Istri ke-7 - Bab 129 Kambuh di Alam Terbuka (1)

"Tidak, aku akan terus mendaki sampai ke puncak gunung," katanya sambil memiringkan tubuhnya ke sisi Claudius, lalu tertawa genit, "Kalau saja ada yang mau menggendongku pasti enak."

Claudius memandanginya dan berkata, "Kalau aku menggendongmu, bisa-bisa aku tidak ada kekuatan lagi untuk turun gunung."

"Benar juga," kata Shella sambil tertawa, "Bercanda kok. Mana mungkin aku tega membuatmu kelelahan, apalagi tubuhmu kurang baik."

Setelah mengatakan itu, Shella malah melihat tidak jauh dari sana Vincent telah menggendong Josephine sambil mendaki.

Dan Sally di sana berkacak pinggang. Ia berteriak pada Joshua yang sudah di atas, "Hei! Joshua turunlah, aku juga ingin naik gunung sambil digendong seperti kakak ipar!"

Joshua melihat tampang Sally yang berkacak pinggang itu, juga berteriak keras, "Aku juga ingin naik sambil dibopong orang lain tuh? Kau mau kugendong? Coba sini kejar aku? Kalau kau bisa mengejarku aku akan menggendongmu!"

"Baiklah Joshua! Sebaiknya jangan sampai kau kutangkap!" Teriak Sally sambil mengejarnya.

Shella memutar tubuhnya, baru saja mau bermanja-manja dan meminta Claudius menggendongnya, Claudius malah sudah melewatinya, berjalan ke arah puncak. Ia tak pernah melihat orang yang lebih tidak berperasaan dibanding Claudius, Shella melipat bibirnya, dengan enggan berjalan mengikutinya.

Josephine yang berbaring di atas punggung Vincent dengan tidak enak hati berkata, "Kamu turunkan saja aku, aku tidak capek sama sekali."

"Tidak, aku suka menggendongmu," kata Vincent, "Sekarang ini aku ingin sekali menggunakan segala cara untuk menyayangimu, jadi biarkan aku menggendongmu sebentar."

"Tetapi kalau begini kau bisa kelelahan."

"Alangkah lebih baiknya kalau aku lelah, dengan begitu kita bisa bermalam di sini, betapa romantisnya!"

Josephine tahu ia akhir-akhir ini sedang menggunakan segala cara untuk mendapatkan hatinya, bahkan lebih perhatian padanya dibandingkan saat mereka pacaran dulu, tetapi Vincent yang seperti ini membuatnya tidak terbiasa.

Apakah karena takut ia menyesal, takut ia meninggalkannya, sehingga Vincent berjuang sampai seperti ini untuk memperlakukannya dengan baik?

"Josephine, entah mengapa, aku selalu merasa kau akan meninggalkanku," ujar Vincent menghembuskan napas pelan.

Josephine merangkul lehernya, kemudian menenangkannya, "Tenang saja, aku tidak akan seperti itu."

"Benarkah?"

"Tentu saja, kata Josephine sambil melihat wajahnya dari samping, "Bukankah kau selalu bilang kau percaya padaku? Sejak kapan kau menjadi tidak percaya begini?"

Vincent berpikir sebentar. Ia tertawa pahit dan menggeleng. "Tidak tahu, mungkin saja inilah yang disebut sindrom kekhawatiran menjelang pernikahan."

Saat mereka mencapai puncak gunung, sesuai perhitungan matahari akan segera terbenam.

Mereka duduk sebaris di teras untuk menikmati pemandangan di sana, melihat matahari turun sedikit demi sedikit.

Setelah matahari terbenam, langit langsung menjadi gelap, orang-orang di puncak gunung mulai turun gunung.

Saat turun gunung, Sally tiba-tiba mendapat ide aneh.

"Bagaimana kalu kita lomba turun gunung? Lihat siapa yang lebih dulu sampai ke kaki gunung."

"Boleh, yang kalah harus membelikan kita cemilan malam," sahut Joshua sambil tersenyum lebar.

Begitu mendengar kata berlomba, Josephine segera berkata, "Sebaiknya tidak usah deh? Kalian semua laki-laki loh."

"Begini saja, kita tentukan pemenang laki-laki, yang perempuan tidak usah dihitung," kata Sally.

"Boleh juga begitu," kata Shella mengangguk, kemudian ia menoleh ke Claudius, memandangnya dengan wajah berseri-seri dan berkata, "Claudius, kau kan anak sulung, jadi harus menang ya."

"Aku pasti akan berusaha," jawab Claudius, "Hati-hatilah saat turun gunung nanti."

"Aku mengerti. Kalian juga berhati-hatilah," kata Shella dengan hati berbunga-bunga, Claudius ternyata mempedulikannya toh, meskipun kadang ia dingin, tapi ada saatnya ia bisa perhatian, begini Shella sudah cukup puas.

Ide Sally ini sangat bagus, Shella di saat ini, mulai menantikan keberhasilan rencananya.

Vincent menarik Josephine ke pinggir, lalu berbisik padanya, "Saat turun gunung nanti jangan dekat-dekat dengan Sally, dan juga, hati-hati."

Kalau saja ia tidak punya tugas begitu, ia pasti tak akan meninggalkan Josephine untuk bersama dengan Shella.

"Tenang saja, yang Sally targetkan adalah Shella bukan aku, aku sangat aman," ujar Josephine.

Vincent berpikir sebentar lalu berkata, "Meskipun Shella bukan orang baik-baik, tapi ia tak akan berani melukaimu, kau turunlah naik kereta gantung dengannya."

"Baiklah, semua sedang menunggumu, cepat pergilah," kata Josephine sambil mengangkat dagunya ke arah para laki-laki itu, baru Vincent berjalan ke arah mereka.

Dalam sekejap mata, ketiga laki-laki itu sudah tak terlihat.

Ketiga perempuan itu melanjutkan turun gunung, Shella dan Josephine tidak cocok, sehingga mereka tidak berbicara, Sally menjadi penengah, sebentar-sebentar ia di sebelah Shella, sbentar-sebentar berjalan ke sisi Josephine.

Saat melalui tebing berbatu, saat 2 orang itu tidak melihat, Shella dengan cepat berjalan ke jalan sempit menuju ke kereta gantung, lalu turun dengan kereta gantung.

Josephine khawatir Sally merencanakan sesuatu, ia pun berusaha menghindarinya, sehingga ia berjalan turun sendirian.

Meskipun gunung ini lumayan tinggi, namun ia memang tak merasa begitu lelah, ia malah mulai menyukai perasaan berjalan sendirian di tengah hutan. Sendirian, mendengar suara kicauan burung, menghirup udara segar, perasaan tenang dan damai seperti ini, ia telah lama tak merasakannya.

Hingga langit mulai gelap, suhu mulau turun, ia mulai merasa ia seharusnya turun naik kereta gantung.

"Nona, sebentar lagi akan hujan, cepat turun naik kereta gantung, kereta terakhir jam 7," kata seorang pekerja ramah yang sedang buru-buru turun gunung mengingatkannya.

Josephine terkejut, ia memandang sekelilingnya, gunung yang awalnya hanya dikujungi sedikit orang ini sekarang sudah tak ada siapa-siapa, lalu ia mendongak memandang langit, memang langitnya mendung, bahkan sepertinya diikuti suara petir yang pelan.

Meskipun sudah sampai setengah jalan, tapi kalau hujan, walau ia membawa payung, tapi langit yang gelap dan jalan yang licin itu tetap berbahaya, oleh karena itu ia buru-buru berjalan ke arah kereta gantung terdekat.

Jalan di gunung memang rumit, ia mencari pos kereta gantung sambil berjalan turun.

*****

Sally melihat waktu di arlojinya, setelah merasa waktunya cukup tepat, ia mengambil ponsel dan menelepon Claudius.

Di gunung tidak ada sinyal, ia mengira-ngira waktunya, seharusnya saat ini Claudius sudah di kaki gunung, teleponnya semestinya akan tersambung.

Sesuai dugaan, teleponnya tersambung, dan lagi sangat cepat diangkat.

Begitu Claudius mengangkat telepon, ia segera berkata dengan panik, "Kak, gawat, kakak ipar tidak turun bersama kami naik kereta gantung, sekarang akan turun hujan, dan ia tidak bawa payung..."

"Kakak ipar yang mana," tanya Claudius.

"Kak Shella," sekarang semuanya sedang mencarinya," kata Sally setelah terisak.

Claudius mengangguk. "Ia lewat jalan mana?"

"Seharusnya jalan yang kita lalui saat naik gunung, tapi sekarang sudah gelap, aku takut ia tidak menemukan jalan turun, ponselnya juga tak ada sinyal, bagaimana ini?"

"Jangan khawatir, aku akan naik dan mencarinya," kata Claudius lalu menutup telepon.

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu