Istri ke-7 - Bab 128 Meledak (4)

Kemarin malam saat ia kembali naik ke ranjang, Vincent sedang membereskan balkon sendirian, kemudian ia tak tahu apa lagi yang terjadi, karena ia sudah tertidur.

Pergerakannya yang cukup besar membangunkan Vincent dari tidurnya, begitu membuka mata, Vincent langsung melihat tampang kebingungan Josephine, ia pun tak tahan untuk tertawa. "Kenapa? Takut aku memangsamu?"

"Aku..." Kata Josephine tidak enak, "Maaf, aku membangunkanmu."

Vincent melihat jam yang menempel di dinding, ia pun ikut bangun dan duduk. "Tidak kok, kita yang tidurnya kemalaman."

Saat Vincent bersiap untuk turun kasur, ia tiba-tiba menyentuh dagu Josephine dan mengecup pipinya. "Kemarin malam pecahan kaca itu menyelamatkanmu, kalau tidak aku sudah akan memangsamu sampai habis."

Josephine dengan canggung memandang ke arah jendela, di bawah tirai, di sanalah tempat dibuangnya kaca jendela yang pecah sampai berlubang besar. Betul, kemarin malam kalau bukan karena dia, Josephine sudah akan dimangsa habis oleh Vincent.

Kalau dipikir-pikir, benar-benar harus berterima kasih pada jendela ini!

"Jangan diam saja, cepat ganti baju dan turun untuk sarapan, nanti masih harus pergi jalan-jalan," ujar Vincent sambil menepuk bahu Josephine, "Tidak baik kalau kita membuat yang lain menunggu."

Setelah mendengar kata-katanya, Josephine teringat wajah serius nenek, ia pun segera turun dari ranjang, ganti baju, dan mandi.

Hari ini mereka akan pergi memanjat gunung, dengar-dengar di bentuk geografis di sana tidak begitu baik, Josephine pun mengenakan baju dan sepatu olahraga yang telah dipersiapkannya.

Pakaian olahraga ini tetap dengan gaya Shella, baju yang terbuka dan hotpant, tidak kehilangan unsur seksinya.

Sebelum mereka berdua sampai di lantai 1, semuanya sudah di sana dan sedang sarapan, nenek memandang 2 kursi kosong di hadapannya dan bertanya, "Mana mereka? Belum bangun?"

Karena takut nenek tidak senang, Nyonya Lee segera berkata sambil tersenyum, "Bu, mereka kan pengantin baru, wajar kalau terus menempel satu sama lain, mereka akan segera turun."

Baru saja Nyonya Lee selesai berbicara, Vincent dan Josephine turun sambil bergandengan tangan, Nyonya Lee memandang mereka dengan sinis dan berkata, "Kenapa lama sekali, semuanya sedang menunggu kalian."

Josephine merasa malu dimarahi seperti itu, ia pun sedikit menundukkan kepala.

Setelah menyapa para sesepuh, Vincent menggandeng tangan Josephine dan duduk di 2 kursi kosong itu.

Suasana hati Shella yang rencananya gagal kemarin malam tidak begitu baik, ia duduk di sebelah Claudius dan terlihat diam. Sally yang suasana hatinya sangat bagus itu melihat mereka, kemudian berkata dengan nada bercanda, "Kakak, kakak ipar, apakah kalian mau membuat orang lain iri dengan hubungan kalian?"

Vincent menatap Sally dan Joshua lalu tersenyum dan berkata, "Kalian juga, kemarin malam kalian menyanyi dan menari seperti orang mabuk."

"Hei, perhatikan kata-katamu? Para sesepuh semua di sini loh," kata Joshua sambil berdehem.

Semua pun tertawa.

Shella ikut tertawa, kemudian menunduk dan menyantap sarapannya dengan muram.

Ia jelas-jelas berusaha menunggu Claudius keluar, alhasil ia malah tidak kuat dan ketiduran, ia memang tidak berguna.

"Kakak ipar, tanganmu kenapa?" Tanya Sally penasaran melihat plester di jari telunjuk Josephine.

Entah mengapa, saat ia sedang mengucapkan kalimat ini ia merasa bagaikan ada sorot mata seseorang sedang mengarah padanya. Apa itu nenek? Claudius atau Shella? Ia tak tahu, ia juga tidak berani mengangkat kepalanya dan melihat langsung, ia pun hanya menunduk dan menyantap sarapannya.

"Kenapa bisa tergores kaca?" Tanya Nyonya Shen terkejut, "Kemarin malam aku mendengar suara pecahan kaca, apakah asalnya dari kamar kalian?"

"Benar, tante," kata Vincent, "Entah bagaimana bisa, jendela kacanya tiba-tiba meledak, tangan Josephine tak sengaja tergores saat membereskannya."

"Ah, apakah lukanya parah?"

"Tidak parah, hanya sobek sedikit," kata Josephine segera menggeleng, "Vincent yang berlebihan, menyuruhku harus membalut lukanya."

"Luka itu walaupun kecil tetaplah luka, tentu saja harus dibalut," kata Sally, "Apalagi sore nanti kita mau memanjat gunung, lukanya akan mudah terinfeksi oleh bakteri."

Claudius tiba-tiba bangkit dari kursinya dan berkata, "Kalian makanlah pelan-pelan, aku sudah kenyang."

"Cepat sekali?" Tanya nenek sambil mengamatinya, "Kenapa makanmu sedikit sekali? Apakah kau tidak enak badan?"

"Tidak... Hatsyii..." Ujar Claudius yang baru saja berdiri kemudian bersin.

"Lihat, masih bilang tidak apa-apa, pasti flu karena masuk ke air kemarin malam," kata nenek iba.

Shella ikut berdiri, menarik beberapa lembar tisu lalu memperhatikan Claudius, ia berkata, "Kemarin malam bukankah aku menyeduhkan obat anti flu untukmu? Sudah kau minum belum?"

Claudius menjawab pertanyaannya dengan tidak langsung, ia hanya berkata, "Hidungku cuma sedikit mampet, bukan flu."

"Bukankah hidung mampet itu pertanda akan flu? Mari kutemani ke dokter."

"Tidak perlu, aku sehat sekali," kata Claudius menepuk bahunya, lalu mendorongnya dengan lembut kembali ke tempat duduk. "Tak usah pedulikan aku, cepat makanlah dan berangkat."

Setelah itu, ia berjalan keluar ruang makan.

Mengapa ia terkena flu, sepertinya Vincent dan Josephine mengerti, tetapi mereka saat ini tidak buka mulut, hanya diam menyantap sarapan.

Vincent mengambilkan Josephine selembar bacon, lalu berkata lembut, "Makanlah agak banyak, sore nanti memanjat gunung akan sangat melelahkan."

"Terima kasih," kata Josephine menghela napas lega, asalkan Vincent tidak masuk ke hatinya.

******

Paginya mereka sekeluarga pergi bersama ke pulau kecil di sekitar sana untuk berkeliling dengan santai, siangnya mereka makan seafood di pulau itu, kemudian naik ferry kembali ke hotel dan beristirahat.

Gunung Bintang adalah tempat terbaik untuk melihat matahari terbit dan terbenam, matahari terbit terlalu pagi sehingga tidak ada yang mau pergi, jadi mereka memilih matahari terbenam.

Shella memilih Gunung Bintang dan menetapkan waktu mendakinya di sore hari karena memiliki tujuan, dan Sally yang tidak suka mendaki gunung pun setuju mendaki untuk melihat matahari terbenam, tujuannya tentu juga tidak murni.

Gunung Bintang berjarak beberapa kilometer dari desa wisata, gunung ini termasuk daerah wisata yang baru dikembangkan, sehingga saat ini belum banyak pengunjung.

Para sesepuh tentu tidak pergi ke gunung karena bahaya, mereka hanya bisa tetap bersantai melihat laut di desa wisata, Chelsea melihat mereka semua berpasang-pasangan sedangkan ia sendiri dan kesepian, ia pun juga tak tertarik dan tetap di desa wisata.

Setelah jam istirahat sore, mereka berangkat ke Gunung Bintang naik 3 mobil.

Saat naik ke mobil, Shella berkata pada Claudius, "Claudius, kau tidak tidur siang dengan cukup, sekarang kau bisa memejamkan mata sebentar, rutenya tidak jauh, biar aku saja yang menyetir tidak apa-apa."

Claudius melihatnya, kemudian mengangguk dan tersenyum kecil. "Baiklah," katanya lalu berputar ke sisi lain mobil itu dan masuk.

Walaupun hanya berjarak belasan kilometer, namun begitu keluar dari desa wisata, jalannya mulai menanjak, untungnya keadaan jalannya baik, jalannya adalah jalan beraspal yang baru diperbaiki, belokannya juga tak begitu tajam.

Mobil dihentikan di pintu masuk Gunung Bintang di pertengahan lereng gunung, orang dan mobil di sekitar sana termasuk sedikit, Shella pergi ke loket menukarkan tiket lalu melambaikan tangan pada semua orang dan berkata, "Semuanya, sekarang kalau kita main dan jalan sampai ke puncak, kebetulan kita akan bisa melihat matahari terbenam."

Dari pintu masuk harus melewati 2 puncak, mereka sebentar mendaki sebentar berhenti, sambil makan bubur tahu khas sana dan es campur. Tetapi meskipun terus beristirahat, Shella yang manja tetap saja hampir menyerah.

Demi tujuannya, ia tetap menggertakkan gigi dan melanjutkan.

Ia tanpa sadar melihat Josephine dan Sally sedang mengobrol dan tertawa, sama sekali tidak terlihat lelah, hatinya agak terbakar amarah, mengapa ia sangat kelelahan?

Claudius yang melihatnya kelelahan hingga tak mampu berjalan itu, memberinya sebotol air dan tersenyum padanya lalu berkata, "Apa kau sudah tidak kuat? Mau berhenti saja tidak?"

"Hah?" Ucap Shella tertegun, menyerah? Tidak, ia tentu tidak akan menyerah!

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu