Istri ke-7 - Bab 113 Hilangnya Josephine (3)

Setelah berkata demikian, tangannya merangkul Susi, memasukkan Susi ke dalam pelukannya

Meskipun kali ini adalah inisiatif Susi sendiri, namun bagaimanapun juga melakukan ini, tentu wajah Susi akan memerah karena malu. Ia dibawa masuk ke ruang istirahat, saat ia pikir Henry akan mendorongnya ke atas ranjang, dari ujung matanya ia malah melihat di atas ranjang besar itu terbaring seorang wanita.

Ia tertegun, dengan cepat mendorong Henry.

Wanita di atas ranjang itu saat itu telanjang bulat dan menutupi tubuhnya dengan selimut tipis, kulitnya putih mulus, matanya menggoda, benar-benar tipe wanita yang disukai Henry. Tetapi wanita ini sungguh tak tahu malu, ia dengan genit berkata, "Tuan Qiao, bukankah kau bilang akan segera kemari? Kenapa lama sekali?"

Dari awal, ia berlagak seperti tidak melihat Susi, bahkan tak melirik tubuh Susi sedikitpun.

Wajah Susi sedikit demi sedikit bertambah pucat,  seumur hidupnya penghinaan terbesar terhadapnya mungkin adalah hal yang sedang terjadi di depan matanya ini.

Ia masih telanjang, di kamar bisa-bisanya ada seorang wanita yang lebih telanjang darinya!

Tubuh Susi sedikit gemetar, raut wajahnya semakin tak enak.

Henry merasakan getaran tubuh Susi, namun ia tak peduli, tangannya merangkul pinggang Susi, tangan satunya menarik gaun merah yang tergantung di sandaran kursi dan melemparkannya pada wanita di atas ranjang itu, sambil tersenyum ia berkata, "Gadis pintar, pakailah bajumu dan pergilah dulu, aku akan mencarimu lagi nanti malam."

"Kenapa aku harus pergi," wanita itu mengamati sekilas Susi yang marah dalam pelukan Henry itu, dengan tak senang berkata, "Ia memang lebih cantik dariku, tapi tubuhnya tidak sebagus aku kan."

"Dia ini istriku, istri datang kemari tentu ia punya hak untuk didahulukan," katanya dengan senyum yang tetap menawan.

Ternyata inilah yang disebut-sebut Nyonya Qiao, wanita itu dengan tidak terima memandangnya, dengan tidak ikhlas ia bangkit dari kasur. "Baiklah, ranjangnya untukmu, tapi Tuan Qiao harus ingat malam nanti harus memberiku 'penghargaan' kuat-kuat ya."

"Itu pasti," katanya sambil memberikan pandangan mata yang menggoda.

Sebelum meninggalkan ruang istirahat, wanita itu tak lupa memberikan senyuman yang menantang. "Nyonya Qiao, kalian mainlah baik-baik, aku tak akan mengganggu, tetapi jangan buat Henry terlalu capek, kita nanti malam…"

Belum selesai bicara, wanita itu menerima tamparan Susi.

Ia berteriak pelan, ia memegang pipinya lalu menoleh dan memelototi Susi, Susi tidak terpengaruh oleh pandangan bencinya, ia menamparnya lagi dan memakinya, "Wanita rendahan! Aku tak butuh kamu komentarmu, enyah!"

Wanita itu menggigit bibirnya marah, ia menoleh pada Henry, melihatnya sama sekali tidak bermaksud membelanya, terpaksa ia memakai baju dan pergi dengan geram.

Di ruang istirahat hanya tersisa Henry dan Susi, Henry tertawa sambil mengamati tubuh telanjang Susi dan berkata, "Lumayan loh, seksi sekali, aku suka."

"Jangan gunakan tangan yang sudah menyentuh wanita itu untuk menyentuhku!" Kata Susi melepaskan tangan Henry, lalu ia berputar mengambil gaunnya.

"Kau mau pergi begini saja?" Kata Henry menariknya kembali, senyuman di wajahnya menghilang, berganti dengan wajah tegang. "Bukankah kau mau berkorban untuknya? Kenapa malah pergi begitu saja? Sudah tak perlu bantuanku?"

Susi memelototinya marah dengan mata merah. "Henry, kau adalah pria yang paling membuatku muak di dunia, melihatmu saja aku ingin muntah!"

"Kau…!" Ujar Henry marah lalu mendorongnya ke atas ranjang, ia maju dan memandangnya, "Kau juga bukan orang baik-baik, kita sama."

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya panik melihat Henry akan mengunci pintu.

"Begini kau tidak memberiku apa-apa sedikitpun, bahkan dengan tubuhmu pun kau tak pantas memperoleh bantuanku, kita sampai sini saja, selamat tinggal!" Kata Henry. Brak, suara pintu ditutup, dan lagi dikunci dari luar.

Mendengar suara pintu dikunci, Susi semakin marah dan panik, sambil memukul pintu ia berteriak marah, "Henry! Buka pintunya! Bajingan…!"

Namun sayangnya, tak peduli bagaimanapun ia memukul dan berteriak, Henry tidak kembali dan membuka pintu.

*****

Josephine bersandar di dinding tepi tangga menunggu sangat lama, tak mendapat kabar dari Susi, sebaliknya perutnya semakin lama semakin sakit.

Ia mengelap keringat dingin di wajahnya menggunakan lengan bajunya, dengan susah payah menghubungi nomor Susi, namun kali ini tak peduli bagaimanapun Susi tak lagi mengangkatnya.

Susi jelas-jelas sudah menyanggupi untuk membantunya, kenapa ditelepon tidak dijawab? Bagaimana bisa?

"Susi, cepat angkatlah…" Rintihnya sambil menangis tersedu-sedu.

Samar-samar, terdengar suara Fransiska dan Summer mencari orang di luar tangga darurat, suara langkah kakinya terdengar semakin mendekat.

Josephine terdiam, ia dengam susah payah mengangkat tubuhnya dan akan meninggalkan tangga darurat.

Begitu membuka pintu sedikit, dari celah pintu dilihatnya Fransiska dan Summer sedang berlari ke arahnya, ia pun panik, lalu berbalik dan berlari naik.

Rasa sakit di perutnya membuat setiap langkah terasa setengah mati, namun ia tidak menyerah, juga tidak berhenti, di hatinya hanya ada satu tujuan, yaitu melepaskan diri dari ibu dan anak yang kejam itu, dan melindungi bayinya.

Dengan susah payah ia tiba di lantai 6, begitu keluar dari tangga darurat, ia memandang sekitarnya, ia baru menyadari ia sama sekali tidak memahami keadaan di lantai 6.

Novel Terkait

A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu