tahu kamu kasihan dengan Jennifer Li, tetapi ia tidak mungkin jadi tidak suka denganmu kok. Kamu jangan berpikir yang macam-macam,” ujar Taylor Shen berusaha menenangkan sambil mengelus-elus punggung tangannya.

Tiffany Song membuang nafas panjang. Taylor Shen sungguh tidak paham alasan ia masih cemberut. Ada beberapa hal yang belum dimulai saja sudah tertulis akhirannya. Apa mereka akan benar-benar tidak bisa balikan lagi?

Novel Terkait

 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu