Istri ke-7 - Bab 87 Terluka (1)

Claudius mengira ia akan menyerah, tak disangka Josephine malah meminumnya lagi setelah menarik napas panjang. Separuh isi mangkuk pun habis dengan cepat.

Setelah meminumnya, Josephine meletakkan mangkuk itu di atas meja, lalu mengelap mulutnya dengan tisu. Sambil menahan mual ia tersenyum tipis pada Claudius, "Aku akan menyuruh Vina membawakannya lagi untukmu."

Setelah itu ia berjalan menuju meja dan menekan tombol interkom.

Sepanjang proses itu, Claudius berada dalam posisi setengah terkejut, karena ia tadi hanya menggoda Josephine, ia tak menyangka gadis itu benar-benar meminum obat itu.

Meskipun obat ini tidak ada efek sampingnya, tapi rasa pahitnya sepahit apa hanya ia yang tahu. Kalau tidak luar biasa pahit, ia pasti tidak akan mati-matian menolaknya.

Vina dengan cepat membawakan obat kembali. Di bawah pengawasan Josephine, Claudius tak berani lagi menolak, ia langsung meminum habis obat itu.

Melihat Claudius menghabiskannya, Josephine tertawa puas. Ia mengambil mangkuk obatnya yang tadi lalu menyulangkannya dengan mangkuk milik Claudius, "Kerja bagus!"

"Apa kau sedang memuji dirimu sendiri?" Claudius melihat sisa obat yang belum dibersihkan di sudut bibir Josephine. Ia mengangkat tangannya dan membersihkannya dengan jarinya. Gerakannya begitu alami dan intim, membuat hati Josephine yang semula pahit menjadi manis.

Ia tersentuh, tak berbicara lagi.

"Cepatlah istirahat," Claudius tiba-tiba bangkit dari sofa, lalu berjalan ke arah kasur.

Ya, ia tak kembali ke kamarnya sendiri, melainkan tidur di atas kasur Josephine.

"Apa yang kau lamunkan? Meskipun besok tidak jadi pergi, kau tetap harus tidur," kata Claudius saat melihatnya terdiam di atas sofa.

"Aku...akan turun sebentar mengambil air," Josephine bangkit dan berjalan keluar kamar. Setelah menutup pintu, ia segera menuju ke kamar mandi lalu memasukkan jarinya ke tenggorokan.

Ia berlutut di sisi kloset dan memuntahkan semuanya. Obat yang barusan diminumnya serta makan malamnya pun termuntahkan keluar.

Memuntahkan obat dengan sengaja adalah sebuah pekerjaan yang sulit. Air mata dan ingusnya mengalir bersamaan, kerongkongannya terasa perih dan sakit.

Tak mudah untuk mengosongkan lambungnya. Josephine membasuh mukanya dengan air bening. Setelah rona wajahnya kembali, ia baru meninggalkan kamar mandi.

Saat melewati dapur, ia tiba-tiba mengarahkan langkahnya masuk ke sana. Meskipun ia sedang tidak ingin makan sekarang, tapi semua makan malamnya telah termuntahkan, ia takut kelaparan, lebih takut lagi kalau nutrisi anaknya tidak cukup.

Untungnya segala sesuatu tersedia di dalam lemari makanan: roti, jajanan, biskuit... Banyak yang bisa dipilihnya.

Ia membawa beberapa jajanan di atas piring kecil, lalu kembali ke kamar. Awalnya ia ingin menawari Claudius beberapa, namun ketika masuk ke kamar, ia mendapati Claudius telah terlelap.

Josephine sengaja memanggilnya pelan untuk mengecek. Tak ada respon.

Tadi ia berkata ingin memuaskan rasa laparnya, tapi ia malah tertidur sepagi ini. Josephine tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Tapi begini pun juga baik, ia jadi tak perlu memikirkan cara untuk menghadapinya.

Josephine memakan jajanannya sendirian di atas sofa. Ia mengisi perutnya sampai penuh baru pergi mandi.

Ia berbaring di sisi Claudius, memandangi wajahnya yang terlelap. Josephine secara tak sadar mulai mengingat-ingat pertemuannya hari ini dengan Fransiska dan Shella. Rasa sedih pun muncul kembali.

Memikirkan kenyataan bahwa akan ada hari di mana ia harus berpisah dengan Claudius dan anaknya, hatinya pun terasa sakit seperti disobek-sobek.

Siang hari masih lumayan, ada Claudius yang menemaninya mengobrol, tapi begitu sampai malam hari, ia tak bisa mengontrol kesedihannya lagi.

Claudius yang sedang terlelap bergumam-gumam sebentar dan menggerakkan badannya.

Josephine takut ketahuan oleh Claudius kalau ia sedang memandanginya diam-diam, ia pun buru-buru memejamkan mata dan mematikan lampu.

Gelap menyelimuti ruangan, hanya cahaya temaram lampu taman yang menerobos masuk melalui jendela. Josephine berpura-pura tidur, ia merasa pergerakan Claudius semakin tak karuan, seperti siap bangun kapan saja.

Awalnya Josephine ingin terus berpura-pura, namun mendengar Claudius kembali bergumam dan tampak kesakitan, Josephine tertegun, ia akhirnya menyadari kalau reaksi tak biasa dari Claudius ini mungkin karena penyakitnya kambuh...

Karena sudah lama tak kambuh, Josephine mengira penyakit Claudius sudah mulai membaik, sehingga ia tak lagi menghubung-hubungkan gejala tak normal pada Claudius dengan penyakitnya.

Jadi, Jospehine tak menyadari perasaan tak biasa pada diri Claudius tadi.

Mengetahui penyakit Claudius kembali kambuh, Josephine pun duduk, mengamatinya dalam kegelapan, "Claudius, kau kenapa?"

Claudius tak mengacuhkannya, ia tak punya tenaga untuk berbicara dengannya. Ia sedikit demi sedikit menggulungkan tubuhnya, bibirnya tak henti menggumamkan kesakitan yang tertahan.

Tiap kali penyakitnya kambuh, Claudius selalu berusaha sekuat tenaga untuk menahannya, ia tak membiarkan dirinya lepas kontrol.

Josephine mulai panik, setelah terdiam beberapa saat ia baru terpikir untuk mencari obat di laci. Ia buru-buru turun dari kasur, membuka laci, dan mengambil sebutir obat dari dalam botol. Ia dengan panik kembali ke kasur, satu tangannya memegang obat dan tangan yang lain membantu Claudius bangkit dari kasur, "Claudius, bukalah mulutmu, kau akan baik-baik saja setelah minum obat."

Namun Claudius sudah kesakitan sampai tak bisa membedakan keadaan, pun mendengar perkataan Josephine, apalagi membuka mulut.

Josephine pun menahan dagu Claudius dengan tangannya, meniru cara pria itu memaksanya memakan obat sebelumnya. Namun Claudius begitu kesakitan sampai menggertakkan giginya, membuat Jospehine tak mampu membuka mulut pria itu.

Sungguh tak mudah sampai akhirnya Claudius bisa membuka mulut, namun ia malah menggigit pergelangan tangan Josephine.

Sama seperti saat malam pertama mereka, Claudius menggigit pergelangan tangan Josephine sampai membuatnya berteriak kesakitan. Air mata pun mengalir keluar.

Tak ada yang bisa mendeskripsikan rasa sakitnya saat ini. Claudius menggigit pergelangannya tangannya kuat-kuat dan tak kunjung melepasnya.

Josephine berteriak sampai beberapa kali. Setelah perlahan-lahan menyesuaikan diri dengan rasa sakitnya, ia mulai berusaha menenangkan diri, lalu menggoyangkan tangannya untuk memasukkan obat ke dalam kerongkongan Claudius.

Mungkin karena merasakan keberadaan obat di mulutnya, Claudius pun melepaskan gigitannya, dan berusaha menelan obat itu.

Terdengar suara langkah kaki dari luar kamar, dilanjutkan dengan suara pintu didorong. Nenek Tua Chen masuk ditemani Pengurus He. Ia hampir pingsan ketika melihat mulut Claudius yang dipenuhi darah.

Ia berbalik dan berteriak pada Penurus He, "Cepat pergi! Cepat panggilkan dokter, cepat!"

Pengurus He juga terkejut dengan penampakan Claudius saat ini. Meski ia telah memberitahu dokter, ia tetap pergi mendesaknya agar cepat datang.

Dokter pun segera datang, ia mengeluarkan obat penenang dari dalam kotak perlengkapannya dan menyuntik lengan Claudius dengan mahir.

Efek obat itu begitu cepat, Claudius perlahan-lahan menjadi tenang.

Novel Terkait

Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu