Istri ke-7 - Bab 223 Mencari Cara Keluar dari Mala Petaka (3)

"Apa menurutmu nyaliku sebesar itu?" Ucap Josephine kehabisan kata-kata, lalu mengganti topik, "Aku hanya mau bertanya sesuatu padanya, masalah antara aku dan dia."

"Kalau kau mau bertemu dengannya boleh saja, aku temani."

"Tidak, seperti itu tidak nyaman."

"Apanya yang tidak nyaman?" Tanya Claudius bingung, "Selain aku, apa lagi yang membuat kalian terlibat?"

"Claudius sudahlah jangan tanya lagi, kau hanya perlu bilang mau bantu atau tidak," kata Josephine dengan nada tegas, demi membuatnya tenang, Josephine segera berkata lagi, "Tenang saja, ia sekarang sedang tidak sabar untuk meluruskan semua denganku, ia tak akan melukaiku."

"Kurasa juga begitu," ujar Claudius sambil tersenyum, "Kalau begitu baiklah, besok aku akan mengantarkanmu untuk bertemu dengannya."

"Terima kasih," kata Josephine lalu menutup teleponnya, tanpa sadar ia menghirup napas pelan, sebenarnya ia juga tidak tahu apa gunanya ia betemu dengan Juju, tetapi ia tetap ingin bertemu sebentar.

Angin malam berhembus ke wajahnya, ia menyingkirkan rambut di pipinya pelan-pelan, lalu ia berbalik untuk kembali ke kamar, baru ia mendapati keberadaan Marco yang entah sejak kapan keluar.

"Marco, kenapa kau sudah keluar?" Tanyanya sambil menatap rambut Marco yang masih lembab.

Barusan ini ia menelepon Claudius selagi Marco masih mandi.

"Baru saja keluar sehabis mandi, aku mau bertanya di mana pengering rambutnya, aku memanggilmu beberapa kali tidak kau jawab," ujarnya sambil mengelap rambutnya dengan handuk.

"Maaf, aku barusan sedang menelepon, tidak dengar kau memanggilku," kata Josephine sambil mendorong kursi rodanya kembali ke kamar, "Akan kubantu kau mengeringkan rambut."

Sekembalinya ke kamar, Josephine mengambil pengering rambut di lemari dan membantu Marco mengeringkan rambutnya. Pengering rambut itu mengeluarkan suara angin yang keras, sedangkan kedua orang itu diam termenung, hingga rambut Marco kering, Josephine baru meringkas pengering rambut sambil berkata, "Sudah selesai, istirahatlah lebih awal."

Marco menggenggam tangan mungil Josephine, dengan wajah perhatian ia menatapnya dan bertanya, "Josephine, apakah kau masih mengkhawatirkan keselamatan Claudius?"

"Aku... Tidak tuh..." Ujar Josephine sambil menggeleng dengan perasaan bersalah.

"Tak perlu bohong padaku, aku bisa melihatnya," kata Marco dengan nada yang tetap tenang, bagaikan tak ada tanda-tanda tidak senang.

Mendengarnya berkata demikian, Josephine terpaksa mengaku, "Maaf, kuakui aku masih mengkhawatirkannya, aku tidak mau ia terkena masalah di saat-saat genting seperti ini, karena itu aku meneleponnya untuk minta tolong agar ia mempertemukanku dengan Juju, aku ingin bicara dengannya."

"Kau mau bertemu Juju?"

"Betul, ada banyak hal yang mau kutanyakan kepadanya, tapi kutebak ia tak akan memberitahuku apapun."

Marco terdiam sejenak, lalu berkata, "Boleh bertemu Juju, ajak ia bertemu di Restoran Star Edge kalau tidak aku tidak tenang."

Melihat Josephine ragu, Marco melanjutkan, "Tenang saja, aku akan mencari ruangan yang paling ujung, aku tak akan masuk dengan kalian."

Yang ia inginkan adalah keselamatan Josephine, bukan untuk memperhatikan setiap gerak-geriknya.

Josephine tidak menolak lagi, ia tersenyum pada Marco dan berkata, "Aku turuti kata-katamu."

"Apakah ada sesutau yang perlu kubantu?" Tanya Marco dengan lembut sambil menatapnya.

"Kalau ada, aku pasti akan memberitahumu," jawab Josephine.

Marco mengiyakan, lalu menggenggam tangan kecilnya dan berkata, "Jangan terlalu kepikiran, istirahatlah lebih awal."

Josephine melihat kepedulian di wajahnya, hatinya pun dipenuhi perasaan malu dan bersalah. Marco harus tahan melihat hati istrinya diisi oleh pria lain, pasti ia sangat sedih, namun Josephine sendiri malah tidak bisa tidak mencintai Claudius!

-----

Mendengar Claudius mau mengajaknya keluar sebentar, Juju pun segera bertanya dengan girang, "Claudius, kau mau mengajakku ke mana?"

Setelah dikurung berhari-hari, ia sudah hampir gila, di satu sisi karena bosan, tapi yang terutama adalah karena hari-hari itu terasa bagaikan seorang tahanan yang sedang menunggu giliran untuk dihukum mati, setiap hari dilaluinya dengan penuh ketakutan.

Selama dikurung di dalam mansion, setiap saat ia selalu diawasi, tidak diperbolehkan melakukan apapun, tidak bisa melakukan apapun.

Hari ini akhirnya bisa keluar mansion, ia akhirnya kembali mendapatkan harapan.

"Aku mau membawamu untuk bertemu seseorang," kata Claudius yang sepertinya mengetahui pemikirannya, "Tapi jangan coba-coba melakukan sesuatu, aku akan menyuruh seseorang untuk mengawasimu dengan ketat."

Hatinya yang baru saja terisi harapan itu seketika kembali terasa berat, Juju menunduk dan menggerutu, "Bertemu siapa?"

"Nanti kau akan tahu, yuk," kata Claudius sambil memimpinnya berjalan ke arah pintu.

Juju menatap sekilas Sally yang berada di meja makan, setelah ragu sebentar, ia dengan cepat mengikuti langkah Claudius.

Claudius membawa Juju ke ruangan di RestoranStarEdge, begitu melihat orang di dalam ruangan itu adalah Josephine, hatinya pun menciut.

Mengapa Claudius membawanya untuk bertemu Juju? Tak mungkin mau memaksanya minta maaf dan ganti rugi, atau membawanya untuk dipukul oleh Josephine sebagai balas dendam bukan? Atau...

Sebelum ia bisa menebak tujuannya bertemu dengan Josephine, Josephine sudah berjalan menghampirinya, kemudian tertawa kecil mencemoohnya, "Kenapa? Sebegitu takutnya melihat aku?"

"Aku tidak takut," ujar Juju mengendalikan ekspresinya, lalu melangkah masuk.

Claudius juga masuk ke ruangan, kemudian duduk di sisi Josephine, ia mengangkat tangannya ingin menggenggam tangan Josephine, namun saat tangan mereka akan bersentuhan, ia meletakkanya kembali. Dengan penuh perhatian ia akhirnya mengubahnya ke dalam bentuk sebuah kalimat pendek, "Hati-hatilah, kalau ada apa-apa jangan lupa panggil aku."

"Apakah ia membawa pistol?" Tanya Josephine.

"Tidak."

"Bawa pisau?"

"Tidak juga."

"Kalau begitu apa yang kau khawatirkan?" Kata Josephine sambil tersenyum kepadanya, "Tenang saja, bahkan kalau benar-benar terjadi perkelahian, aku juga tidak akan kalah."

"Meskipun kau tidak akan kalah, kalau saja kulitmu sobek... Juga tidak boleh."

"Tidak akan, tak mungkin akan terluka sampai kulitku sobek, cepat keluarlah," kata Josephine sambil mendorong lengannya.

Claudius memandangnya, kemudian memandang Juju yang berwajah tidak senang, kemudian ia keluar.

Setelah Claudius keluar, Juju memperhatikan Josephine kemudian mengejeknya, "Kau memanggilku keluar, hanya demi mesra-mesraan bersama Claudius di hadapanku?"

"Mesra-mesraan itu hanyalah sebuah pembukaan, masa seperti ini saja Nyonya Zhu sudah tak tahan?" Kata Josephine sambil berjalan ke arah sofa dan duduk, kemudian memberinya isyarat untuk duduk di sofa di depannya.

Juju menatapnya, dengan wajah yang jelas tidak tahu malu itu ia berkata, "Awalnya aku kira Nyonya Bai adalah wanita yang begitu elegan dan polos, ternyata hanya tidak lebih dari seorang wanita murahan yang bermain dengan 2 orang pria sekaligus."

"Terima kasih, tapi hari ini kita bertemu bukannya untuk membandingkan siapa yang lebih rendahan, Nyonya Zhu silakan duduk dulu," kata Josephine kembali menyuruhnya duduk, Juju menggertakkan gigi, akhirnya ia duduk di hadapan Josephine, karena ia juga ingin mengetahui untuk apa sebenarnya Josephine mengajaknya bertemu.

Josephine melihat tampang Juju yang bagaikan sedang duduk di atas karpet berduri, ia pun tertawa kecil dan berkata, "Sebenarnya, aku seharusnya memanggilmu adik sepupu, kita adalah saudara, demi seorang pria hingga hari ini kita menjadi seperti ini, benar-benar cukup menyedihkan."

"Kalau memikirkan dulu paman dan bibi membesarkanmu, mencari uang dengan susah payah untuk mengirimmu bersekolah di kota besar, itu semua agar saat kau besar kau bisa menikahi orang yang baik, memberikan kebahagiaan bagi mereka berdua. Tetapi sekarang, tak usah bilang kebahagiaan, bahkan nyawa mereka berdua pun tidak terjamin. Kalau memikirkan mereka bisa-bisa kehilangan nyawa karenamu, apa kau tidak sedih? Tidak kasihan?"

Mendengar perkataannya ini, hati Juju sedikit bergetar.

Beberapa hari ini yang paling banyak ia pikirkan adalah masalah ini, setiap memikirkan keluarga Zhu mungkin akan mengalami apa yang terjadi pada keluarga Bai, ia sangat sedih dan menyesal.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu