Istri ke-7 - Bab 77 Memaksanya memakan obat (2)

Claudius melihat Josephine tidak mempedulikannya, api kemarahan di hatinya semakin berkobar, dengan geram berkata: "Apakah kamu sudah terlalu banyak lihat film, berpikir bahwa seorang perempuan biasa bisa membuat pria kaya jatuh cinta dengan cara bodoh seperti ketidaksopanan, ketidaktahuan dan keimutan yang tidak jelas? Aku beri tahu kamu, itu hanya ada di film, kenyataannya tidak ada satupun pria yang menyukai perempuan yang narsis seperti itu. Kalau kamu masih ada sedikit kemaluan di hatimu, sekarang juga hentikan permainan ini, karena tidak peduli kamu mau berpura-pura seperti apa, juga tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa kamu menikah ke keluarga Chen demi uang!"

"Aku memerintah kamu, kesini sekarang juga!" Claudius memerintah.

Josephine duduk di bawah pagar pembatas di tepi sungai, Claudius dan dia berjarak 3-4 meter, yang berupa sebuah trotoar.

Melihat Josephine yang tidak bermaksud bergerak, Claudius benar-benar dibuat emosi, hanya dengan beberapa langkah besar dia sudah sampai ke tempat Josephine duduk, tangan besarnya meremas lengan Josephine dan menariknya: "Aku menyuruhmu naik, apakah kamu tidak mendengarku?"

Tenaga Claudius sangat besar, dengan sekali tarik, Josephine sudah berdiri.

Di bawah lampu jalan yang remang-remang, Claudius melihat wajah kecil Josephine yang pucat seperti dilapisi air mata.

Wajahnya pucat, lengannya dingin, sepatunya juga menghilang tidak tahu kemana. Jelas-jelas Claudius tahu ini adalah akal licik Josephine untuk menarik perhatiannya, tapi dia tetap saja membeku sejenak, tanpa sadar berkata: "Ada apa denganmu?"

Josephine juga tidak tahu air mata terakhirnya ini mengalir karena Eddie atau karena kata-kata Claudius, sebenarnya apa yang dikatakan Claudius tidak salah, dia memang menikahinya demi uang, sama sekali tidak ada hak untuk menerima kebaikannya, dia juga tidak seharusnya sakit hati karena kata-kata Claudius.

Josephine awalnya bermaksud menghapus air matanya dan menurutinya pulang ke rumah keluarga Chen, tapi ketika dia membuka matanya yang penuh dengan air mata, tanpa terkendali dia berkata dengan sesak: "Eddie sudah meninggal......"

Di mata Claudius muncul kekagetan, Eddie sudah meninggal? Bagaimana bisa?

Beberapa hari yang lalu ketika mereka di Surabaya, dia mendengar Josephine memberitahunya dengan wajah penuh kesenangan bahwa operasi Eddie sangat berhasil, terlebih lagi tidak meninggalkan efek samping.

Claudius tidak terlalu memperhatikan anak itu, tapi dia tahu Josephine selalu menyayanginya seperti adik kandung sendiri, jadi ini alasan dia menangis sampai seperti ini?

"Aku tidak seharusnya menyuruh dia melakukan operasi, akulah yang menyebabkan kematiannya......." Jelas-jelas dia tahu Claudius tidak akan peduli dengan hal ini, tapi Josephine tidak tahan dan bercerita sedih kepadanya, karena Claudius adalah orang satu-satunya yang berdiri di depannya malam ini, selain dia, tidak ada orang kedua yang bisa mendengar ceritanya.

"Jadi kamu tidak peduli kamu sedang menghadiri pesta dan pergi meninggalkanku?" Tangan besar Claudius tetap memegang lengan Josephine, meskipun nada suaranya sedikit melembut, tapi tetap penuh dengan ketidaksenangan.

Josephine menghentikan sedikit tangisannya, menunduk dan membiarkan Claudius memarahinya.

"Apakah kamu tahu bagaimana orang-orang membicarakan kita? Karena para tamu tidak melihatmu, mereka semua menebak-nebak kalau kamu mungkin sudah mati." berkata sampai sini Claudius otomatis emosi.

Awalnya dia sengaja membawa Josephine ke pesta untuk menunjukkan wajahnya, tujuannya untuk menghilangkan spekulasi orang-orang, tapi dia malah menghilang.

"Maaf." Josephine mengendus, kemudian berkata dengan ekspresi bersalah: "Tadi begitu aku mendengar kabar bahwa Eddie sudah meninggal aku pun jadi gila, kemudian langsung meninggalkan tempat acara, sama sekali tidak mempertimbangkan perasaanmu."

Josephine tahu betapa menakutkannya pembicaraan orang-orang, apalagi orang yang tidak menyukai Claudius, Josephine juga tahu ketika Claudius mendengar pembicaraan mereka hatinya pasti sangat tidak enak.

Sepertinya........dia selalu membuat masalah untuk Claudius, membawa masalah untuk Claudius.

Pantas saja tadi Claudius bisa mengatakan hal-hal tadi, bisa merasa dia sedang menarik perhatiannya dengan melakukan hal-hal yang tidak biasa.

Setelah terdiam sejenak, Josephine tiba-tiba mendongak dan menatapi Claudius, kemudian bertanya dengan khawatir: "Jadi bagaimana? Apakah kamu akan muncul di berita utama besok?"

"Tidak tahu." Claudius menjawab dengan emosi.

"Maaf......." Josephine kembali menundukkan kepalanya, seperti anak kecil yang melakukan kesalahan.

Claudius melihat Josephine yang seperti ini, emosinya tidak bisa keluar, menunduk dan melihat kaki telanjangnya: "Mana sepatumu?"

"Aku......." Josephine menarik kakinya ke belakang, suaranya lemah: "Tadi jatuh ke dalam air."

"Orang sudah begini besar, sepatu pun bisa jatuh ke dalam air." Claudius melihatnya dengan mata menyalahkan: "Lihat penampilanmu sekarang, apakah masih seperti seorang perempuan?"

Melihat Claudius begitu mengejek penampilannya, Josephine tanpa sadar memeluk kedua lengannya, kemudian menunduk melihat dirinya sendiri, barulah dia sadar penampilannya sekarang memang benar sangat parah.

Gaun yang dipakainya sangat kusut dan kotor, sepatu juga tidak tahu kemana, tidak perlu ditebak, gaya rambutnya pasti juga berantakan ditiup angin sungai.

Hembusan angin bertiup, tanpa sadar tubuh Josephine menyusut, setelah sadar dari kesedihan akibat kematian Eddie, dia akhirnya merasa kedinginan.

Di cuaca yang dingin seperti ini hanya memakai gaun dan berjalan tidak jelas di tepi sungai, pantas saja tadi ada sekumpulan orang baik hati yang bertanya apakah dia ada masalah dan tidak bisa berpikir secara logis.

Dia lagi-lagi membuat Claudius kehilangan muka, benar-benar menyedihkan!

Saat ini, kalau Claudius ingin mencekik mati dirinya, juga tidak keterlaluan.

"Maaf......." Josephine meminta maaf dengan penuh perasaan bersalah.

Tubuhnya yang awalnya dingin tiba-tiba menghangat, Josephine terdiam sejenak kemudian mendongak dengan ekspresi kaget, setelah melihat mantel kerah dalam yang berbulu di tubuhnya, dia pun melihat ke arah Claudius.

Ini adalah pakaiannya!

Claudius tidak hanya tidak emosi sampai mencekik mati dia, tetapi dia malah memberikan pakaiannya agar dia tetap hangat, hal yang tidak biasa seperti ini jangankan Josephine, bahkan Claudius sendiri juga merasa sangat aneh.

Josephine sendiri yang menyebabkan dirinya sendiri menjadi begitu menyedihkan, tanpa disangka dia bisa merasa kasihan kepada Josephine ketika melihat Josephine gemetaran, dia bahkan melepas pakaiannya dan memberikannya kepada Josephine.

"Cepat naik ke mobil." Claudius berkata dengan datar, kemudian berbalik dan berjalan duluan menuju mobil.

Meskipun sikapnya tetap dingin, tapi hati Josephine sangat hangat, setelah mengencangkan mantel yang dipakainya, dia pun menyusul Claudius dengan langkah cepat.

Setelah naik ke mobil, Josephine pun berkata: "Terima kasih."

Claudius tidak memedulikannya, menyalakan mesin mobil dan melaju ke arah rumah.

******

Mungkin karena tertiup angin di tepi sungai, keesokan harinya Josephine mulai bersin tanpa henti.

Hamil tidak bisa sembarangan minum obat, dia hanya bisa terus minum air, berharap dia bisa sembuh dengan mengandalkan air hangat.

Khawatir Nenek akan menyalahkannya, Josephine tidak berani memberitahu orang lain bahwa dia sedang sakit flu, dengan alasan ngantuk, dia terus berdekap di kamar.

Hari ini adalah akhir pekan, Claudius tidak perlu berangkat kerja, pas sarapan, Claudius bertanya-tanya, Josephine tidak turun sarapan, tapi Nenek tidak hanya tidak emosi seperti dulu, bahkan satu kalimat menyalahkan juga tidak terdengar.

Selesai sarapan, ketika Claudius sedang melewati kamar Josephine, setelah bimbang beberapa saat, dia pun mendorong pintu dan masuk.

Awalnya Josephine sedang melukis di samping kasur, begitu mendengar suara pintu terbuka, dia segera membuang pensil di tangannya dan berbalik ke kasur dan berselimut, kemudian berpura-pura tidur.

Claudius mendorong pintu, dia melangkah sampai ke depan kasur Josephine dan berdiri, berkata dengan suara dingin: "Jangan pura-pura, bangun."

Ternyata Claudius yang membuka pintunya? Josephine memutar matanya sambil bangun dari kasur, sambil berjalan kembali ke depan lukisannya sambil mengomel: "Kenapa masuk tanpa berkata apapun, aku pikir Pengurus He yang membuka pintu...."

Josephine bersin di waktu yang sangat tepat, dia pun menarik secarik tisu dan mencubit-cubit hidungnya.

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu