Istri ke-7 - Bab 221 Berbagi Ranjang (1)

"Kau berani mempermainkanku?" Claudius memegang wajah Josephine dengan satu tangannya, sementara tangan yang lain mengoleskan krim ke sana.

Josephine menjerit pelan dan meronta. Claudius mendekatkan badannya dan menutup mulut Josephine dengan bibirnya sambil memberinya isyarat agar diam, sementara jarinya menunjuk ke arah pintu.

Josephine mengecilkan suaranya dan meronta dengan kesal, "Lepaskan aku! Claudius kau dengar tidak...uh..."

"Manis sekali, aku tidak mau melepaskanmu," Dia menyesap krim dari bibir Josephine dengan kuat, membuka bibir Josephine dengan lidahnya, dan memasukkan krim ke dalam mulutnya untuk mereka nikmati bersama.

"Uh...Claudius kau menjijikkan sekali..." Josephine bergumam, kedua tangannya meronta di sisi tubuh Claudius sambil mencari-cari benda yang mungkin bisa dipukulkan padanya. Tangannya meraih kue di atas meja dan dengan penuh kebencian melemparkannya ke wajah Claudius, "Masih tak mau minggir..."

Claudius tak bisa bernapas akibat krim tersebut sehingga ia buru-buru mengusapnya dari wajahnya, tapi ia tetap tidak melepaskan Josephine, malah memeluknya semakin erat dan menciumnya semakin dalam. Ciuman yang awalnya sudah sangat panas jadi makin manis dengan tambahan krim, membuat keduanya begitu terlena.

Bahkan Josephine yang sejak tadi meronta pun jadi kehilangan tenaganya. Ia seketika lumpuh dalam pelukan Claudius.

Saat Josephine kembali tersadar, air telah membasahi kepala dan lehernya, membuatnya membuka mata dengan berteriak kaget. Ia buru-buru mengusap butiran air di wajah dengan tangannya. Ia baru menyadari kalau dirinya telah berada di bawah shower kamar mandi, entah sejak kapan.

Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana dia bisa sampai ke kamar mandi begitu tak sadarkan diri?

"Claudius! Kau brengsek...!" Ia meronta dengan kesal. Siapa yang mau mandi bersama Claudius? Bagaimana ia bisa mandi bersama pria itu? Bagaimana bisa ia masih mempunyai hasrat seperti itu setelah selama ini? Ini sungguh tak boleh terjadi!

"Sstt...pelankan suaramu..." Claudius lagi-lagi menakutinya dengan menggunakan trik lama.

Josephine benar-benar mengecilkan suaranya, namun kemarahannya tidak mereda, "Apa yang kau lakukan? Kau membuat bajuku basah, nanti aku pulang pakai apa?"

Claudius mengamati baju di tubuhnya dengan pasrah, "Apa kau tak lihat? Sekujur tubuhmu dipenuhi krim, apa kau mau keluar dengan keadaan seperti ini?"

"Aku..." Josephine menunduk dan melihat roknya. Benar, semuanya dipenuhi krim, tapi itu masih lebih baik daripada keadaannya sekarang.

"Kau sendiri yang melakukannya, jangan salahkan aku," Claudius mengusap wajahnya dengan tangan untuk menyingkirkan krim.

Josephine melihat pantulan dirinya di dalam cermin, baru menyadari kalau wajah dan rambutnya semua dipenuhi krim. Ini semua salahnya, untuk apa dia melemparkan kue itu ke wajah Claudius hingga membuat keduanya kini dipenuhi krim.

Claudius membuka kancing kemejanya sambil menarik Josephine ke bawah shower, "Segera lepaskan bajumu dan bersihkan rambutmu."

"Kau mau apa?" Josephine menutupi dadanya dengan kedua tangan. Melihat tubuh Claudius yang sudah tak mengenakan kemeja lagi, ia menyadari apa yang hendak dilakukan pria itu. Josephine pun berlari keluar dari kamar mandi, namun karena pengaruh alkohol, tubuhnya langsung oleh begitu melangkah hingga hampir saja terjatuh.

Claudius dengan sigap menariknya kembali, "Kau sedikit mabuk, aku akan membantumu mandi."

"Aku tidak mabuk, aku tidak mau kau membantuku mandi!" Josephine menggelengkan kepalanya dan memberontak, "Claudius, kau tidak tahu malu, kau menipuku dengan memberiku anggur demi memanfaatkanku, kau..."

"Lihat, kau mabuk sampai berbicara ngawur begitu," Claudius meraih lengannya dan mengejeknya, "Tidak usah pura-pura malu, sudah berapa kali kita melakukan ini? Aku bahkan tahu jelas berapa jumlah tahi lalat di tubuhmu..."

"Itu kan dulu, tapi sekarang tak sama lagi. Kita sekarang bukan suami istri lagi!"

"Tapi kita saling mencintai, bukankah begitu?"

"Claudius, kalau kau tidak melepaskanku aku akan berteriak. Aku akan membiarkan semua reporter di luar tahu tabiatmu yang kurang ajar ini!" ancam Josephine.

"Josephine! Apa kau tahu apa yang paling kubenci darimu? Sikapmu sekarang ini yang berpura-pura membenciku padahal kau jelas mencintai dan menginginkanku, inilah yang paling tidak kusukai, apa kau tahu?"

Josephine marah besar, ia berteriak, "Aku memang tidak mau membuatmu menyukaiku! Kalau kau cakap lepaskan aku!"

"Tidak akan! Aku memang tidak cakap, kalau aku cakap aku sudah melepaskanmu dari tadi!" Claudius segera menarik gaun Josephine.

"Ah..!" Josephine menjerit. Tubuhnya dingin, bagian punggungnya terbuka seluruhnya.

Claudius yang terbakar amarah dan hasrat tiba-tiba terpaku. Tangannya menggenggam gaun Josephine, sorot matanya terpaku pada punggung telanjang wanita itu. Punggung indah dan mulus dalam ingatannya itu kini tampak membuatnya tercengang. Sebidang bekas luka bakar tampak menusuk matanya.

Claudius tak pernah tahu kalau di tubuhnya terdapat bekas luka bakar sebesar ini. Ia tak pernah melihatnya!

Josephine tahu bekas luka bakarnya begitu mengerikan. Melihat kekagetan Claudius, ia jadi merasa malu. Ia segera merebut kembali gaunnya dari tangan Claudius dan menutupi tubuhnya. Namun karena gaunnya basah, ia tak bisa menutupi bekas lukanya bagaimanapun caranya.

Claudius bertanya dengan muram, "Mengapa kau tidak pernah memberitahuku kalau lukamu begini parah?"

"Kalau sekarang aku memberitahumu tidak terlambat kan?" Josephine memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan lengannya dari cengkeraman Claudius. Rasa kesal dan malunya berubah jadi amarah, "Apa kau sudah cukup melihatnya? Kalau sudah segera lepaskan aku, supaya nanti malam kau tidak mimpi buruk...!"

Namun Claudius tidak melepaskannya, melainkan malah memeluknya.

Kepala Josephine membentur dada Claudius, Tidak sakit, namun ia menitikkan air mata. Entah karena alkohol yang membuatnya jadi ingin marah, atau karena hatinya sakit oleh ekspresi terkejut Claudius, yang pasti air matanya mengalir begitu saja.

Ia tahu tubuhnya sangat mengerikan, begitu jeleknya ia sampai tak berani mengenakan pakaian yang menampakkan pundak maupun lututnya, sementara Claudius di hadapannya masih sama tampan dan memesona seperti dulu. Sejak dulu ia tak pernah merasa kalau dirinya serasi dengan Claudius, apalagi sekarang.

Menyadari tubuhnya tiba-tiba melayang, Josephine segera tersadar dari lamunannya. Ia spontan berteriak, "Hei! Apa yang kau lakukan?"

"Membuang tubuhmu yang rusak ini!"

"Kau...Aku bisa keluar sendiri...Tidak perlu kau buang...!"Josephine panik, ia kini telanjang bulat, bisa-bisanya Claudius mau membuangnya keluar? Di luar ada banyak sekali reporter!

Bruk! Claudius benar-benar membuangnya, namun bukan di depan pintu, melainkan di atas ranjang.

Josephine segera membalik tubuhnya hendak turun ranjang, namun sedetik kemudian Claudius telah menindihnya kembali ke ranjang, bibirnya pun seketika kehilangan kebebasan.

Josephine terkesiap, ia membuka matanya lebar-lebar menatap wajah tampan di hadapannya, untuk sejenak tak mengerti apa yang hendak dilakukan pria itu.

Claudius tidak mencium bibirnya terlalu lama dan bergerak ke bawah, mendaratkan ciumannya ke dada Josephine. Ia pelan-pelan menegakkan tubuhnya dan mengamati tubuh Josephine.

Tubuhnya masih sama seperti dulu, mulus dan langsing. Butiran air melekat di atasnya. Claudius menghela napas. Tangannya meraba dari atas ke bawah, lalu terhenti di paha kiri Josephine. Di sana ada bekas luka bakar, lebih kecil daripada yang di punggung, namun sama mengejutkannya.

Josephine meraih selimut di pinggirnya dan menutupi mukanya. Ia meringkuk dan menyembunyikan tubuhnya dari pandangan Claudius. Ia memohon dengan malu, "Jangan lihat lagi, kumohon jangan lihat lagi..."

Claudius menyingkirkan selimut itu dari wajah Josephine, lalu bertanya di telinganya, "Mengapa tak boleh?"

Tubuhnya juga dilekati butiran air, seksi sekali.

"Katakan...!" Claudius mencengkeram pundak Josephine dan memaksanya membalik badan.

Ia marah, namun melihat wajah mungil Josephine yang dipenuhi air mata, hatinya seketika merasa iba.

Tubuh Josephine ditekan paksa oleh Claudius, ia terpaksa mendongak menatapnya. Sejenak kemudian ia baru berkata dengan tersedu-sedu, "Karena aku tak ingin kau melihat wujudku yang seperti ini, aku takut kau akan mimpi buruk..."

"Lalu kenapa kau tak takut Marco akan mimpi buruk?" tanya Claudius marah.

Josephine menggigit bibirnya. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Claudius.

"Katakanlah!" Claudius semakin marah, "Aku dan dirimu mengalami banyak kesulitan bersama, perasaan kita sangat dalam, namun itu semua tak sebanding dengan 1 kalimat kebohongannya, apakah begitu? Kau bisa berbagi ranjang dengannya setiap hari, tapi tak berani membiarkanku melihat bekas luka di tubuhmu?"

"Bukan begitu..." Josephine bergeser untuk menghindari tangan Claudius yang sama sekali tidak lembut.

Bagaimana caranya memberitahu Claudius, kalau ia tidak berani membiarkannya melihat karena khawatir Claudius akan terkejut dan ketakutan karenanya?

Dan bagaimana pula caranya memberitahu Claudius, kalau pernikahannya dengan Marco hanyalah pernikahan yang saling mengasihi, saling bersimpati, tanpa adanya hubungan seksual?

Novel Terkait

Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu