Istri ke-7 - Bab 127 Punya Kehendak Masing-Masing (3)

"Kakak Sepupu, jepretan yang terakhir tidak terdengar suaranya. Tidak terfoto, ya?" Chelsea menggeser layar ponselnya sambil bertanya. Karena tidak mendengar respon Claudius, ia pun mendongak. Ia baru menyadari kalau Claudius sedang melamun.

"Pasti sedang memikirkan masalah pekerjaan," gumamnya, lalu memotret sendiri.

Josephine ketakutan, ia menggenggam lengan Vincent erat-erat dan menyandarkan tubuhnya padanya.

Ia tahu ia tak boleh begini, ia pasti ketahuan. Josephine menarik napas dalam-dalam, ia melepaskan pegangannya dan berusaha berdiri, mengikuti gaya Sally dan Joshua memotret pemandangan.

Semua perempuan pasti suka mengeluarkan ponsel dan memotret ketika menemukan pemandangan bagus. Josephine tidak boleh terlihat terlalu mencolok, jadi...ia mau tak mau berbaur.

Ia pun mengeluarkan ponsel. Tiba-tiba terdengar suara benturan di badan perahu, perahu pun bergoyang.

"Ah...!" Josephine sontak berteriak, "Tolong...!"

Tubuhnya terhempas ke belakang. Vincent tidak sempat bereaksi, Josephine terjatuh dari perahu. Byur! Air terciprat ke wajah Claudius.

"Kakak Ipar...!" teriak Sally dan Chelsea berbarengan.

Joshua dan Vincent tertegun, hanya Claudius yang bisa berpikir jernih. Ia segera melompat ke dalam air dan menarik Josephine keluar.

Josephine yang lagi-lagi tenggelam pun syok. Ia tak bisa membedakan mana yang baik, ia hanya tahu berteriak dan memberontak. Kedua tangannya menggapai-gapai, ia mencakar dan memukul tangan Claudius.

"Jangan panik," Claudius memeluk erat kedua tangannya. Melihat wajah panik Josephine, ia seketika merasa wajah wanita ini begitu familiar. Saat itu, di pinggir sungai, dia juga berteriak-teriak sepanik ini, kedua tangannya merangkul erat sampai membuatnya sesak napas.

Mendengar suara Claudius, ketakutannya perlahan menghilang, namun ia tetap tak bisa tenang sepenuhnya. Tangannya merangkul erat leher Claudius. Josephine menatapnya, air mata dan tetesan air hujan membasahi wajahnya.

Claudius, ternyata Claudius? Lagi-lagi ia yang menyelamatkan nyawanya.

Josephine ingin mendorongnya jauh-jauh untuk menjaga jarak, tapi dia tak memiliki nyali, sekujur tubuhnya sudah lemas.

Ekspresi Vincent yang sudah tersadar pun langsung menggelap begitu melihat keduanya berangkulan mesra di dalam air. Ia ikut terjun ke danau, lalu menarik Josephine dari dekapan Claudius.

"Josephine, kau tidak apa-apa?" tanya Vincent sambil membantunya naik ke atas perahu.

Wajah Josephine pucat pasi, ia tak bisa berbicara.

Dengan bantuan bapak pendayung, keduanya naik ke atas perahu. Vincent mendekap Josephine yang menangis dan meringkuk ketakutandalam pelukannya. Ia menepuk-nepuk pundaknya dan menenangkannya, "Sudah, tidak apa-apa, jangan takut."

Ia mengusap air mata dari wajah Josephine, namun air mata Jospehine kembali mengalir membasahi wajahnya. "Aku ingin pulang," kata Josephine terbata-bata sambil menatapnya.

Bersandiwara itu terlalu melelahkan, terlalu berbahaya. Ia sungguh lelah dan tak sanggup melanjutkan sandiwaranya.

Sally tersadar dari kekagetannya. Ia memukul Joshua sambil mengomel panik, "Sudah kubilang jangan mendayung kalau tidak bisa mendayung, tapi kau masih memaksa. Lihat, kau membuat Kakak Ipar jatuh ke danau."

Joshua memegangi lengannya yang habis dipukul Sally, ia membela diri, "Kalau bukan karena kau yang menggelitikiku di belakang, aku tidak akan menabrak perahu Kakak Ipar."

"Kau yang bermain-main sendiri tapi kau malah menyalahkanku?" semprot Sally, "Kau juga tidak segera meminta maaf pada Kakak Ipar dan kedua kakak sepupu."

Joshua memutar bola matanya, "Kupikir yang dibutuhkan Kakak Ipar dan Kakak Sepupu sekarang bukan permintaan maaf, melainkan cepat-cepat kembali ke hotel dan berganti pakaian, benar atau tidak?

Claudius menyuruh semua perahu untuk kembali ke dermaga. Ia berkata pada Sally dan Joshua, "Kalian berdua temani Chelsea bermain saja, kami kembali ke hotel dulu."

"Jadi...kami lanjut ya?" Joshua terkekeh, lalu membungkuk kepada 3 orang yang masuk ke danau tadi, "Maafkan saya semuanya, aku tidak bermaksud mengacaukan kesenangan kalian. Nanti malam akan kutraktir kalian, ya?"

"Aku tidak ingin jadi nyamuk," kata Chelsea sambil tersenyum kecut, "Aku ikut kalian kembali ke dermaga saja deh."

"Ng, Chelsea pengertian sekali. Sana, ikutlah Kakak Sepupu," Joshua mengacungkan jempolnya pada Chelsea. Pandangan matanya mengantar mereka sampai ke dermaga.

Setelah ketiganya sampai di tepi danau, mereka dijemput oleh mobil wisata.

Dalam perjalanan menuju hotel, meskipun Josephine sudah jauh lebih tenang, namun wajahnya masih pucat akibat syok tadi. Rambutnya meneteskan air, demikian juga roknya yang basah oleh air danau.

Ia bersandar di lengan Vincent, menarik tangannya untuk mendekapnya erat-erat. Ia tak tahu lagi apakah dirinya sedang berakting atau memang membutuhkan sebuah pelukan yang aman.

Sementara Claudius yang duduk di hadapan mereka diam saja dari tadi. Matanya fokus pada pemandangan bunga teratai yang tak henti-hentinya tersuguh di sepanjang jalan. Sekujur tubuhnya juga basah kuyup, rambutnya pun masih meneteskan air.

Ia tak melirik sama sekali dua orang yang sedang berpelukan erat itu, ia tampak menghindarinya.

Sesampainya di hotel, Vincent mengantar Josephine ke kamarnya, sementara Claudius kembali ke kamarnya sendiri untuk berganti baju.

Josephine akhirnya benar-benar tenang setelah berendam dalam air hangat dan berganti pakaian tidur yang disediakan hotel.

Ia keluar dari kamar mandi. Tidak ada orang orang di kamar, Vincent entah pergi ke mana. Tapi Josephine tidak terlalu peduli. Ia berjalan ke arah dispenser dan meminum segelas air hangat.

Di hadapannya tergeletak sekotak obat anti flu, beserta catatan kecil yang ditinggalkan Vincent untuknya. Ia menyuruhnya meminum obat itu. Flu sunggh tidak enak, Josephine pun mengambil sebungkus obat suplemen itu lalu meminumnya.

Setelah minum obat, perutnya terasa hangat, ia merasa jauh lebih nyaman.

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Josephine meletakkan gelasnya dan berjalan menuju pintu. Yang muncul di depan pintu adalah Shella. Tanpa menunggu Josephine berbicara, ia sudah melangkah masuk.

Josephine menutup pintu dan mengikutinya masuk ke dalam ruangan, lalu mengambil sebungkus suplemen dan memberikannya pada Shella, "Suruh Claudius minum ini agar tidak flu. Dia tidak boleh flu, nanti mudah..."

Kata-katanya belum selesai, tiba-tiba tamparan Shella mendarat di pipinya.

"Kau..." Josephine yang ditampar sampai hampir terjatuh itu menoleh dengan marah, ia memelototi Shella, "Shella, apa yang kau lakukan?"

Shella menunduk melihat sebungkus suplemen yang terjatuh di lantai, lalu memungutnya dan mengamatinya, bibirnya tersenyum dingin, "Kau masih mempedulikannya juga."

"Aku hanya khawatir kalau penyakitnya kambuh di tengah liburan gara-gara flu, nanti kau..."

"Kau mengkhawatirkannya?" kata Shella tetap dengan geramannya, "Dia adalah suamiiku sekarang, apa kau punya hak untuk mempedulikannya? Dia kambuh atau tidak apakah perlu kau memerhatikannya?

"Kau memang wanita yang tak punya harga diri!" Shella hendak menamparnya lagi, beruntung Josephine cepat menghindar.

"Kalau kau ingin bersikap brutal, silakan keluar. Aku tidak punya waktu untuk melayanimu, juga tidak akan mempermalukan orang dengan menampar sepertimu," Josephine juga murka.

Kalau bukan karena perempuan di depannya ini, apakah ia akan berada di jalan ini sekarang? Sampai tercebur ke air berkali-kali juga?

Kalau bukan karena dia, ia kini seharusnya masih bekerja sebagai desainer di sebuah perusahaan kecil, masih mengajari anak-anak menggambar, dan mungkin masih akan menikah dengan Vincent juga, tapi bukan dengan keadaan yang seperti ini.

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu