Istri ke-7 - Bab 214 Bangun (2)

Juju pernah pergi keruang sembahyangnya, namun setiap kali pergi kesana, dia selalu bersembahyang dan langsung pulang setelah itu, dia tidak pernah menyadari bahwa didalam sana ada jasad Nyonya Jing.

Tentu saja tidak mungkin untuk menghidupkan kembali orang yang sudah mati ratusan tahun. Dia tentu saja tidak mempercayainya, namun Nenek Chen mempercayainya.

Sally bahkan menyuruhnya terus tinggal di keluarga Chen? Bagaimana mungkin dia bisa tenang ketika mengetahui semua ini?

Setelah sarapan, Claudius membawa Jesslyn kerumah sakit, ketika melihat Marco, Jesslyn akhirnya tersenyum, dia memanggilnya dan berlari kearahnya.

Marco memeluknya dan membuatnya duduk diatas pahanya, diwajahnya juga muncul sedikit senyuman.

Dia mengelus kepalanya sambil tersenyum, “Apakah tidurmu nyenyak tadi malam tanpa melihat ayah dan ibu?”

Jesslyn melirik Claudius, dan menganggukkan kepalanya, “Nyaman.”

Untuk mencegah dia trauma dengan kejadian kemarin, diperjalanan menuju kesini, Claudius telah berhasil membantunya melupakan kejadian tadi malam.

“Ayah, Kata Paman Claudius, ibu terluka ringan, bagaimana dengan keadaan ibu sekarang?” Jesslyn bertanya kepada Marco.

Marco melirik pintu ruang pasien, dan menahan rasa sedihnya lalu berkata, “Kata dokter ibu akan baik-baik saja, Jesslyn tidak perlu khawatir.”

Luka di kepala Jesslyn masih saja terlihat sangat sakit, Marco melihat lukanya dan bertanya kepadanya, “Apakah Jesslyn sudah mengoles obat untuk luka di keningmu? Apakah masih sakit?”

“Sudah tidak sakit, Paman Claudius sudah membantu Jesslyn mengoles obat.” Jesslyn menatapi Claudius yang berada disampingnya.

Marco lalu mengangkat kepalanya dan berkata kepada Claudius, “Terima kasih.”

“Tidak perlu berterima kasih, bukankah kamu mengatakan mereka berdua menjadi begini karenaku?” kata Claudius dengan tenang.

Selain itu, mereka berdua.......tetap tidak ada interaksi sama sekali.

Marco menundukkan kepalanya dan berkata kepada Jesslyn yang berada dalam pelukannya, “Jesslyn, nanti aku akan menyuruh Paman Henry untuk menjemputmu pulang, kamu harus menurutinya ok?”

“Tidak, aku ingin menemani ibu disini, aku masih belum bertemu dengan ibu.” Protes Jesslyn.

“Tenang, Jesslyn, didalam rumah sakit tidak bersih, kamu tidak boleh terlalu lama disini.”

“Tapi......aku ingin bertemu dengan ibu.”

“Tenang saja, setelah ibu bangun, aku akan membiarkan Paman Henry mengantarkanmu kesini lagi.”

Jesslyn akhirnya menyetujuinya, dan menganggukkan kepalanya, “Baiklah, tapi setelah ibu bangun, ayah pasti harus membiarkanku melihat ibu ya.”

“Pasti.” Janji Marco.

Setelah ada Jesslyn, akhirnya suasana tidak begitu sunyi, 20 menit kemudian, Henry tiba, dia menyapa dengan Claudius seolah tidak terjadi apa-apa, lalu memeluk Jesslyn, sambil mengangkatnya dia sambil berkata, “Jesslynku yang kasihan, lihat dahinya ini, terluka lagi, kamu sudah hampir menjadi jelek.”

“Kata ibu aku akan baik-baik saja.” Kata Jesslyn dengan tampang serius.

“Iya, benar juga.” Henry menganggukkan kepalanya, “Jesslyn begitu imut dan cantik, meskipun ada bekas luka, masih tetap akan cantik sekali, jika kam tidak percaya kamu boleh bertanya kepada paman Claudius.”

Jesslyn berbalik menatapi Claudius, dan bertanya dengan serius, “Paman Claudius, apakah benar memang seperti itu?”

Claudius mengerakkan bibirnya dan tersenyum dengan susah payah, “Iya, baik luka ataupun tidak, Jesslyn selalu yang paling imut, paling cantik.”

“Terima kasih paman Claudius.” Kata Jesslyn.

Henry meletakkan Jesslyn dilantai, dan tersenyum kearah Claudius, “Anak seimut ini, jangan karena ini lalu kehilangan kasih sayang ibunya, jika tidak dia pasti akan mendendamimu seumur hidup.”

Hati Claudius berdenyut, dia mengeserkan mukanya kesamping.

Henry tidak berkata apa-apa lagi, dan mengandeng Jesslyn, “Ayo pergi Jesslyn.”

Jesslyn melambaikan tangannya kepada kedua orang, “Sampai Jumpa ayah, sampai jumpa Paman Claudius.”

Claudius menatapi sosok perginya Henry dan Jesslyn, hatinya terasa kurang nyaman, namun dia tetap tidak bisa mengutarakan dimana ketidak enakannya, lalu dia berhenti menatapi mereka.

-------------

Dari pagi hingga siang, Claudius dan Marco tidak meninggalkan pintu Ruang ICU.

Tidak ada yang tega pergi begitu saja, dan tidak enggan untuk pergi. Untung saja ketika sore hari, dokter membawakan kabar baik untuk mereka, Josephine telah bangun.

Sekali mendengarkan kabar Josephine telah bangun, mereka berdua langsung menghampirinya, mereka semua ingin bertemu dengan Josephine dalam waktu paling singkat.

Dokter menatapi mereka berdua, dan berkata, “Saat ini kondisi pasien masih sangat lemah, dan emosinya masih belum stabil, tidak cocok untuk banyak berkata dan beraktivitas, kalian masuk dulu saja satu orang, siapakah suaminya, ikut aku.”

“Aku........” mereka hampir mengatakannya bersama-sama.

Dokter menatapi mereka berdua dengan curiga, “Siapa sebenarnya suaminya?”

“Aku......” Claudius langsung bergegas berjalan kesamping dokter.

Marco tidak secepat Claudius, dan tidak bisa merebut dengannya, dia hanya bisa menatapi Claudius masuk kedalam ruang pasien bersama dokter.

Didalam ruang pasien, Josephine memang sudah bangun, mukanya merah dan membengkak, di kepalanya dibaluti penuh oleh kain kasa, kedua matanya yang terbuka tengah menatapi langit-langit.

Hatinya terus saja berdenyut sakit, Claudius datang memegang tangannya dan berisik, “Josephine......”

Suaranya pelan, namun Josephine yang berada diatas kasur tetap saja gemetaran, dia mengerakkan bola matanya, tatapannya bertemu dengan pipi Claudius, air matanya mulai mengalir.

Ketika melihatnya menangis, Claudius merasa panik, dia bertanya dengan suara halus, “Josephine, mengapa kamu menangis? Apakah sakit sekali? Kamu tahan sebentar saja, awal-awal lukanya memang sakit, nanti beberapa hari lagi akan mendingan.”

Josephine terus saja menatapinya tanpa berkata apapun, air matanya semakin berkucuran, air matanya bagaikan air sungai yang terus mengalir dengan deras.

Melihat wajah yang familiar ini, otak Josephine kosong, dia seolah kehilangan kemampuannya untuk berkata dan tidak bisa mengatakan apapun. Saat ini dia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya, ada begitu banyak perkataan, terlalu banyak, hingga dia tidak tahu harus memulai dari mana.

Josephine menangis dengan lama, hingga dokter sudah tidak tahan melihatnya, dan mengingatkan, “Nona Jessie, badanmu sedang dalam kondisi lemah, jika kamu terus saja menangis, kamu tidak akan kuat, kamu harus mengontrol emosimu.”

Seusai berkata kepada Josephine, dokter berbalik kearah Claudius, “Tuan, mungkin nona Jessie tidak ingin bertemu denganmu, atau mungkin Anda......keluar dulu?”

Melihat air mata Josephine yang terus berkucuran, Claudius merasa mungkin memang Josephine tidak ingin bertemu dengannya, dia begitu dendam kepadanya, malah dirinya muncul dihadapannya disaat badannya tengah lemah. Meskipun tidak tega, namun dia tetap menganggukkan kepalanya dengan sedih, “Baik, Josephine, kamu jangan menangis, aku akan keluar sekarang dan membiarkan Marco menemanimu disini......”

Claudius melepaskan tangannya, namun Josephine tidak melepaskannya.

Tangannya yang halus terus memegangnya, seolah waktu berhenti didetik itu.

Claudius berhenti dan menatapi tangannya, disaat dia merasa Josephine masih tidak tega dirinya pergi, tangan Josephine tiba-tiba terlepas, dan mengatakan kalimat pertama selama 20 menit didalam ruang pasien, “Pergi......!”

Rasa senang Claudius sirna, rasa kecewa memenuhi wajahnya, dia menganggukkan kepalanya dengan sakit hati, “Baik, aku pergi.”

Seusai berkata, dia mundur selangkah, dan perlahan berjalan keluar dengan penuh rasa tidak ihklas.

Marco menunggu didepan pintu ruang pasien, Claudius berhenti dan menatapinya, “Dia ingin bertemu denganmu.”

Marco tersenyum senang, dan mendorong kursi rodanya masuk kedalam ruang pasien.

Novel Terkait

Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu