Istri ke-7 - Bab 178 Nyonya Jing (2)

Setelah menunggu seharian, Claudius masih belum sadar.

Kekhawatiran Josephine pada Claudius dari pagi itu perlahan menjadi duduk dan berdiri dengan cemas, sejak ia menikah dan masuk ke keluarga Chen, Claudius sudah sering kambuh, tetapi tidak pernah tidak bangun begitu lama seperti kali ini.

Entah kemarin malam berapa banyak bir yang Claudius minum, namun ia minum 2 hari berturut-turut, ia yang dari awal memang tidak boleh minum bir itu pasti tak bisa mencernanya.

Berdiam di luar kamar seharian, Josephine bahkan tak minum air setetes pun, Chelsea-lah yang membawakannya makanan sepulang sekolah.

Melihat makanan kecil di tangan Chelsea, ia tak nafsu makan sama sekali.

"Kakak ipar, kau harus makan sedikit baru bisa menjaga kakak, jangan sampai saat kakak bangun malah kau yang pingsan," ujar Chelsea lalu membukakan sebotol air mineral padanya, "Minumlah sedikit air."

"Terima kasih," kata Josephine menerima botol air itu dan meminumnya, lalu berbisik, "Menurutmu kenapa Claudius tidak kunjung bangun juga?"

"Tidak tahu," jawab Chelsea dengan wajah yang sama khawatirnya.

Kenapa ia harus pergi berkelahi dengan Vincent, kenapa harus pergi minum bersama Vincent? Demi melampiaskan kemarahannya? Tampaknya api amarah di hatinya sungguh sangat besar!

Baru saja ia makan sedikit makanan dengan tidak niat, nenek pun datang, kedua orang yang sedang duduk itu berdiri secepat kilat dan menyambutnya.

"Nenek, kenapa kau datang?" Tanya Chelsea sambil merangkul lengan nenek.

Nenek memandang kamar Claudius, dengan hati sakit berkata, "Claudius di sini tidak jelas hidup dan matinya, aku diam di rumah juga tidak bisa tenang."

"Tapi nek, di sini rumah sakit, banyak kuman penyakit, tidak baik untuk tubuhmu," ujar Chelsea lalu berkata pada Joshua yang datang bersama nenek, "Kak, sebaiknya antarlah nenek pulang."

Joshua dengan pasrah mengangkat bahu dan berkata, "Neneklah yang memaksa kemari."

"Aku punya batasanku sendiri, tak perlu kau khawatirkan," kata nenek lalu berkata pada Joshua, "Pergilah dan panggilkan Dokter Zhang untukku."

"Nenek, Dokter Zhang baru saja keluar dari kamar pasien, ia juga tidak tahu kapan Claudius akan sadar," kata Josephine.

Nenek mengarahkan sorot mata kepadanya, ia segera menundukkan kepala.

Ia kira nenek akan memakinya keras-keras, bagaimanapun ialah yang membuat Claudius menjadi seperti ini, namun nenek malah tak melakukannya, sebaliknya dengan sangat pasrah ia berkata, "Kau ikutlah aku pulang."

Josephine tak mengerti mengapa nenek menyuruhnya pulang, tapi tak peduli bagaimanapun ia tak akan pergi dari sini!

"Nenek, aku mau tetap di sini menunggu Claudius sadar," katanya.

Nenek marah dan berkata, "Kaulah yang membuat Claudius bahkan tak tahu akan kembali sadar atau tidak, kenapa kau menunggu? Apa kau pantas?"

"Claudius pasti akan bangun, nenek, kumohon biarkan aku menunggu di rumah sakit, kumohon..." Ucapnya sambil menarik ujung pakaian Chelsea, berharap ia akan membantunya mengatakan sesuatu.

Chelsea malah hanya menggelengkan kepala, memberinya isyarat untuk jangan membuat nenek marah.

Siapapun tahu emosi nenek, tak ada gunanya memohon. Kalau sampai memancing amarah nenek, seumur hidup tak mungkin nenek akan mengizinkannya mendekati Claudius barang selangkah pun. Demi hidupnya ke depannya, terpaksa Josephine diam.

Nenek menyerahkan tugas menunggu di rumah sakit kepada Joshua dan Chelsea, ia ditemani Pengurus He berjalan ke arah lift.

"Kakak ipar, pergilah bersama nenek, jangan memancing amarah nenek," ujar Chelsea.

Josephine menghela napas, menggenggam tangannya, "Chelsea, apapun yang terjadi pada Claudius, tolong pastikan kau memberitahuku tepat waktu, tolong ya."

"Baik, tenang saja."

Setelah menerima janji Chelsea, Josephine baru pergi dengan tidak rela, mengikuti nenek berjalan ke arah lift.

Nenek meminta supir menyetir mobil sampai ke pintu kuil di halaman belakang, kemudian menyuruh Josephine turun.

Josephine yang berdiri di depan pintu kuil, mengira nenek akan menyuruhnya berlutut di kuil lagi, namun baru saja ia akan buka mulut untuk menentang, Pengurus He memberinya isyarat dengan mata, memintanya untuk mengikuti mereka.

Josephine melihat nenek dan Pengurus He masuk bersama, dalam hati ia berpikir kalau nenek mau menghukumnya, ia tak mungkin mengantarnya sendiri sampai ke kuil. Ia tak punya banyak waktu untuk berpikir lebih jauh lagi, nenek dan Pengurus He sudah melangkah masuk, ia pun terpaksa mengikuti.

Biasanya, nenek dan Claudius selalu menentangnya pergi ke kuil, meskipun ia sedang dihukum pun akan selalu ada penjaga yang melarangnya masuk. Walau ia penasaran terhadap kuil itu, namun semenjak terakhir kali Claudius marah besar, ia tidak lagi mempunyai pemikiran untuk masuk ke dalam.

Tetapi hari ini, nenek bisa-bisanya membawanya mengitari bagian depan kuil dan mengarah ke aula di belakang.

Meskipun di dalam lampunya sudah menyala, namun sorot matanya tetap buram, melewati pintu kayu, semakin berjalan ke belakang, Josephine semakin ketakutan hingga bulu kuduknya berdiri. Ia tanpa sadar mempercepat langkahnya, ia menatap punggung nenek dan bertanya, "Nenek, ke mana kau akan membawaku?"

Nenek tidak mungkin akan membuangnya di aula belakang kan? Atau mengurungnya? Memaksanya berpisah denngan Claudius? Atau mau membunuhnya?

Ia tidak tahu bagaimana nenek dulu mengatasi 6 mantan istri Claudius, sehingga ia takut, dan semakin mengarah ke belakang ia semakin takut. Terutama karena saat ini nenek tidak mempedulikannya, tidak menjawab pertanyaannya, ekspresi di wajahnya juga tidak biasa, sangat menakutkan.

Saat mereka memasuki aula belakang, Josephine menggertakkan gigi, lalu memutar badan dan hendak kabur. Lalu pintu kayu yang awalnya terbuka saat ini tertutup, ia tertegun, ia menoleh pada nenek yang berada di belakangnya.

Tangan nenek menggenggam sebuah tongkat, dengan sorot mata dingin memandangnya.

"Kalian... Mau melakukan apa?" Tanya Josephine memandang mereka dengan ketakutan, ia sedikit demi sedikit berjalan mundur.

Melihat ketakutan di wajah Josephine, nenek tertawa sinis dan berkata, "Nyonya Bai bukannya selalu penasaran terhadap rahasia keluarga Chen? Kenapa? Saat ini malah tidak ada keberanian untuk masuk bersamaku?"

Josephine tersentak, dengan sorot mata terkejut memandang nenek.

Apa katanya?

Rahasia keluara Chen yang ditutupi dari semua orang ini, hari ini akan diberitahukan padanya? Dan lagi nenek sendirilah yang akan memberitahunya?

Benar, ia memang sangat ingin tahu rahasia keluarga Chen, sangat ingin mengetahui rahasia pasangan yang telah ditakdirkan itu, karena nenek mau memberitahunya, tentu ia akan mendengarkan dengan senang.

Ia tak lagi melangkah mundur, sebaliknya ia maju 2 langkah dan menatap nenek lalu berkata dengan hati-hati, "Anda sungguh bersedia memberitahuku?"

Kenapa? Sebenarnya apa tujuan nenek?

Nenek tidak mempedulikannya, ia berbalik dan melangkah masuk ke dalam aula belakang.

Josephine mengamati sekitarnya, dengan tergesa-gesa mengkutinya.

Setela memasuki aula belakang, ia melihat lukisan "Nyonya Jing" dalam ingatannya itu, ia merasa mati rasa. Pemandangan yang selama ini ia bahkan tak bisa membedakan apakah itu mimpi atau kenyataan, ternyata dilihatnya sekali lagi.

Sebelumnya saat ia pingsan di kuil, ia jelas-jelas mengingat dirinya melihat lukisan "Nyonya Jing" ini, juga melihat wanita yang berbaring di peti kristal itu. Tetapi Claudius malah berkata ia pingsan di aula depan, semua yang dilihatnya hanyalah mimpi buruk.

Melihatnya sekarang, ini sama sekali bukan mimpi, ini kenyataan!

Ia ingat di belakang lukisan itu adalah kamar yang mewah dan bagus sekali, di dalam kamar ada sebuah peti kristal yang ditutup oleh sutera berwarna kuning, matanya terus terpaku pada pintu kayu yang ditambahi sebuah gembok itu, jantungnya berdetak sangat cepat seolah akan melompat keluar.

"Nyonya muda, nyalakanlah dupanya," ujar Pengurus He di sebelahnya tiba-tiba.

Josephine perlahan kembali sadar, ia menoleh melihat nenek sedang menyalakan dupa, di tangan Pengurus He juga ada dupa yang sudah menyala. Dengan gemetar ia mengangkat tangannya, menerima dupa yang memercikkan api dari tangan Pengurus He.

Melihat tangannya yang gemetaran, nenek berkata dingin, "Kalau takut sekarang kau masih boleh pergi, aku tidak memaksa."

Josephine menelan ludah, lalu menggertakkan gigi dan berkata, "Aku tidak takut."

Ia dengan susah payah menunggu sampai kesempatan ini datang, tentu tak akan ia sia-siakan, walaupun saat ini ia benar-benar takut.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu