Istri ke-7 - Bab 125 Hampir Ketahuan (4)

Josephine tak menyangka Claudius bisa tiba-tiba melunakkan sikapnya, ia lebih tak menyangka Claudius bisa membicarakan hal tentang anak dengannya. hatinya jatuh iba, ia sungguh ingin memeluknya, menenangkannya, namun ia tak boleh melakukannya, yang bisa ia lakukan hanyalah tetap memuramkan wajahnya sambil berkata, "Aku tahu, aku mendengarnya dari ibuku. Tapi hal ini tak ada hubungannya denganku, aku tak tertarik mendengarnya. Kau tahu bahwa aku dan Shella selamanya tak pernah akur."

Claudius mengangguk-angguk, ia berbalik hendak pergi, namun Josephine buru-buru berkata, "Lebih baik Tuan Chen keluar lewat pintu depan. Kalau kau terpeleset dan jatuh nanti aku yang salah. Aku akan segera menikah, aku tak ingin ada masalah sebelum pesta pernikahanku."

Claudius menatapnya sekilas, lalu melangkah menuju pintu keluar.

Setelah Claudius pergi, Josephine menutup pintu dengan lega, namun hatinya berkecamuk.

Ia mengangkat pergelangan tangannya, ia menutupi bekas luka gigitan Claudius dengan lengan bajunya. Beruntung tadi refleknya cepat sekali, kalau tidak ia bisa ketahuan oleh Claudius.

Ia tak bisa membayangkan akan seperti apa keadaannya kalau sampai identitasnya diketahui oleh Claudius. Ia tak pernah berani membayangkannya.

Setelah mengunci pintu, ia berbalik, dan melihat Rose sedang berdiri di belakangnya. Josephine terhenyak, ia buru-buru menunjuk ke arah pintu sambil berkata, "Dia sedang mabuk dan melompat ke balkon kita. Aku sudah mengusirnya."

Rose menatap sekilas ke arah pintu, lalu melihat Josephine dengan kaget, "Tadi dia bilang apa? Anaknya mati?"

Ternyata ia mendengarnya. Josephine mengangguk lesu, lalu berjalan menuju kamar.

Rose mengamati sosok Josephine yang menjauh, ia akhirnya mengerti, ternyata inilah alasan Josephine sedih seharian.

***

Claudius tidak pulang semalaman, Shella pun mulai khawatir lagi. Pagi-pagi buta ia menelepon Claudius.

Claudius sedang berlari di atas treadmill-nya. Melihat nomor panggilan di layar ponselnya, Claudius ragu sejenak, namun akhirnya mengangkatnya.

Segera terdengar suara Shella yang penuh perhatian di ujung telepon, "Claudius, ke mana kau kemarin malam? Mengapa tak menjawab teleponku?"

Claudius berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku ada pekerjaan di luar kota. Aku tak akan pulang selama beberapa hari."

"Lalu kapan kau akan kembali?"

"Masih tidak tahu. Kau beristirahatlah dengan baik di rumah."

"Ng, kau jaga kesehatan, ya, jangan terlalu capek," kata Shella dengan nada tak rela, "Aku menunggumu."

"Baik, kututup, ya," Claudius menutup teleponnya.

Claudius melihat layar ponselnya, lalu tanpa sadar menoleh ke arah dinding Saat ini lagi-lagi ia memikirkan wanita di seberang dinding itu.

Apakah Claudius ingin menutup diri? Apakah kepergian sang anak membawa pukulan yang begitu keras baginya?

Josephine tiba-tiba merasa bersalah. Kalau bukan karena dia yang bersikeras melahirkan anak itu, atau menyuruh pria misterius itu untuk menukar anaknya, Claudius tak perlu menghadapi penderitaan ini.

"Kak, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Justin yang baru bangun dari tidurnya dengan bingung.

Josephine buru-buru menariknya mendekat, lalu menunjuk ke arah tembok, "Paman di sebelah rumah kita sedang sedih, kau temani dia, ya?"

"Paman?" Justin melangkah menuju balkon. Saat ia melihat Claudius di sebelah sana yang sedang mengenakan pakaian olahraga, dia berteriak senang, "Paman, kapan kau datang?"

Claudius mendengarnya, ia pun menoleh dan tersenyum ke arahnya, "Kemarin malam."

"Kalau begitu pasti Paman tidak punya makanan untuk sarapan. Apa aku boleh membawakanmu sarapan? Apa aku boleh bermain ke sana? Oya, benda apa yang sedang Paman injak itu? Kelihatannya menyenangkan."

Claudius berpikir sejenak, lalu mengangguk, "Kemarilah."

"Terima kasih, Paman," kata Justin senang sambil berlari keluar.

"Tunggu sebentar, Justin," Josephine menariknya, lalu memberinya sepiring besar makanan, "Ini sarapan untuk kalian berdua. Kau temani dia makan, ya, ingat perjanjian kita sebelumnya. Oya, benda yang diinjaknya itu namanya treadmill, kau jangan terlalu kampungan, tapi ingat kau tidak boleh menggunakannya, mengerti?"

"Mengerti," kata Justin sambil menerima piring itu lalu berlari keluar.

Ketika Justin sampai di depan pintu rumah Claudius, pria itu kebetulan sedang membuka pintu. Melihat sepiring besar sarapan di tangan Justin, Claudius pun terkejut, "Kau benar-benar membawakan sarapan untukku?"

"Ya, selanjutnya aku akan membawakan sarapan untuk Paman setiap hari," Justin meletakkan piring itu di atas meja, lalu segera berlari ke arah balkon, mengamati treadmill yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.

Melihatnya begitu antusias, Claudius menyalakan treadmill itu, lalu menunjuk ke arah ban berjalan, "Ini untuk berolahraga, apa kau mau coba?"

Justin berjongkok dan mengulurkan tangan untuk menyentuh ban berjalan itu, ia menggeleng, "Aku tidak boleh melakukan olahraga yang terlalu berat."

"Kenapa?" tanya Claudius.

"Karena aku punya penyakit jantung bawaan."

"Penyakit jantung bawaan?" Claudius terkejut. Kata-kata yang familiar ini menusuk hatinya bagai jarum, sakit.

Anaknya kehilangan nyawa akibat penyakit ini. Penyakit ini menjadi luka yang paling menyakitkan baginya.

"Benar, kata Kakak penyakitku bisa kambuh kalau melakukan olahraga berat," Justin menegakkan tubuhnya, lalu berkata pada Claudius, "Paman, matikan saja mesinnya."

Claudius mematikan treadmill itu, lalu mengikuti Justin masuk ke dalam ruangan.

Justin berjalan menuju meja makan, ia mengambil sandwich, roti tawar, dan susu, "Paman, ini sandwich buatan kakakku, sangan lezat."

Claudius mengambil sandwich itu dan menggigitnya. Rasanya lumayan, namun masih kalah jauh dibandingkan dengan yang dijual di toko. Ia mengamati Justin yang sedang minum susu, lalu bertanya, "Apakah biasanya kakakmu yang merawatmu?"

"Benar, Kakak sangat mempedulikanku."

"Lalu apa kau selalu bersamanya selama beberapa tahun ini?"

Justin menggeleng, "Tidak juga, dulu aku tinggal dengan ibuku di luar negeri, Kakak tinggal bersama Kakak Ipar di Jakarta."

"Kakakmu akan menikah dengan Kakak Ipar?"

"Ng, Kakak Ipar juga sangat mempedulikanku," Justin tersenyum bangga, lalu bertanya, "Eh, bagaimana dengan keluarga Paman? mengapa aku tidak pernah melihat keluarga Paman?"

"Keluargaku..." Claudius tertawa, "Mereka tidak tinggal di sini."

Selama seminggu berturut-turut, Claudius tinggal di apartemen.

Meski ia pergi pagi pulang malam, Justin tetap mengantarkan sarapan untuknya atas perintah Josephine, serta menemaninya mengobrol. Sarapannya setiap hari sangat banyak dan beragam, hampir semuanya merupakan makanan yang dia suka.

Setelah makan sarapan gratis selama seminggu berturut-turut, Claudius akhirnya tak tahan untuk bertanya, "Kau mengirimiku sarapan setiap hari, apakah kakak dan ibumu tahu?"

"Ibuku tak tahu, tapi Kakak tahu," Justin meringis, "Tapi aku sudah memberitahu Kakak kalau Paman adalah temanku satu-satunya di sini, jadi dia tidak akan memarahiku."

Tidak tahu apakah karena Justin dan anaknya sama-sama penderita penyakit jantung bawaan, tapi Claudius merasa memiliki ikatan khusus dengan anak itu.

Claudius mengelus kepala Justin, "Terima kasih."

Selama seminggu ini, ia tidak melihat Josephine sama sekali. Ia mengerti kalau dirinya telah melukai harga diri Josephine di malam ia mengusir wanita itu.

Kalau dipikir-pikir benar juga. wanita orang lain mengantarnya ke rumah dengan mengenakan pakaian tidur, tapi dia malah mengusirnya keluar. Orang yang tak tahu malu pun mungkin akan terluka.

"Paman, hari ini akhir pekan, apa Paman masih harus bekerja?"

"Tidak, tapi aku harus pergi."

"Oh, lalu apakah Paman akan kembali ke sini malam nanti?" tanya Justin agak tak rela.

Mengganggu Claudius tiap pagi sudah menjadi kesenangan baru bagi Justin.

Claudius mengangguk, "Ya."

***

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu