Istri ke-7 - Bab 247 Berpisah (4)

Setelah membantu Claudius membasuh tubuh, Josephine menyelimuti tubuhnya, saat ia berbalik untuk membuang air dalam ember itu, baru ia menyadari kehadiran Henry yang entah sejak kapan berada di belakangnya.

"Tuan Qiao," panggilnya, kemudian pergi melewatinya, setelah membuang air kotor itu ia keluar.

Henry memperhatikannya, dengan tenang bertanya, "Apakah kau biasanya selalu merawatnya dengan sepenuh hati begini?"

Josephine bingung mengapa ia menanyakan itu, ia pun mengangguk dan menjawab, "Ini sudah sepatutnya kulakukan."

Henry mengangguk, lalu tertawa pelan dan berkata, "Aku suka wanita yang bertanggung jawab sepertimu ini."

Josephine merasa canggung mendengarnya, Henry tertawa dan berkata lagi, "Tenang saja, aku bukannya diam-diam mencintaimu."

Henry berjalan ke sisi ranjang dan melihat tubuh Claudius, ia tak berkata apa-apa lagi, langsung berbalik dan keluar.

"Tuan Qiao," panggil Josephine.

Henry sepertinya tahu apayang mau ia tanyakan, ia menjawab tanpa menoleh, "Penyakit Claudius sedang membaik, tenang saja."

"Aku tahu, aku ingin mengatakan sesuatu padamu," ujar Josephine.

Wajah Claudius terlihat semakin baik, ia mengetahuinya, mungkin Claudius akan sadar tidak lama lagi, asalkan Henry bersedia!

Ia berjalan ke arah teras, Henry mengikutinya dan mengejeknya, "Ada apa? Apakah ada sesuatu yang tidak berani kau katakan di depan Claudius?"

Josephine menghirup napas, menenangkan rasa sakit di hatinya, kemudian menatapnya dan berkata, "Apakah asalkan aku pergi, Claudius akan sadar, dan Susi bisa kembali bebas?"

Henry mengangguk, "Benar, Claudius bisa sadar kapanpun juga, mengenai Susi... Tenang saja, ia juga akan bebas."

Sebenarnya ia mengurung Susi seutuhnya demi dirinya sendiri, tak peduli Josephine pergi ke luar negeri atau tidak, cepat atau lambat ia akan melepaskan Susi.

Kamar di mansionnya hampir semua sudah dihancurkan oleh Susi, kalau tidak melepaskannya, mungkin ia benar-benar akan meruntuhkan rumah.

Tetapi Josephine terus menyalahkan diri sendiri, mengira bahwa Susi dikurung karenanya, demi memaksanya pergi, saat ini ia merasa hatinya bagaikan terbebani oleh sebongkah batu besar, sakitnya hingga tidak bisa bernapas.

Ia terus menunda, terus menghindar, ia hanya ingin tinggal lebih lama di sisi Claudius, namun Claudius sudah tak sadarkan diri selama 1 bulan, ia tak bisa membiarkannya terus seperti ini, ia ingin Claudius sadar, dan harga yang harus dibayarkan agar ia sadar adalah...

Josephine terisak sedih, ia berkata, "Baiklah, kalau begitu 3 hari lagi aku akan ke luar negeri bersama Marco, semoga kau bisa menaati perjanjian ini, buat Claudius sadar secepatnya, dan biarkan Susi bebas secepatnya."

"Tentu," ujar Henry mengangguk.

-----

Waktu 3 hari tidaklah panjang, setelah berjaga di sisi ranjang Claudius selama 2 hari 2 malam, Josephine terpaksa menghadapi kenyataan, besok adalah saat baginya untuk ke luar negeri bersama Marco.

Ini akan menjadi malam terakhirnya menemani Claudius, ia harap waktu bisa berlalu lebih lambat, namun ia juga berharap sebaliknya waktu bisa berjalan lebih cepat, dengan begitu Claudius bisa lebih cepat sadar.

Ia menggenggam tangan Claudius dan menyandarkan kepalanya di ranjang Claudius semalaman, hingga jam bekernya berbunyi dan membangunkannya dari mimpinya, masih ada 2 jam menuju jam boarding, ia duduk perlahan-lahan, lalu mematikan bekernya.

"Claudius, selamat pagi..." Ujarnya sambil mengelus lengannya yang mati rasa, lalu menyondongkan tubuhnya ke arah Claudius dan menciumnya lembut, ia berkata sambil tersenyum, "Apa kau ingat? Ini adalah malam terakhirku menemanimu, selanjutnya tidak akan ada orang yang peduli dan berjaga di sini menemanimu. Jadi kau harus baik-baik saja, jangan sampai terjadi apa-apa, ya?"

Ia berjalan ke arah kamar mandi dan mandi, lalu berganti pakaian yang bersih, baru ia kembali lagi ke samping Claudius, ia mengusap wajah Claudius dan berkata, "Claudius, apa kau ingat kata-kataku kemarin malam? Mungkin setelah kau sadar kali ini, kau tidak akan perlu menderita lagi, kau bisa hidup seperti orang normal."

"Em... Setelah kamu sadar, hal pertama yang harus kau lakukan adalah menjaga kesehatan baik-baik, lalu rebut kembali perusahaan dengan Asisten Yan, tapi kau tidak boleh gegabah, jangan membuat diri sendiri dalam masalah seperti Sally, ya. Kalau perusaahan sudah kau rebut kembali, carilah wanita yang lebih baik dan menikahlah, lahirkan seorang anak, untuk memperbesar keluarga Chen. Mengenai Jesslyn, aku tahu kau tidak rela kehilangan dia, tenang saja, tunggu sampai semua masalah keluarga Chen selesai, aku pasti akan mengantarkannya kembali. Tapi kau harus menyanggupiku 1 hal, kau harus mencarikannya seorang ibu tiri yang baik, kau harus merawatnya sampai besar bagaikan seorang putri."

"Dan lagi..." Ujar Josephine sambil mengusap air mata yang tak sengaja mengalir di wajahnya, "Setelah sadar, kalau kau tidak melihatku, jangan panik, kalau kau membahayakan kesehatanmu karena marah, maka sia-sia aku dan Jesslyn melakukan semua ini. Ingat ya, kaulah yang memberikan nyawa pada Jesslyn, kalau kau tidak menjaga kesehatanmu, aku dan Jesslyn akan sangat amat sedih. Em... Kemarin malam Jesslyn sudah berpamitan denganmu, hari ini aku tidak memperbolehkannya kemari, kalau tidak kita akan ketinggalan pesawat."

"Dan terakhir... Claudius, lupakan aku, jaga kesehatan... Selamat tinggal..." Kata Josephine sambil mengusap air matanya, lalu menunduk mencium kening Claudius.

Ini adalah ciuman perpisahan darinya, adalah ciuman terakhir sepanjang hidupnya.

Ia memejamkan mata, air mata yang susah payah dihapusnya itu kembali memenuhi matanya, dan mengalir ke ujung bibirnya.

Josephine tidak rela melepaskan tangannya, ia berdiri, ia tak bisa lagi mengendalikan air mata yang membanjiri wajahnya...

Setelah melalui berbagai hujan dan badai, tak disangka, akhir dari penantiannya tetap adalah perpisahan!

Tak bertemu selamanya... Bisa-bisanya tidak akan bertemu lagi seumur hidup!

Pagi-pagi sekali, Marco sudah berangkat ke bandara bersama Jesslyn, saat melewati pintu gerbang Perusahaan Besar Chen, ia meminta Paman Liu berhenti sebentar, ia pun mengunjungi kafe di dalam perusahaan.

Asisten Yan dengan begitu cepat sampai di sana, ia mengamati Marco dan berkata sambil tersenyum, "Tuan Qiao, ada perlu apa mencariku?"

Marco menatapnya lalu menggeleng, ia berkata, "Bukan sesuatu yang penting. Aku hanya mau berpamitan denganmu."

"Sudah memutuskan untuk ke Inggris?"

"Iya, aku mau pergi," jawab Marco, "Aku rasa aku harus berpamitan dengan resmi padamu. Sekalian berterima kasih karena kau sudah menjagaku waktu itu."

"Sebenarnya tidak perlu repot-repot begitu, kita kan teman."

"Justru karena kita teman, makanya aku malah harus berpamitan dengan baik."

Asisten Yan memandangnya dan tersenyum. "Baiklah kalau begitu, karena kau begitu tulus, aku doakan perjalananmu lancar, semoga kau dan Nyonya Bai... baik-baik saja."

Kalimat belakang itu sebenarnya tidak ingin ia ucapkan, bagaimanapun ia tidak mendukung Marco untuk merebut Josephine dari sisi Claudius. Hanya saja ini adalah pilihan terakhir Marco. Ia juga tak enak untuk mengatakan apa-apa lagi.

Marco tiba-tiba tertawa dan berkata, "Kau akan mendukungku begitu saja?"

"Sejujurnya, tidak begitu mendukung, tetapi karena kau bersikeras melakukannya, aku hanya bisa memberkati," jawab Asisten Yan.

"Baiklah, terima kasih atas ucapanmu."

"Untuk apa berterima kasih? Kita kan teman baik."

Marco mengamatinya lalu berkata, "Bagaimana denganmu, apa kau berencana terus berada di sisi Claudius dan membantunya?"

"Tuan Chen belum sadar, aku hanya bisa membantunya mendongkrak perusahaan sebisaku."

"Dengan pengawasan ketat rubah tua itu, apa kau bisa?"

Asisten Yan menggeleng, "Kalau Tuan Chen tidak sadar-sadar, aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi."

"Jangan terlalu lelah," kata Marco dengan nada iba.

"Terima kasih. Aku akan memperhatikannya."

"Hem, senang sekali punya teman sepertimu," kata Marco sambil mengangkat cangkir kopi di atas meja dan meminumnya, kemudian meletakkan lagi cangkir itu dan berkata, "Sudah, aku ke bandara dulu."

"Apakah perlu kuantar?" Tanya Asisten Yan sambil berdiri dari sofa.

"Tidak perlu, Paman Liu akan mengantarkanku."

"Baik, kuantarkan kau keluar," ujar Asisten Yan mengitari kursi rodanya, lalu mendorong kursinya keluar dari kafe.

Hingga Marco naik ke dalam mobil, dan hingga mobilnnya menghilang di tengah arus lalu lintas, baru Asisten Yan berbalik dan masuk ke dalam.

-----

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu