Istri ke-7 - Bab 144 Tidak ada hak untuk menolak (3)

Josephine sadar diri masuk ke kamar tamu dan berbaring di atas kasur, tapi bagaimanapun dia berusaha tidur, dia tidak bisa tidur. Sebelah adalah dulu tempat dia tinggal dengan ibu dan Justin, hari itu dia juga dijemput menikah dari rumah sebelah.

Dulu dia menyetujui Justin, setelah menikah tetap akan sering pulang menemani dia, membuatkan ayam panggang untuknya, tidak disangka begitu menikah, dia tidak bisa menemui Justin lagi, bahkan tidak tahu tempat dia berada.

Josephine tiba-tiba bangun duduk di kasur, apakah apartemen sebelah sudah dibersihkan? Disana ada telepon, ada baju, dia boleh diam-diam kesana.

Setelah membuat keputusan, Josephine dengan berhati-hati mengunci pintu kamar tamu, membuatnya terlihat sudah tidur. Kemudian diam-diam berjalan sampai ruang tamu, setelah berdiri sejenak di ruang tamu dan tidak mendengar ada pergerakan, dia baru lanjut berjalan ke pintu.

Yang membuatnya terkejut adalah kata sandi pintu sebelah tidak berubah, dia dengan hati-hati membuka pintu, di dalam sangat gelap, jelas terlihat tidak ada yang tinggal disini.

Disini awalnya tidak ada yang tinggal, sekarang otomatis juga tidak akan ada, Josephine pun mengangkat tangan dan menekan tombol lampu, ruangan langsung berubah terang.

Sayangnya, apartemen ini sudah pernah dibersihkan, jadi barang-barang yang pernah mereka gunakan sudah tidak ada, bahkan baju yang ada di lemari pakaian juga sudah tidak ada.

Berdiri di depan lemari baju yang kosong, Josephine menghela nafas dengan kecewa.

Dia teringat tujuan utamanya datang kesini, dia pun berjalan cepat ke arah telepon di atas meja samping kasur, mengambil teleponnya dan menekan nomor telepon.

Telepon berbunyi sekian lama, baru terdengar suara Susi yang lemah: "Josephine, kamu sudah bebas?"

Josephine terdiam sejenak, kemudian bertanya khawatir: "Susi, kamu kenapa? Kenapa terdengar sangat tidak bertenaga?"

"Tidak apa-apa, hanya merasa sedikit tidak enak badan." Susi pun mengganti topik pembicaraan: "Kamu ingin bertanya hasil pemeriksaan DNA, kan? Lagi-lagi mau membuatmu kecewa, anak itu tidak ada hubungan denganmu."

"Tidak ada hubungan?" hati Josephine terasa berat, merasa sangat kecewa.

"Aku sudah pernah bilang, ketika dia ditinggalkan di depan pintu panti asuhan, kamu belum melahirkan, kamu malah tidak percaya, melakukan semua ini dengan sia-sia." Susi menghela nafas: "Tapi kamu juga jangan terlalu sedih, cari dengan perlahan."

Tangan Josephine yang memegang gagang telepon mengerat, menahan kesedihannya dan berkata: "Baiklah."

"Josephine, kamu sekarang baik-baik saja, kan?"

"Lumayan." hati Josephine sangat sakit, dia pun berkata: "Susi, terima kasih banyak, kamu sendiri jaga kesehatan, aku tutup dulu."

"Baiklah, sampai jumpa."

Josephine meletakkan gagang telepon ke tempatnya, dengan perlahan duduk di tepi ranjang.

Sebenarnya sebelumnya ketika dia ke panti asuhan dia juga tidak berharap banyak, tapi begitu mendengar anak itu tidak ada hubungan dengannya dia tetap merasa sangat kecewa.

Satu-satunya petunjuk sudah hilang, dia juga tidak tahu harus mulai mencari dari mana.

Setelah menutup telepon, Josephine duduk di tepi kasur dan mulai memikirkan rencananya, dia sudah melupakan waktu, bahkan tidak mendengar suara langkah kaki yang datang dari pintu kamar.

Ketika Claudius selesai bekerja dan berjalan kembali ke kamar, dia melihat Josephine tidak ada di kamar utama, dia pun berjalan ke kamar tamu untuk mencarinya, kamar tamu dikunci, juga tidak tahu apa yang dia pikirkan, dia mencari kunci dan membuka pintu kamar tamu.

Melihat di dalam tidak ada orang, emosinya langsung memuncak.

Saat itu juga, di dalam hatinya memikirkan beberapa kemungkinan, Josephine mungkin mengambil kesempatan melarikan diri, atau mungkin hanya jalan-jalan di bawah karena hujan sudah turun. Dia ingin mempercayai kemungkinan kedua, dia pun berjalan ke beranda dan melihat ke taman di bawah.

Namun ketika dia melihat lampu di apartemen sebelah menyala, emosinya yang dengan susah payah sudah turun lagi-lagi membara.

Dia melangkah menuju apartemen sebelah, memasukkan kata sandi yang diingatnya, setelah masuk ke dalam dia melihat Josephine ada di dalam.

Benar, dia di sini.

Sendirian duduk di tepi kasur tidak tahu sedang mengenang apa, sampai begitu tenggelam dalam pikirannya.

Bahkan tidak sadar Claudius sudah berdiri begitu lama di pintu.

"Kenapa? Dia sudah pergi, kamu hanya bisa mengenang kebahagiaan yang pernah ada?" Nada suara Claudius penuh dengan kemarahan yang ditahan.

Josephine terkejut, perlahan-lahan berdiri dari tepi kasur, melihat Claudius: "Kamu kenapa kesini?"

"Kalau aku tidak kesini? Apakah kamu berencana mengenang sampai langit berubah terang?" Claudius berjalan maju beberapa langkah, dengan satu tangan menarik pinggang Josephine masuk ke pelukannya, kemudian sedikit berbalik badan, melihat kasur besar di depannya: "Apakah kamu sedang mengenang hal-hal yang kalian lakukan di atas kasur ini?"

Josephine mendengar Claudius salah paham, bergegas mengatakan: "Bukan!"

"Bukan? Kalau begitu untuk apa kamu diam-diam kesini malam-malam begini dan melamun?"

"Aku datang untuk melihat apakah pakaianku dulu masih ada disini, aku melamun.... karena teringat Justin."

"Disini jelas-jelas adalah kamar utama, mengingat Justin kenapa tidak ke kamar Justin?"

"Aku....." Josephine tidak tahu mau berkata apa.

Dia awalnya memang bukan orang yang pintar berdebat, ditanya seperti itu oleh Claudius, otaknya langsung berhenti berputar.

"Kenapa? Tidak tahu mau mengatakan apa lagi?" Tangan Claudius memegang pinggul Josephine, menarik sedikit ke atas, kemeja besar yang dipakai Josephine sudah ditarik sampai ke pinggang. Bibir Claudius menggigit ringan telinganya: "Menurutmu....bagaimana kalau aku menggantikan kenanganmu yang ada di atas kasur ini?"

Kemudian, tubuh Claudius berputar, dan langsung mendorong Josephine dan menindihnya di atas kasur.

Josephine dengan panik memukul tubuh Claudius, berkata dengan suara keras: "Claudius Chen! Kamu sebenarnya mau aku katakan berapa kali baru percaya aku dan Vincent tidak pernah berhubungan intim?!"

"Berapa kalipun aku tidak akan percaya!" Claudius berkata sambil menggertakkan gigi.

Dia hanya tahu Josephine dan Vincent berpacaran selama 3 tahun, hanya tahu dulu mereka sangat bahagia, dia juga tahu ketika Josephine berdiri di atas panggung dan berganti cincin dengan Vincent, wajahnya penuh dengan senyuman bahagia.

Semua yang dia ketahui, hanya Josephine dan Vincent bahagia bersama.

Claudius tidak mempercayainya, Josephine tidak berdaya, dia menutup mata dan memalingkan wajahnya, membiarkan Claudius melakukan sesukanya.

Lagipula beberapa hari ini, Claudius melakukan hal seperti ini terhadapnya sudah menjadi hal yang biasa, malah kalau dia memberontak akan membuat jiwa posesif Claudius keluar.

Meskipun Claudius berkata dia ingin menggantikan kenangan yang ada di atas kasur ini, tapi ketika benar-benar mau melakukan, Claudius merasa tidak senang. Dulu dia bahkan tidak pernah duduk di atas kasur lelaki lain, apalagi melakukan hal seperti ini.

Dia pun turun dari ranjang, kemudian menarik Josephine yang bajunya berantakan bangun dari ranjang, menariknya berjalan ke arah pintu depan, dan membawanya sampai ke rumah sendiri baru menarik kemeja Josephine dengan tangan satunya lagi, kancing kemeja seketika terbuka, tubuh yang langsing dan mulus terekspos di depannya.

Josephine mengerang kecil, belum sempat dia melawan, dia sudah ditindih oleh Claudius di kasur, kemudian bibirnya mencium Josephine, menggigit lehernya.

Setiap dia marah, Claudius selalu menguasainya dengan emosi mendalam seperti ini, seakan hanya dengan seperti ini baru bisa membuat Josephine ingat, membuat Josephine sadar bahwa dia adalah miliknya, selamanya hanya bisa jadi miliknya, tidak peduli dengan identitas sebagai istri atau selingkuhan, Josephine jangan pernah berpikir ingin melepaskan diri darinya.

Josephine yang hanya memakai kemeja membuat Claudius merasa sangat gampang, dia dengan cepat melepas jubah mandinya, kemudian masuk ke tubuh Josephine.

Awalnya malam ini dia tidak bermaksud melakukan ini, tapi Josephine malah membuatnya marah, bahkan berhasil mengeluarkan seluruh nafsu yang dia tahan di dalam tubuhnya.

Tidak bisa melarikan diri, maka tidak perlu mencoba, terlebih lagi ini bukan pertama kalinya, Josephine mengulurkan tangan memeluk pinggang Claudius, menyambut semua nafsunya.

Sampai ketika Claudius sudah puas, dia merasa sangat lelah.

Dan saat ini, Josephine juga sudah tidak ada tenaga, bahkan tidak ada tenaga untuk mengambil baju yang dilempar Claudius di bawah kasur. Mereka berdua pun tertidur lelap sambil berpelukan.

Keesokan harinya, Josephine bangun sangat pagi, dia pun menggerakkan tubuhnya, dia mencium aroma lelaki yang khas dan familiar, dia pun berusaha membuka matanya dan baru sadar dia sedang berada di pelukan Claudius.

Novel Terkait

Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu