Istri ke-7 - Bab 87 Terluka (3)

Pikiran Josephine kosong, ia segera melompat dari sana, dengan panik menutup kran aliran obat. Ia terpaku menatap Claudius yang diam tak bergerak.

Sudah jam 9 lebih, botol ini sudah kosong selama 2 jam, ia membiarkan botol ini kosong selama 2 jam! Lama sekali, cukup untuk membuat seseorang...

Dokter jelas-jelas berkata Claudius akan bangun ketika langit terang, tapi langit sudah terang sampai selama ini, ia belum bangun juga.

Josephine mendorong-dorong lengan Claudius dengan tangannya yang bergetar, "Claudius..." panggilnya pelan.

Josephine menggelengkan kepalanya dengan panik, tak membiarkan dirinya memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk. Ia berdiri di tepi ranjang dan menarik napas panjang, mengulurkan tangannya ke arah leher Claudius untuk meraba nadinya.

Tak ada respon!

Ia akhirnya tak dapat menahan kepanikannya, air matanya pun pecah memenuhi wajah. Ia menangis sambil menggoyang-goyangkan lengan Claudius, "Claudius, bangunlah! Cepat bangun...!"

Ia menangis tersedu-sedu, lalu berteriak, "Claudius, cepatlah sadar, kumohon jangan mati...Kalau kau mati aku...aku..."

"Kalau aku mati kau akan apa? Katakan!" tanya Claudius dengan tak sabar sambil memegang tangan Josephine yang terluka.

Sampai di bagian terpenting ia malah berhenti, dasar!

Kalau bukan karena takut lukanya robek, Claudius benar-benar ingin tahu sampai kapan ia akan menangis seperti ini.

Josephine tertegun.

Claudius tak mati? Apa ia sedang bermimpi?

Mana mungkin? Ia jelas-jelas telah membiarkan botol itu kosong selama 2 jam dan membahayakannya, dan jelas-jelas denyut nadinya sudah tak ada.

Melihatnya terdiam di sana dengan wajah penuh air mata, hati Claudius tiba-tiba melunak, ia tak tega lagi menggodanya. Ia menarik tangannya dan mendudukkannya di tepi ranjang, kemudian menarik tangannya yang satu lagi dan meletakkannya di atas lehernya.

"Apa kau merasakannya? Masih aktif," katanya sambil tertawa.

Memang masih aktif! Tapi tadi jelas-jelas tak ada!

Josephine akhirnya tersadar kembali, ia memukul-mukul lengan Claudius sambil berteriak, "Kau gila! Sengaja mempermainkanku ya? Apa maksudmu?"

Claudius kembali memegangi lengan kiri Josephine, lalu melihat lukanya, "Hati-hati lukamu."

"Bukan urusanmu!" Josephine amat marah. Ia tadi mengira Claudius benar-benar telah mati, ia mengira dirinya telah membunuh Claudius karena tertidur. Ia hampir mati karena rasa bersalah, dan Claudius masih bisa bergurau dengannya?

"Lihat, jelas-jelas kau hampir membunuhku karena ketiduran, dan sekarang kau galak padaku," Claudius memegang jarum yang telah dicabutnya sendiri, "Kalau aku tidak bangun tepat waktu, saat ini kau benar-benar tidak akan dapat merasakan nadiku, lalu menjadi tersangka pembunuhan suamimu."

"Aku..." Josephine akhirnya tenang, ia merasa bersalah.

"Aku jelas-jelas sudah memasang alarm, apa yang terjadi?" gumamnya sambil mengambil ponselnya dan memeriksa alarm, tidak salah.

Apakah tidurnya terlalu nyenyak sampai tak mendengar suara alarm? Astaga, sejak kapan ia berubah menjadi tukang tidur?

Menghadapi penyesalan dan rasa bersalah Josephine, Claudius yang diam-diam telah mematikan alarmnya sama sekali tidak merasa bersalah, malah tertawa licik, "Menjaga orang sakit pun tidurmu bisa nyenyak sekali, kau benar-benar istri yang bertanggung jawab."

"Maaf...aku...mungkin terlalu mengantuk," kata Josephine semakin merasa bersalah.

Nada bicara Claudius tiba-tiba berubah, "Sudahlah, karena aku tidak jadi mati, dan karena aku telah menggigitmu tadi malam, aku memaafkanmu."

"Terima kasih," Josephine bernapas lega, beruntung sekali tidak terjadi musibah!

Claudius menggenggam tangan Josephine dan mengamati pergelangan tangannya dengan teliti, lalu mendongak menatapnya, "Masih sakit?"

Tatapan matanya memancarkan kelembutan, begitu lembut sampai menghangatkan hati Josephine.

"Tidak," Josephine tertawa sambil menggelengkan kepalanya, "Asal kau bisa sehat kembali aku tidak apa-apa."

Claudius masih tetap menatapnya, sejenak kemudian berkata, "Sebetulnya kau tak perlu begini."

"Maksudmu?"

"Tidak perlu berusaha menjadi tak sama dengan wanita lain," Ia ingat dirinya pernah berkata, Josephine sama takutnya seperti wanita lain, namun saat itu Josephine membela diri dengan mengatakan dirinya tak sama dengan perempuan lain.

Claudius sedang berpikir berapa banyak keberaniannya tadi malam yang ia tunjukkan untuk membuktikan dirinya sendiri.

Josephine memahami maksudnya, ia hanya tertawa, tak memberi penjelasan apapun.

"Ya sudah, waktunya bangun," Jospehine berdiri dan membereskan botol obat yang telah kosong, "Apakah Dokter Huang datang tadi? Apa ia mengatakan sesuatu?"

Claudius menggodanya, "Apa yang akan dikatakannya aku sudah hafal dari dulu."

"Kau sendiri? Bagaimana? Apakah masih ada yang sakit?" tanya Josephine penuh perhatian.

"Lumayan," Claudius mengibaskan selimutnya dan turun dari ranjang, katanya sambil berganti pakaian, "Lain kali kalau kau melihatku kambuh, ingat untuk menjauh dariku, kalau tidak aku bisa menggigitmu lagi."

"Aku tahu," jawab Josephine sama seperti ketika ia menjawab Nenek.

Apakah ia bisa menyelamatkan diri lebih dulu saat melihat Claudius kambuh? Empat bulan yang lalu ia mungkin akan melakukannya, tapi sekarang...Ia tak akan bisa melakukannya.

***

Saat keduanya sampai di ruang makan, semua orang memperhatikan mereka dengan penuh simpati.

"Kakak sepupu, raut wajahmu jelek sekali," kata Chelsea.

Claudius tertawa, ia duduk di tempatnya.

Usai memperhatikan mereka, Sally bertanya heran, "Kakak Sepupu kemarin kambuh lagi?"

"Ya, aku dan Chelsea tidur sampai tak tahu apa-apa," kata Joshua penuh perasaan bersalah.

Josephine memandangnya dan berkata, "Tidak apa-apa, ada aku yang menjaga Claudius. Meskipun...aku tidak seberapa profesional, tapi pelan-pelan akan membaik."

Teringat akan tidurnya yang berlebihan, yang hampir membunuhnya akibat udara masuk ke pembuluh darah, Josephine tertawa malu. Agar tak canggung, ia hendak menuangkan segelas susu untuk Claudius.

Ia lupa kalau pergelangan tangannya terluka, saat memegang botol susu, otot tangannya yang terluka pun tertarik, ia menahan napas, tangannya bergetar.

Refleks orang pada umumnya adalah segera menarik tangannya, namun Josephine tak ingin orang-orang memperhatikan luka di tangannya, ia pun mengeraskan tekad dan tetap memegang botol susu itu, diam-diam mengerahkan segenap tenaganya...

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu