Istri ke-7 - Bab 106 Josephine menghilang (2)

Setelah mobil Claudius pergi meninggalkan pintu utama hotel, Josephine pun kembali ke kamar untuk mengganti pakaian, kemudian pergi keluar sendiri, dia tidak menggunakan mobil supir Chen, namun dia menyewa sebuah mobil dan mengemudi ke arah kota.

Dia hanya tahu bahwa pamannya sudah pindah ke sebuah villa di perkotaan, juga pernah mendengar ibu berkata bahwa paman sekeluarga sudah berimigrasi ke luar negeri, tapi dia tetap ingin coba kesana, mungkin saja kebetulan bisa ketemu?

Sayangnya, villa itu sudah dijual ke orang lain, dan pemilik villa sekarang mengatakan bahwa dia tidak tahu mereka pindah kemana.

Josephine bertanya ke beberapa tetangga, tapi tidak ada satupun yang tahu dimana paman dan keluarganya sekarang, mereka hanya berkata kalau saat itu paman sekeluarga pergi dengan sangat tiba-tiba, bahkan tidak sempat menyapa tetangga.

Josephine tidak ada cara lain, dia pun pergi ke kuburan.

Jarak waktu kunjungan kali ini dan yang sebelumnya tidak lama, namun suasana hati Josephine sama sekali berbeda, kali ini dia datang ke depan kuburan nenek, Josephine terlebih dahulu berlutut di atas lantai dan membungkuk dengan kepalanya menyentuh lantai, kemudian menangis dan berkata: "Maaf....."

"Nenek, mohon maafkan kebodohan dan ketidakberdayaanku, aku bukannya sengaja mau menikahi Claudius, aku juga sama sekali tidak pernah menyangka kalau dia adalah pembunuh yang menyebabkan kematianmu, kalau aku tahu dari awal, bagaimanapun aku pasti tidak akan menikahi dia. Nenek, mungkin nenek akan menyalahkanku, membenciku, menyalahkanku kenapa tidak meninggalkannya sekarang. Mohon nenek maafkan aku, aku sudah melangkah sampai sini, dan sudah hamil anaknya, jadi aku hanya bisa terus berjalan. Tapi nenek, aku berjanji kepada nenek, tunggu sampai anak ini lahir, aku pasti akan meninggalkannya, menghindarinya, tidak akan menemuinya lagi."

"Maaf, aku tidak bisa membalaskan dendam nenek, aku tidak bisa membunuhnya seperti di dalam mimpiku, karena....Bagaimanapun, dia adalah ayah dari anakku. Nenek, apakah nenek masih ingat ketika aku masih kecil, nenek selalu menggendongku dan menangis, berkata kalau aku yang masih kecil sudah tidak punya ayah yang menyayangiku, anak yang tidak punya ayah sangat kasihan, jadi aku tidak bisa membiarkan anakku memiliki takdir sepertiku, juga tidak tega dia menjadi sepertiku."

"Nenek, kamu pasti akan memaafkanku, kan? Kalau kamu sudah memaafkanku, mohon malam ini muncul di mimpiku dan memberitahuku, supaya hatiku bisa lebih tenang....."

Tetesan air yang dingin jatuh di kepala Josephine, memutuskan perkataannya.

Hujan? Dia mendengok perlahan, dia baru sadar langit yang awalnya cerah sudah berubah gelap, seperti mau hujan.

Josephine menenangkan hatinya, kemudian meletakkan bunga lily di pelukannya ke depan batu nisan, kemudian dengan tidak rela berbalik badan dan berjalan keluar kuburan.

Ketika dia berjalan sampai ke depan kuburan, tepat ketika dia mau masuk ke mobil, di sampingnya tiba-tiba terdengar suara bertanya: "Rose?"

Josephine terdiam, karena sudah belasan tahun tidak mendengar nama ini, namun begitu mendengar nama ini hatinya berdetak kencang.

Josephine berpaling dengan ekspresi kaget, dia melihat seorang wanita paruh bayah sedang berjalan ke arahnya, wanita itu memakai topi matahari, pakaiannya juga termasuk mahal.

Perasaan familiar mendatangi Josephine, di hatinya ada sedikit kekagetan, dia pun memanggil wanita itu: "Bibi?"

Meskipun dia tidak ada perasaan yang dalam dengan bibinya ini, tapi orang yang dicarinya kemana-mana tetap tidak ketemu tiba-tiba bertemu disini, tentu saja dia merasa senang.

Dibandingkan dengan bibinya yang dulu, bibinya yang sekarang tidak peduli aura maupun penampilannya terlihat lebih berkelas, terlihat seperti wanita dari keluarga kaya.

"Sudah belasan tahun tidak bertemu, tidak disangka kamu masih mengingat bibimu ini." Bibinya berjalan ke depan Josephine, menarik tangannya: "Tadi aku masih takut salah mengenal orang, namun aku pun berpikir, orang yang bisa datang kesini selain kamu tidak mungkin adalah kakak perempuanmu itu, jadi aku pun mencoba memanggilmu."

Dulu ketika Josephine operasi plastik menjadi seperti Shella, Bibinya tahu semuanya, namun karena sudah lama tidak bertemu, jadi sedikit tidak bisa mengenalnya.

"Bibi, apakah kamu datang mengunjungi nenek?" Josephine bertanya setelah terdiam sekian lama.

"Benar." Bibi Josephine mendongak melihat langit: "Tapi sepertinya sudah mau hujan, seharusnya sudah tidak bisa mengunjungi nenek."

Josephine merasakan dia punya sangat banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan, namun tidak tahu harus mulai dari mana, akhirnya dia pun mulai dari pertanyaan standar: "Bibi, aku dengar dari ibu kalian beberapa tahun yang lalu sudah imigrasi ke luar negeri, kenapa hari ini bisa ada di Surabaya? Apakah sudah kembali ke sini?"

"Tidak." Bibi menggelengkan kepala: "Aku pulang untuk mengurus beberapa hal, hari ini pas ada waktu luang jadi datang mengunjungi nenekmu."

Ada sedikit tetes air hujan mulai turun, bibi mendongak melihat ke atas, kemudian merangkul lengan Josephine: "Ayo, Rose, kita ngobrol di mobil saja, sekalian mengantarmu pulang, oh iya, sekarang kamu tinggal dimana?"

"Aku tinggal di daerah Gunung Anyar." Josephine mengikuti bibinya naik ke mobil.

"Oh, tinggal sama siapa? Pulang ke Surabaya untuk liburan?" Setelah berpesan kepada supir, bibinya berpaling dan bertanya.

Josephine tidak ingin membiarkan bibinya tahu mengenai pernikahannya dengan Claudius, juga tidak ingin terlalu banyak mendiskusikan dirinya, dia pun menjawab sembarangan kemudian mengalihkan pembicaraan: "Bibi, apakah aku boleh menanyakan beberapa hal?"

"Apa?"

"Hal mengenai nenek." Josephine bimbang sejenak, baru berkata: "Aku dengar kata ibuku, nenek dipaksa meninggal di proses perjualbelian rumah keluarga Zhu, apakah benar?"

Bibi Josephine sedikit terkejut, seakan tidak menyangka Josephine bisa menanyakan masalah ini, dia pun menatapi Josephine dan ragu-ragu sekian lama namun tetap tidak menjawab.

Josephine pun menambahkan: "Bibi, mohon kamu mengatakan sejujurnya, aku ingin tahu detail kejadian saat itu."

Bibi Josephine melihat raut wajah Josephine dan berkata: "Rose, aku merasa lebih baik kamu tidak usah tahu, karena nenekmu sangat menyayangimu, bahkan melebihi cucu kandungnya. Aku tahu perasaanmu terhadap nenekmu lebih dekat dibandingkan dengan saudara manapun, jadi daripada kamu sakit hati, lebih baik...."

"Bibi, tidak apa-apa, bibi katakan saja."

Bibi lagi-lagi ragu-ragu, kemudian berkata: "Saat itu, tidak tahu karena alasan apa, ada seorang pengusaha kaya tiba-tiba datang ke rumah kita, berkata ingin membeli rumah kita, terlebih lagi tidak peduli harus membayar berapa. Kamu juga tahu, nenekmu sangat menyukai rumah itu, tidak peduli pengusaha itu menawarkan harga seberapun, nenekmu tetap tidak mau menjualnya. Akhirnya pengusaha itu emosi, menggunakan berbagai cara kotor memaksa nenekmu mengalah. Nenekmu emosi dan berlari ke lantai 3, mengancam mereka kalau memaksanya lagi, dia akan lompat ke bawah, namun pengusaha itu tidak mempedulikan ancaman nenekmu, langsung mendesaknya lompat. Kasihan nenekmu setelah jatuh dengan luka parah dan diantar ke rumah sakit, pengusaha itu tetap tidak melepaskan nenekmu, hanya karena takut setelah nenekmu sembuh dia akan tetap tidak setuju, pengusaha itu pun mencari orang untuk membunuh nenekmu ketika dia masih di rumah sakit, nenekmu pun...."

Bibi tidak bisa melanjutkan ceritanya lagi, matanya dipenuhi air mata, menggelengkan kepala: "Dasar manusia bejat ini..... Terlalu kejam....."

"Bahkan diam-diam ke rumah sakit membunuh nenek?" Josephine bergumam.

"Benar, kalau tidak bagaimana mungkin dia bersedia memberikan begitu banyak uang untuk kita? Harga rumah kita saat itu hanya 100 jutaan, dia malah memberikan villa seharga beberapa milyar."

Josephine perlahan-lahan mengepalkan tangannya, seakan tidak berani mempercayai apa yang didengarnya, dia pikir Claudius hanya memaksa neneknya lompat dari lantai 3, tidak disangka dia ke rumah sakit untuk membunuhnya.....

Setelah sekian lama, Josephine baru perlahan-lahan menghadap ke arah bibinya, dengan suara gemetar dia bertanya: "Apakah semua ini.....benar?"

"Benar." Bibinya mengangguk, kemudian berkata: "Aku tahu kamu pasti akan emosi setelah mendengar ini, bisa sakit hati, jadi aku tidak berani memberitahumu."

Lagi-lagi hening, Josephine melihat bibinya dengan tatapan dingin: "Lalu kalian? Kalian pun membiarkannya berhasil? Menjual rumahnya kepada orang itu? Bahkan tidak membalasnya sedikitpun?"

"Rose....." Bibinya menghindari tatapan Josephine, merasa sedikit malu dan berkata: "Saat itu masalah utamanya adalah dia memberikan kompensasi yang terlalu besar, maksud pamanmu adalah meskipun kita tahu dia membunuh nenekmu, tapi kita juga tidak ada bukti, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Kalaupun ada bukti dan berhasil memasukkannya ke penjara, juga tidak ada untungnya untuk kita, lebih baik...."

"Lebih baik menerima villanya yang seharga milyaran, kemudian menjadi kaya?" Josephine memotong kata-kata bibinya.

Novel Terkait

My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu