Istri ke-7 - Bab 235 Kuberitahu Satu Rahasia (3)

Ia bahkan tak mau makan malam lagi, dengan kesal ia memalingkan pandangannya dari Marco, kemudian berbalik dan melangkah ke luar.

Memandang sosoknya dari belakang, Marco akhirnya diam-diam menghela nafas lega, kemudian merapikan kerah pakaiannya.

Selesai membeli sayur dan kembali, Josephine melihat hanya tersisa Marco seorang di dalam rumah, ia mengamati sekeliling dan bertanya, "Di mana Claudius?"

"Ia sudah pergi," kata Marco, kemudian menatap Josephine dan tertawa pahit, "Kenapa? Agak kecewa ya?"

"Mana mungkin, kalau ia di sini aku malah merasa tidak nyaman," jawab Josephine sambil tersenyum, "Baguslah kalau sudah pulang."

Betul, baguslah kalau sudah pulang!

"Josephine..." panggil Marco, Josephine pun menghampirinya, kemudian menarik tangannya dan mengamatinya. "Ada apa? Apakah ia membuatmu tidak senang?"

Marco menggeleng dan berkata, "Tidak, tak peduli bagaimanapun ia memancingku, asalkan kamu bersedia kembali ke sisiku, aku tidak akan marah."

Josephine tertawa, dalam hati ia berpikir Claudius pasti marah besar, pasti ia pulang karena dibuat marah.

Saat itu, ia bisa-bisanya bersimpati padanya.

"Josephine, aku ingin bertanya, apakah yang pernah kamu ucapkan itu masih berlaku?" Tanya Marco dengan serius dan mengharapkan jawaban.

Josephine mengangguk dan berkata, "Tunggu aku menyelesaikan urusan yang harus diurus, kemudian mari kita ke luar negeri dan tinggal bersama Jesslyn, aku selalu mengingat janjiku ini."

"Baguslah kalau begitu," ujar Marco sambil mengelus kepala Josephine, "Aku takut kamu akan menyesal."

"Tidak akan," kata Josephine, saat mengatakannya, hatinya terasa bagaikan berdarah.

Ia tidak tahu beberapa hari setelah mereka ke luar negeri, Claudius akan bagaimana, ia tidak tega memikirkannya.

Kesempatan bertemu Sally dengan susah payah akhirnya tiba, polisi malah memberi tahu Joshua bahwa Sally tidak mau bertemu dengannya, ia hanya mau bertemu dengan Josephine.

"Mengapa?" Tanya Joshua panik, "Tolong sampaikan padanya, Josephine tidak akan datang menemuinya, yang ingin menemuinya adalah aku."

"Tuan Shen, sebelum divonis tersangka tidak boleh sembarang bertemu keluarga, apalagi Nyonya Lin sendiri sudah berkata tidak mau menemuimu, jadi... Silakan kembali," ujar polisi, kemudian melanjutkan, "Oh ya, Nyonya Lin meminta Anda untuk menyampaikan pesan pada Josephine, kalau Nyonya Bai tidak menemuinya ia akan menyesal."

"Apa maksudnya?"

"Entahlah," kata polisi itu sambil mengangkat bahu.

Sementara itu, Josephine sedang meringkas barang bawaan dan bersiap untuk penerbangan ke Inggris jam 7 malam.

Setelah menutupi sofa terakhir dengan kain, ia berbalik dan berkata pada Marco sambil tersenyum, "Sudah bisa berangkat."

"Baiklah," kata Marco mengangguk.

Josephine mendorong kursi rodanya ke arah pintu, Paman Liu sudah memasukkan barang bawaan mereka ke dalam bagasi, melihat kedua orang itu datang, ia membantu mendorong kursi roda Marco sambil berkata, "Tuan dan Nyonya Muda, sesampainya di Inggris ingat untuk jaga diri baik-baik."

"Tentu, terima kasih," ujar Josephine berterima kasih.

Paman Liu membopong Marco ke dalam mobil, saat Josephine mengitari mobil dan akan masuk lewat sisi satunya, ia kaget melihat mobil Claudius yang entah sejak kapan berhenti tak jauh dari sana, barusan saat keluar ia tidak menyadarinya.

Ia tercengang, sorot matanya menembus jendela mobil dan jatuh pada wajah Claudius, melihat kesedihan di wajahnya, di saat itu pula ia menanggung perasaan sedih dan bersalah.

Awalnya ia berencana pergi diam-diam selagi Claudius tidak menyadarinya, tak disangka ia tetap menyadarinya dan tetap muncul.

Marco yang sudah naik ke atas mobil menyadari kehadiran Claudius, ia menatap Josephine, kemudian menatap Claudius, lalu berkata pada Josephine, "Josephine, mari kita pergi."

Josephine menarik kembali pandangannya dari mobil Claudius, ia menunduk dan masuk ke dalam mobil.

Paman Liu menjalankan mobil, mobil itu perlahan menjauh dari mobil Claudius, kemudian dengan cepat meninggalkannya, dari awal sampai akhir, Claudius tak turun dari mobil, juga tidak berkata sepatah kata pun kepadanya.

Ia yang diam itu, malah membuat Josephine semakin sedih dan tidak tenang.

Ia bisa membayangkan, setelah ia pergi nanti, Claudius pasti tidak akan langsung pulang, ia akan mencari bar yang ramai dan minum sampai mabuk, lalu...

"Josephine, apa kamu baik-baik saja?" Tanya Marco tiba-tiba sambil menggenggam tangan mungilnya.

Setelah Josephine tersadar, ia baru menyadari wajahnya sudah dibanjiri oleh air mata, dengan panik ia mengusap air matanya dengan tangannya, kemudian dengan tidak enak tersenyum pada Marco dan berkata, "Maaf, aku hanya sedikit mengkhawatirkannya."

"Aku memahamimu," kata Marco sambil mengangguk.

Steelah terdiam sesaat, Josephine mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menelepon Asisten Yan, tak lama kemudian terdengar suara Asisten Yan, "Halo, saya Belinda."

"Asisten Yan, ini aku."

"Nyonya Bai? Ada apa?" Tanyanya. Ia belum pulang kerja, mendengar suara Josephine, ia langsung meletakkan pekerjaan di tangannya, karena Josephine biasanya tidak akan menelepon kalau tidak ada apa-apa.

Josephine merasa bagaikan tak bisa bersuara, ia terdiam beberapa saat baru berkata, "Begini, malam ini pesawatku lepas landas jam 7, aku... Aku mengkhawatirkan Claudius..."

"Hari ini kamu ke luar negeri? Bersama Marco?" Tanya Asisten Yan dengan kaget.

"Betul..."

"Dan tak akan kembali lagi?"

"Seharusnya," kata Josephine dengan nada memohon, "Jadi kuharap kamu bisa membantu Claudius, aku takut malam ini ia pergi minum, kemudian kambuh..."

"Nyonya Bai, apakah Anda sudah benar-benar memikirkannya? Dan Tuan Qiao, apakah ia sudah memikirkannya baik-baik?" Tanya Asisten Yan dengan tegang.

"Aku sudah memikirkannya baik-baik," jawab Josephine.

"Bagaimana dengan Tuan Qiao? Apa ia sekarang bersamamu?" Tanya Asisten Yan lalu terdiam beberapa detik, "Apakah boleh aku bicara sebentar padanya?"

"Boleh," kata Josephine lalu menyerahkan ponselnya ke depan wajah Marco, "Asisten Yan ingin bicara denganmu."

Marco menatap ponsel itu sebentar, kemudian menerimanya dan meletakkannya di telinganya, mereka berdua terdiam beberapa saat, baru Asisten Yan bertanya dengan tenang, "Kamu... Benar-benar mau ke luar negeri?"

"kamu menahanku?" Tanya Marco sambil mengangkat alis.

"Tidak, tidak akan," kata Asisten Yan menentang sebisanya.

"Kalau begitu tak ada yang perlu dibicarakan lagi," kata Marco lalu mengembalikan ponsel itu pada Josephine.

Josephine menerimanya, kemudian dengan bingung menatap Marco, entah mengapa ia merasa 2 kalimat pendek yang ia ucapkan barusan ini mengandung makna yang sungguh mendalam.

Marco sepertinya merasakan yang Josephine pikirkan, ia pun mengusap kepala Josephine dan berkata, "Saat kamu beberapa hari tidak di rumah, ialah yang datang menemaniku, ia adalah wanita yang baik."

"Jadi?"

"Jadi ia tak mungkin punya perasaan padaku yang cacat ini, tenang saja," katanya sambil tersenyum.

Josephine juga tersenyum, lalu berkata dengan tidak enak, "Aku tidak sepelit itu."

"Baguslah," kata Marco sambil mengangguk.

Saat itu ponsel Josephine kembali berdering, itu adalah telepon Joshua. "Kakak ipar, apa benar ini kamu?"

"Apa ini... Joshua?" Tanya Josephine. Mendengar suara Joshua, Josephine merasa sedikit tak biasa.

"Benar, ini aku," kata Joshua kemudian memohon, "Kakak ipar, Sally bilang ia mau bertemu denganmu, kumohon pergi temui ia sekali saja, ya"?"

Ternyata karena masalah Sally, Josephine pun berkata dengan pasrah, "Joshua, kurasa sudah tidak ada perlu untuk bertemu dengannya, maaf."

"Sekarang Sally tak ingin bertemu dengan siapapun, hanya ingin bertemu denganmu," katanya, "Kakak ipar, ia bilang kalau kamu tidak menemuinya kamu akan menyesal, aku juga tidak tahu apa maksudnya, tapi dendam Sally saat ini sudah sangat dalam, siapa tahu sungguh ada sesuatu, sebaiknya temui saja dia."

"Temuilah dia, bicara beberapa kalimat saja juga tidak akan memakan waktu lama," ujar Joshua menenangkan, "Kakak ipar, kamu tidak perlu takut ia melukaimu, ia sekarang sudah tidak bisa melakukan hal yang menyakiti orang lain lagi."

Josephine berpikir sejenak, akhirnya menjawab, "Aku pikirkan dulu."

Ia menutup telepon, kemudian menoleh pada Marco. Jarak di antara mereka berdua begitu dekat, Marco mendengar jelas hampir semua perkataan Joshua, ia pun bertanya, "kamu tidak berencana menemuinya kan?"

Mendengar perkataan Joshua itu, yang berkata bahwa ia akan menyesal kalau tidak pergi, dalam hati ia merasa tidak tenang.

Sebenarnya ia juga tahu di saat genting seperti ini ia tidak perlu menemui wanita itu, toh bertemu pun hanya akan ada hal buruk, tidak akan ada hal baik, namun dalam hati samar-samar muncul keinginan untuk bertemu dengannya, dan keinginan ini semakin lama semakin kuat.

Ia mengangkat pergelangan tangan dan melihat arlojinya, kemudian berkata pada Marco, "Waktunya masih cukup, sebaiknya aku menemuinya."

Marco terdiam, ia jelas tak ingin membiarkan Josephine pergi.

"Lagipula, dari sini ke sana juga searah," kata Josephine lagi.

Marco bertanya dengan pasrah, "kamu yakin mau pergi?"

"Iya," ujar Josephine sambil mengangguk.

Marco terdiam lagi, baru ia berkata pada Paman Liu untuk berbalik arah.

Sesampainya di penjara, dari kejauhan Josephine melihat Joshua di pintu gerbang. Melihat Josephine turun dari mobil, wajahnya jelas nampak lega, lalu ia berkata, "Kakak ipar, terima kasih kamu mau menemuinya."

"Kamu..." Tanya Josephine sambil mengamatinya, "Kenapa kamu masih berani ke mana-mana?"

Bukankah seharusnya ia bersembunyi? Tetapi saat ini ia tak punya waktu menanyakan tentang ini, ia melihat lagi jam di pergelangan tangannya dan berkata, "Sudahlah, bawa aku pada Sally."

"Apakah kakak ipar buru-buru?" Tanya Joshua sambil melihat mobil Marco.

"Iya, pesawatku jam 7 malam," jawab Josephine sambil berjalan masuk.

Josephine diminta menunggu di dalam sebuah ruangan kecil, sambil menunggu ia terus melihat arlojinya.

Lima menit kemudian, Sally akhirnya keluar.

Sally di hadapannya itu sudah lama tidak memiliki keceriaan dan semangatnya yang dulu, ia memakai pakaian tahanan, ia jelas semakin kurus, wajahnya nampak sangat pucat. Josephine memperhatikannya, ia menekan keprihatinan yang tidak sengaja muncul di hatinya itu, lalu menatapnya dan bertanya, "kamu mencariku?"

Wajah Sally tidak nampak takut seperti yang dibayangkannya, juga tidak menangis memohon-mohon padanya, sebaliknya ia malah tersenyum dan berkata, "Benar, aku sudah lama mencarimu, kamu tidak mau bertemu denganku dan tidak mau mengangkat teleponku. Kukira hari ini kamu juga tidak akan datang, aku benar-benar tidak menyangka kamu datang."

"Katakan ada apa," kata Josephine dengan datar, "Tapi kalau kamu memintaku datang agar aku melepaskanmu, tidak usah bicara, karena aku..."

"kamu bisa membantu?" Kata Sally memutusnya, kemudian mengejeknya, "Sudah sampai sejauh ini, kalau kamu mau menolongku juga tidak akan bisa bukan?"

"Kalau tahu begitu, kenapa masih memintaku datang," kata Josephine bingung, Sally bersikeras mau menemuinya, memangnya bukan untuk minta bantuan?

"Sebenarnya tidak serumit yang kamu pikirkan," ujar Sally sambil tersenyum muram, nada bicaranya bertambah dingin, "Nyonya Chen... Aku mencarimu, hanya karena beriktikad baik untuk memberitahumu kebenaran mengenai Claudius."

Kata-katanya berbelit-belit, wajahnya tiba-tiba semakin dingin, seketika membuat hati Josephine tersentak.

Tentang penyakit aneh Claudius, Sally bisa-bisanya mau memberitahunya kebenaran tentang penyakit Claudius?

"kamu... Tahu penyakitnya?" Tanya Josephine kaget.

"Benar, aku tahu, aku juga bisa mengendalikannya agar tidak kambuh," kata Sally sambil mengamati wajah kagetnya, lalu tertawa puas, "Bagaimana? Kaget?"

Otak Josephine seketika kosong, ia tertegun tak bergeming di sana.

Semakin ia kaget dan sedih, hati Sally semakin senang, ia pun melanjutkan, "Benar, penyakit Claudius memang sudah ada sejak ia masih kecil, tetapi tidak separah ini. Penyakitnya bertambah parah, adalah karena bertemu denganku. Mengerti?"

Josephine baru saja kembali sadar, ia pun memelototinya dan bertanya dengan suara bergetar, "Kenapa? Apa sebenarnya yang kamu lakukan padanya?"

"Sebenarnya awalnya aku belajar jurusan penyakit luar, kemudian baru aku pindah ke penelitian obat, kemudian... kamu paham."

"kamu meracuni Claudius?"

"Benar."

"kamu..." Hati Josephine sesak, ia bertanya dengan gemetaran, "Obat apa yang kamu berikan padanya?"

Sally menggigit bibir, lalu tertawa jahat dan berkata, "Itu hak paten milikku seorang, sampai hari ini tidak ada siapapun yang tahu, dan lagi rahasia ini akan membusuk di perutku sepanjang aku dalam masalah. Dulu aku pernah mau mencoba bertransaksi denganmu, untuk menukar resep obatnya dengan bukti dari Juju wanita hina itu, namun kamu tidak mengangkat teleponku dan tidak mau menemuiku, dan masih memasukkanku ke penjara."

Josephine menatapnya, tidak mengucapkan sepatah kata pun, hanya mendengar Sally yang lanjut berkata, "Oh ya, aku ingatkan dulu, Cladius sudah mulai sangat tergantung pada obatku, kalau berhenti meminumnya, ia akan semakin sering kambuh, dan lagi setiap kambuh akan bertambah parah, sampai ia mati 1 atau 2 bulan kemudian. Bisa dibilang, meskipun kamu sekarang menang, mencapai tujuanmu dan mendapatkan Claudius, kamu paling lama hanya bisa menikmatinya selama 1 atau 2 bulan."

Keadaan tiba-tiba mejadi sunyi, karena Josephine tak bergeming, Sally melanjutkan perkataannya, "Aku pernah bilang kalau kematian Claudius akan lebih mengenaskan dibanding Juju, dan aku memberimu kesempatan pun kamu tidak mau, jadi jangan salahkan kalau aku tega begini. Oh ya, semenjak aku meninggalkan rumah keluarga Chen, Claudius sudah berhenti minum obat, ia akhir-akhir ini pasti sangat mengenaskan bukan?" Katanya sambil tersenyum jahat, "Tapi tolong sampaikan padanya, katakan padanya tidak usah takut, tahanlah, seharusnya tidak sampai 1 bulan lagi ia akan bebas."

"Dan lagi, bukankah kamu kekasih dalam takdirnya? Atau coba gunakan jantungmu untuk menolongnya? Mungkin ia bisa melalui ini," kata Sally lalu tertawa dengan semakin keji, "Aku pernah bilang padamu, meskipun aku belajar kedokteran bertahun-tahun, tetapi aku mempercayai takhayul itu, sebaiknya kamu juga percayalah, dengan begini tidak sia-sia kalian saling mencintai."

Josephine yang melamun itu akhirnya kembali sadar, ia berkata dengan tetap gemetar, "Sally, apa yang kamu katakan itu benar?"

"Sebenarnya benar atau tdak, kamu akan tahu 1 bulan lagi."

"Kenapa kamu sekeji ini?" Tanyanya serak.

Sally tertawa, "Dibandingkan kekejian keluarga Chen, apalah arti kejahatan kecilku ini?"

"Namun masalah kakakmu itu Claudius tidak tahu apa-apa, itu semua perbuatan nenek."

"Kalau bukan karena dia, apakah nenek akan memperlakukan kakakku seperti itu? Josephine, misalkan itu kakakmu, apa kamu tidak sedih dan marah? Apa kamu tidak akan balas dendam?"

"Jangan sekeji ini..." Kata Josephine akhirnya menangis, ia memandang Sally dari balik air matanya dan memohon padanya, "Sally, apapun yang kamu mau akan kuberikan, asalkan kamu katakan obat apa itu, aku akan melakukan apapun..."

"Maaf, sudah terlambat."

"Tidak terlambat, asalkan kamu memberitahuku, pasti akan kulakukan!" Ujar Josephine panik, air matanya terus mengalir.

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu