Istri ke-7 - Bab 125 Hampir Ketahuan (1)

Josephine mendengar suara pintu diketuk di pagi buta.

Tanpa menunggunya meletakkan sumpit dan mangkuk, Justin sudah berlari keluar, ia berteriak senang, "Pasti itu Kakak Ipar!"

Justin membuka pintu dengan gembira, namun yang muncul di hadapannya bukan Vincent, melainkan Susi. Meski begitu, Justin tetap menyambutnya dengan gembira, "Kakak Susi!"

"Jusitn, lama tak jumpa, apakah kakakmu ada?" Susi melangkah masuk ke dalam ruangan.

"Aku di sini," Josephine keluar dari dapur, ia melihat Susi sambil tersenyum, "Tumben kau datang, apakah ada kabar baik?"

Susi berjalan ke arahnya, lalu menggandenganya ke arah kamar tidur.

Josephine tertegun melihat wajah murung Susi, hatinya mulai tak tenang. Kalau memang ada berita bagus, mengapa ekspresi Susi seperti itu?

Susi menatapnya, lalu berkata setelah agak lama, "Hari ini aku mendengar Henry di telepon bahwa bayi laki-laki yang dibawa Shella itu sudah meninggal."

Hati Josephine mencelos, ia spontan bertanya, "Bagaimana mungkin?"

"Aku mendengarnya dengan sangat jelas, ia meninggal kemarin sore dan dikremasi hari ini," Susi mengamati Josephine, "Kenapa? Apakah tidak ada keluarga Bai yang memberitahumu tentang hal ini?"

Josephine menggeleng, matanya perlahan menggelap, ia mengenggam tangan Susi sambil berkata panik, "Fransiska tidak bilang padaku, kau pasti salah dengar, iya, kan? Pasti kau salah dengar! Susi, kau jangan menakutiku...Kau tahu aku takut hal ini, kau tahu...!"

Josephine panik sampai menangis.

Susi mendesah pasrah, ia berkata, "Sebenarnya dari tadi aku sangat galau apakah perlu memberitahukan hal ini padamu atau tidak, karena aku takut kau akan sedih seperti sekarang ini."

Dia pernah berpikir untuk tak memberitahu Josephine, tapi cepat lambat pasti akan ada orang yang memberitahunya, jadi ia mengatakannya sendiri pada Josephine secara langsung.

"Cepat beritahu aku kalau ini tidak benar!" teriak Josephine sambil menggoyang-goyangkan lengan Susi.

"Josephine, tenanglah," Susi mengenggam tangannya, "Saat kau melakukan pemerikasaan waktu itu, aku ada di sebelah mesin. Aku melihat dengan jelas bahwa anakmu adalah seorang bayi perempuan yang sehat. Meski aku tak tahu siapa yang menukar anakmu, tapi aku yakin anak di dalam keluarga Chen itu bukanlah anakmu."

"Tapi Henry berkata tak ada orang yang bisa menukar bayi itu," geleng Josephine.

"Dengarkan aku, aku sudah menyuruh mertuaku untuk memeriksanya, sehari sebelum kau melahirkan, ada seorang ibu yang melahirkan bayi laki-laki dengan kelainan jantung. Ibu itu tidak menginginkan bayi itu jadi ia diam-diam kabur. Aku menduga, bayi yang dibawa Shella ke rumah keluarga Chen itu pastilah bayi yang dicampakkan oleh si ibu itu di rumah sakit.

"Kalau begitu...pasti ada orang yang telah menukar bayiku?" Josephine berseru, "Tapi siapa bajingan yang melakukannya? Mengapa dia tak mengembalikan bayiku?"

Karena akhir-akhir ini Josephine berupaya mencari anaknya, ia berhubungan dengan banyak kasus jual-beli bayi di internet, di antaranya ada dokter kandungan yang bekerja sama dengan orang luar untuk menculik bayi-bayi yang baru lahir, lalu berpura-pura mengatakan bahwa sang bayi meninggal dunia.

Ia khawatir anaknya dijual oleh si dokter kandungan, lalu menukarnya dengan bayi yang tak diinginkan itu, tanpa diketahui siapapun.

"Maaf, Josephine," kata Susi merasa bersalah, "Awalnya aku berencana memotong beberapa helai rambut anakmu saat perayaan 100 harinya untuk membantumu mengetes DNA, tak kuduga anak itu tak sempat menunggu sampai 100 hari."

"Apakah benar-benar tak terlacak siapa yang mengambil anakku? Henry pun tak tahu?" Josephine tak percaya, Henry adalah pimpinan Rumah Sakit Prima Medical, mana mungkin ia tak bisa memeriksa hal ini?

Susi menggeleng, "Katanya ia telah memeriksanya sepanjang waktu, tapi tak menemukan jawaban."

Sejenak kemudian, Susi kembali berkata, "Josephine, apapun yang terjadi, percayalah bahwa anakmu masih hidup, jadi kita masih punya kesempatan untuk menemukannya, mengerti?"

Josephine mengangguk. Apa yang bisa diperbuatnya selain percaya?

Keduanya tenggelam dalam keheningan. Josephine tiba-tiba berkata pelan, "Tentang bayi yang dicampakkan itu, sebenarnya kasihan juga."

"Belum tentu," geleng Susi, "Kalau ia tidak dibawa ke rumah keluarga Chen, ia mungkin akan dibawa ke panti asuhan oleh pihak rumah sakit. Dan kondisi panti asuhan, kau tahu sendiri bagaimana, anak itu kemungkinan tak akan bisa hidup barang 3 hari saja."

"Maksudku..." Josephine menatapnya, "Aku curiga ia dibunuh oleh Shella."

"Tidak mungkinlah, apakah ia seberani itu?"

"Demi keuntungannya sendiri, tak ada yang tak mungkin dilakukan oleh ibu dan anak itu," kata Jospehine dengan nada getir.

Saat itu ia tak percaya Shella bakal merawat anaknya dengan baik. Setelah mendengar percakapannya dengan Samantha di hari persalinannya, Josephine makin yakin bahwa Shella adalah orang yang seperti itu.

"Jadi, aku merasa kasihan dengan bayi itu, bisa dibilang dia mati menggantikan anakku," Josephine mendongak menatap Susi, "Tapi kau jangan bilang-bilang pada Henry, supaya perkataanku ini tidak sampai ke telinga Claudius. Kalau Claudius mendengarnya, ia akan sedih sekali."

Ia berpikir, Claudius pasti akan sedih kalau mengetahui anaknya dibunuh oleh istrinya sendiri.

Susi hanya bisa memutar bola matanya, "Lihat dirimu, sudah selama ini dan kau masih mempedulikannya."

"Aku...aku hanya bersimpati padanya. Aku merasa dia tak akan tahan dengan cobaan ini," jelas Josephine.

Meski hanya anak buangan, sudah divonis tak akan bisa hidup lama, dan apalagi tak punya hubungan dengannya, Josephine tetap jatuh iba ketika mendengar anak itu meninggal.

Josephine yang menyukai anak-anak paling takut mendengar berita tentang anak-anak yang tersakiti.

"Sudah, kau tenang saja. Claudius pasti sudah mempersiapkan mental sejak awal sehingga bisa mengizinkanmu untuk melahirkan anak itu," kata Susi sambil menepuk-nepuk punggung tangan Josephine, "Kau sebentar lagi akan menikah, jangan biarkan masalah ini menyakiti hati dan pikiranmu lagi. Karena kau sudah memutuskan untuk menikah, maka menikahlah dengan baik, persiapkan pestamu dengan baik. Aku akan membantu mencari anakmu bersama-sama, dia pasti akan segera ditemukan."

"Terima kasih," ujar Josephine

Susi menggeleng, "Aku hanya melakukan yang kubisa, tapi kemampuanku juga terbatas."

"Aku mengerti," angguk Josephine.

Ia tentu paham kalau Susi bukan orang super. Kenyataannya, ia tak bisa membantu banyak tanpa bantuan Henry, sementara hubungannya dengan Henry juga sangat sensitif.

***

Sekembalinya dari rumah duka ke rumah, Claudius melihat Nenek duduk di sofa ruang tamu. Ia pun berjalan ke arahnya dan duduk di sebelahnya.

Melihat wajah sedih Nenek, Claudius menundukkan wajahnya dengan penuh rasa bersalah, "Nenek, maafkan aku."

Nenek mendongak dan menatap Claudius. Meskipun hatinya marah dan protes, tapi ia juga sedih melihat Claudius yang tampak jauh lebih sedih darinya.

Ia tak lagi tega mengungkapkan kemarahannya, ia hanya berkata pelan pada Claudius, "Apakah semuanya sudah beres?"

"Sudah," angguk Claudius.

Nenek hanya bergumam mengiyakan, lalu berkata, "Berhubung sudah beres, kau kembalilah ke kamar dan beristirahatlah. Jangan sampai kelelahan dan membuat penyakitmu kambuh lagi."

Claudius tak menyangka kalau Nenek tak mengeluarkan kata-kata amarahnya sama sekali. Ia memperhatikannya dengan heran dan terkejut, "Nenek, kau tidak menyalahkanku?"

Nenek tersenyum pahit, "Untuk apa menyalahkanmu? Anak itu juga tak bisa kembali lagi. Sudah, jangan terlalu memikirkannya, beristirahatlah."

Claudius diam-diam menjadi tenang, ia mengangguk, "Kalau begitu aku pergi dulu. Nenek juga beristirahatlah."

Claudius bangkit dari sofa dan naik menuju ke kamar. Saat sampai di kamar Shella, ia ragu sejenak, tapi akhirnya tidak jadi masuk, melainkan langsung kembali ke kamarnya sendiri.

Di dalam kamar, hati Shella yang tegang pun jadi tenang karena pintu ditutup.

Saat mendengar suara mobil Claudius tadi, Shella buru-buru melompat dari kasur menuju ke jendela kamarnya, lalu membuka tirai dan mengintip keluar. Ia melihat Claudius masuk ke rumah, lalu segera kembali ke kasurnya lagi dan berbaring manis.

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu