Istri ke-7 - Bab 194 Dari Jari Sampai ke Hati (1)

“Kemarilah,” ujar Claudius dengan nada memerintah.

Josephine pun mau tak mau mendekat. Ia duduk di hadapannya, “Biarkan aku saja.”

“Nona Yi, aku sangat sibuk, tidak punya waktu untuk dihabiskan bersamamu di sini.”

Mendengar nadanya yang tak ramah, Josephine pun hanya bisa mengulurkan tangan kanannya yang terluka. Claudius memegang telapak tangannya, lalu bergeser mendekat padanya.

Saat ia melihat telapak tangannya lebih jelas, tampak kekagetan di wajahnya, tangannya...

Tangannya mungil, jemarinya lentik. Jari telunjuk dan jari manisnya terluka akibat terinjak tadi. Selain luka baru ini, ada juga luka bakar yang cukup besar di punggung tangannya. Tangan yang awalnya tampak cantik ini, tiba-tiba tampak mengerikan.

Dalam keadaan seperti ini, wanita ini masih bisa bertahan dan tidak berteriak kesakitan. Kemampuannya menahan sakit sungguh tidak biasa!

Josephine menyadari keterkejutan Claudius, wajahnya tampak tak nyaman.

Claudius membersihkan lukanya dengan antiseptik secara hati-hati, lalu membungkusnya dengan perban.

Jari manisnya mengenakan cincin model wanita, ukurannya pas, kalau dilihat seharusnya itu adalah cincin pernikahan. Karena cincin itulah, ia jadi agak kesulitan saat membungkus jarinya dengan perban.

Claudius mendongak dan bertanya pada Josephine, “Bisakah kau melepas cincinmu?”

“Boleh,” Josephine mengangguk, lalu melepas cincinnya. Claudius tba-tiba berkata, “Berhenti.”

Ia melepaskan cincin Josephine dengan hati-hati. Saat cincin itu melewati luka Josephine, ia gemetar kesakitan, “Pelan sedikit.”

“Kukira kau tidak takut sakit,” Claudius tertawa mengejeknya, lalu meletakkan cincin itu di atas meja.

“Mana ada orang yang tidak takut sakit?” jawab Josephine.

“Karena kau sangat tahan sakit,” kalau itu wanita lain, mereka pasti sudah menangis dan berteriak-teriak sejak awal.

Luka sudah selesai diperban dengan baik, namun Claudius tidak kunjung melepaskan tangannya. Ia terus menggenggam tangan Josephine dan tidak rela melepaskannya.

Tidak rela, benar, tangannya seperti memiliki magnet, membuatnya tak rela melepaskannya.

“Tuan Chen, apa kau bisa melepaskan tanganku?” kata Josephine mengingatkan setelah beberapa saat.

Claudius menyadari perbuatannya, namun tetap tidak kunjung melepaskannya, melainkan malah mengamati bekas luka di punggung tangannya, “Tanganmu...tersiram air panas?”

Josephine menarik tangannya dari genggaman Claudius dan tersenyum, “Bukan air panas, tapi terbakar saat rumahku kebakaran.”

Marco memberitahunya bahwa ia kehilangan ingatan dan terluka akibat kebakaran rumah. Ia melompat dari balkon rumah hingga terluka berat. Kata Marco ini adalah trauma bagi Josephine dan juga dirinya, jadi ia tidak suka kalau Josephine banyak bertanya, dan Josephine pun tidak lagi menanyakan hal itu.

“Kalau begitu pasti sangat sakit,” gumam Claudius. Ia tak tahu apakah ia mengatakan hal itu untuk Josephine ataukah untuk dirinya sendiri.

Saat ia melihat jasad Josephine dulu, keadaannya juga seperti ini, terbakar sampai sulit dikenali.

Melihat Claudius terdiam seperti memikirkan sesuatu, Josephine seketika merasa bingung harus berkata apa. Ia pun bangkit dari duduknya, “Tuan Chen, saya pergi dulu.”

“Ingat untuk turun di lantai -2, lalu keluar dari pintu belakang.”

“Kenapa?” tanya Josephine bingung.

“Bukannya kau tidak ingin ada yang salah paham?”

“Apakah itu jalur khusus untuk selingkuhanmu?” tanya Josephine tak sadar. Ia baru menyadari kekeliruannya setelah selesai bertanya.

Benar saja, Claudius menatapnya dengan tatapan mengerikan.

“Maaf, saya pergi dulu, sampai jumpa, Tuan Chen,” Jospehine tak berani tinggal lebih lama lagi, ia segera meraih tasnya dan meninggalkan kantor Claudius.

Ia turun ke lantai -2 seperti arahan Claudius, meninggalkan gedung lewat pintu belakang, lalu memanggil taksi.

“Pak, tolong antarkan saya ke Felicity Garment ,” katanya sambil mengamati keadaan sekitar. Saat taksi melewati pintu utama gedung, Josephine melihat sosok yang familiar di dalam sebuah Ferrari merah. Dia adalah wanita yang ditemuinya di parkiran mall waktu itu. Istri Claudius!

Josephine diam-diam menghembuskan napas lega. Beruntung dia tidak keluar lewat pintu utama!

**********

Malamnya, Marco bertanya pada Josephine setelah sempat ragu-ragu, “Besok adalah hari peringatan kematian ayahku, aku perlu pulang ke rumah, apa kau mau ikut?”

Josephine tahu kalau Nyonya Qiao tidak menyukai Marco, apalagi dirinya. Selama 2 tahun ini ia hanya sekali bertemu dengan Nyonya Qiao, yaitu tahun lalu. Itu pun bukan pertemuan yang lumayan menyenangkan.

“Kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa, aku bisa pergi sendiri,” kata Marco.

Kalau bukan karena Nyonya Qiao memintanya membawa serta Josephine dan Jesslyn, Marco juga tak ingin membawa mereka berdua pulang.

Bagaimanapun Nyonya Qiao sudah pernah berjumpa dengan Josephine.

“Tidak, aku ikut denganmu,” kata Josephine.

“Apa kau tidak takut kalau Nyonya Qiao akan menyusahkanmu?”

“Susah atau tidak itu hanya urusan makan siang, tidak apa-apa,” jawab Josephine sambil tersenyum, “Lagipula kau seharusnya tahu, daya tahanku sangat kuat.”

“Baik, tapi kau harus ingat, apapun yang dikatakan Nyonya Qiao, jangan dimasukkan dalam hati, terlebih kamu jangan membicarakan masa lalu dengannya.”

“Aku mengerti, aku tidak akan memasukkannya dalam hati.”

Setelah sarapan keesokan paginya, Marco pun membawa Josephine dan Jesslyn ke kampung halamannya.

Nyonya Qiao menyambut mereka dengan ekspresi tak ramah. Ia hanya menyapa Marco untuk formalitas. Ia bahkan tidak menengok ke arah Josephine dan Jesslyn.

Josephine sudah mempersiapkan mental sejak awal, jadi ia tidak sakit hati. Ia malah menyuruh Jesslyn mendekati Nyonya Qiao, “Jesslyn, ini Nenek, cepat panggil Nenek.”

“Nenek,” sapa Jesslyn dengan patuh.

Namun Nyonya Qiao hanya menatapnya dingin, “Tidak perlu panggil nenek.”

“Kenapa? Nenek tidak suka Jesslyn?” tanya Jesslyn bingung. Kakek dan nenek teman-temannya semua sangat menyayangi mereka.

“Jesslyn, Nenek bukannya tidak suka, tapi dia sedang sedih. Yuk, kita masuk,”

Josephine mengelus kepala Jesslyn, lalu menggandengnya masuk ke rumah.

Setelah pengurus rumah membawa mereka untuk memasang dupa, Marco menyuruh Josephine dan Jesslyn ke lantai 2 untuk menonton televisi, sementara dirinya pergi ke ruang makan di lantai 1.

Melihatnya masuk, Nyonya Qiao hanya meliriknya sekilas dan tidak menghiraukannya. Ia kembali menonton televisi.

Marco bergeser sedikit mendekati sofa, lalu berkata, “Bu, Jessie adalah istriku, dan Jesslyn adalah anakku, bisakah aku memohon pada ibu untuk ramah sedikit terhadap mereka?” Meski disebut permohonan, tapi ada nada dingin yang tak bisa disembunyikan di dalamnya.

Nyonya Qiao tidak mengindahkan permohonan itu, Ia menoleh menatapnya, “Marco, berhubung kau bersedia memanggilku ibu, maka aku bertanggung jawab terhadap hidupmu. Kau boleh menyukai perempuan yang kamu sukai, tapi wanita bernama Jessie ini jelas bukan wanita yang layak kau sukai. Dan anak itu, mana ada kemiripan sedikitpun denganmu? Sebenarnya dia anakmu atau bukan, apa kamu tahu? Sudah berapa kali aku memberitahumu, wanita itu menikahimu hanya karena kekayaanmu, kalau tidak, untuk apa dia mau menikah dengan orang cacat sepertimu sementara masih banyak lelaki lain di dunia ini?”

“Pantas tidaknya Jessie untukku aku sendiri yang tahu. Begitu halnya dengan Jesslyn, apakah dia anak kandungku atau bukan hatiku juga sangat jelas.”

“Marco, jangan pikir aku tak tahu apa yang sedang kau rencanakan. Kau pasti ingin memanfaatkan Jesslyn untuk mengeruk saham keluarga Qiao. Aku sudah bilang...”

“Nyonya Qiao!” Marco memotong perkataannya. Sorot matanya dingin, “Tolong jangan menilai orang lain dengan hatimu yang licik itu. Tidak semua orang sekejam dirimu. Aku sudah katakan berkali-kali, aku dan Jesslyn tidak akan meminta sepeser pun harta keluarga Qiao, jadi kau tenang saja.

“Bukannya aku tak tahu bagaimana kau memperlakukan aku dan ibuku saat itu, tapi kau pasti tak tahu bagaimana aku memaafkanmu. Bertahun-tahun sudah lewat, aku juga tak ingin mengungkit hal itu lagi. Sekarang aku hanya punya 1 permintaan, tolong bersikap baiklah terhadap istri dan anakku. Aku bisa menerima perlakuan burukmu terhadapku, tapi aku benar-benar tak bisa menerima kalau kau perlakukan mereka berdua dengan buruk!”

Nyonya Qiao menatap Marco dengan terkejut, seperti baru pertama kali mengenalnya.

Marco tak pernah berkata sekeras ini sebelumnya. Ia ingat di hari pertama ia lumpuh, ia membanting semua barang di rumah ke depan kakinya, lalu menangis keras. Setelah itu, separah apapun emosinya meledak, ia tak pernah bertengkar secara langsung di depan mukanya.

Saat itu Nyonya Qiao terus curiga kalau Marco sudah mengetahui beberapa hal tentang kejadian itu, ternyata...

Meski dengan statusnya saat ini ia bisa mengabaikannya, tapi melihat sorot mata Marco, muncul sedikit ketakutan juga di hatinya. Siapa yang tahu dengan kemarahannya ia akan melakukan sesuatu?

Josephine yang diam-diam menguping dari lantai 2 mengetahui pertengkaran ibu dan anak yang bertambah parah ini. Ia buru-buru turun dan mendatangi Marco, lalu menggenggam tangannya, “Marco, jangan marah. Ibu tidak bersikap buruk padaku maupun Jesslyn. Apa kau tidak lihat kami baik-baik saja?”

Tatapan dingin Nyonya Qiao menyorot Josephine sekilas. Ia ingin menyuruhnya agar tidak usah berpura-pura lembut di sini, tapi ia mengurungkan niat itu.

Ia berpikir, bagaimanapun ketiganya tidak tinggal di sini, jadi tak perlu bertengkar terlalu hebat dengan mereka.

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu