Istri ke-7 - Bab 195 Membuat Kesempatan (2)

Di tempat ini sangat sulit mencari taksi, karena daerah ini jauh dari perkotaan, dan jalannya sulit dilalui.

Josephine berdiri di mulut jalan melihat jam tangannya, ia sangat cemas hingga tak bisa diam, barusan saat menelepon Direktur Zhang dan Lola, Direktur Zhang memberitahunya Lola berencana tinggal di sini, dan menyuruhnya kembali sendiri. Bos paling tidak masuk akal di dunia ini, benar-benar menyebalkan.

Sebuah mobil silver tiba-tiba berhenti di depannya, jendela mobil perlahan turun, tampak beberapa pria mabuk melambai padanya sambil tertawa, "Cewek, mau ke kota? Kebetulan kami ada 1 tempat kosong, mau ikut tidak?"

Josephine sebisa mungkin mundur dan berkata, "Tidak, terima kasih."

"Sini lah... Kulihat kau sudah lama menunggu di sini."

"Cewek... Di sini sangat sulit dapat taksi, tak usah menunggu lagi..."

"Sudah kubilang tak perlu!" Seru Josephine sambil mundur dengan jijik.

Di belakang tiba-tiba terdengar runtutan suara klakson yang dibunyikan beberapa kali, beberapa pria itu melihat ke belakang, terlihat sebuah mobil Jazz yang gagah, sekali lihat pun bisa tahu itu milik orang kaya, dan mereka kebetulan menghalangi jalannya, terpaksa mereka pergi dengan kesal.

Melihat mereka pergi, Josephine pun menghela napas lega.

Mobil Jazz itu perlahan juga berhenti di depannya, sosok Claudius memasuki pandangannya, Josephine memandang pria dan mobil di depannya, di otaknya berkecamuk sebuah ingatan yang samar. Di ingatannya juga pernah ada kejadian seperti ini, di tengah gelapnya malam, ia digoda oleh sekelompok pria tidak jelas, kemudian ditolong oleh seorang pria yang menaiki Jazz hitam.

Kejadian itu sangat familiar, sangat hangat!

"Nona Jessie, apakah kau juga tak berani naik ke mobilku?" Tanya Claudius sambil menatapnya.

Josephine kembali sadar, dengan tergesa-gesa ia menggeleng dan berkata, "Tidak usah, aku akan menunggu Direktur Zhang, ia akan keluar tak lama lagi."

Naik mobilnya? Sama menakutkannya tahu, kalau saja istrinya memasang jarum atau alat penyadap, apakah ia masih bisa hidup? Pokoknya sekarang ia harus sebisa mungkin jauh-jauh darinya, sebisa mungkin mengurangi masalah.

Claudius tidak segera pergi, ia malah turun dari mobil, memegangi pintu mobil dan menatapnya, lalu bertanya, "Nona Jessie, aku ingat sepertinya barusan kau tidak minum bir?"

"Betul, kenapa?"

"Kalau begitu kau harusnya tahu Direktur Zhang malam ini tak akan mempedulikanmu, kau mau menunggu di sini sampai kapan?"

Josephine kehabisan kata-kata.

"Naiklah, kalau menolak lagi akan kelihatan sangat palsu," kata Claudius duduk di mobil lagi.

Josephine tertegun, meskipun ia tak paham maksud kalimat terakhirnya, tapi ia tetap membuka pintu dan duduk.

Claudius menyalakan mesin mobil, lalu mengemudi ke arah perkotaan.

Di sini termasuk setengah gunung, jalan yang dilalui mobil berlika-liku dan sedikit menyeramkan, Josephine tanpa sadar berpegangan erat-erat pada pegangan di atas kepala.

Claudius mengurangi kecepatan mobilnya, bukan karena diingatkan oleh Josephine, tetapi karena di depan macet.

"Apa yang terjadi?" Tanya Josephine sambil menjulurkan lehernya melihat ke depan, sangat gawat, jam segini bisa-bisanya macet.

"Mungkin ada kecelakaan di depan?"

"Lalu bagaimana ini?"

Claudius menoleh padanya dan berkata, "Apa kau sangat buru-buru?"

"Tentu saja, keluargaku masih menungguku pulang," ujar Josephine sambil tetap menjulurkan kepalanya melihat kemacetan di depan.

Claudius menatapnya, dan tak mengatakan apa-apa lagi.

Saat ini, ponsel Josephine berdering, ia secepatnya mengambil ponsel dari tasnya dan mengangkatnya, di ujung sana terdengar suara Jesslyn, "Ibu, aku sudah mau tidur, kau belum pulang juga."

Josephine melihat ke depan, dengan wajah bersalah ia berkata, "Sayang, maaf, ibu akan pulang sebentar lagi, kau dan ayah tidur dulu saja ya?"

"Tapi aku seharian tidak bertemu ibu, aku kangen ibu."

"Ibu tahu, ibu juga kangen Jesslyn," kata Josephine tertawa lembut, "Tapi di sini macet, tidak tahu kapan ibu bisa sampai rumah, kalau kau tidak tidur sekarang besok bisa-bisa tidak kuat bangun dan sekolah loh."

"Baiklah kalau begitu, selamat malam ya bu."

"Selamat malam, sayang."

"Ibu, ayah mau bicara denganmu," kata Jesslyn memberikan teleponnya pada Marco, Marco segera bertanya, "Jessie, barusan apa kau bilang? Macet?"

"Iya, sekarang di jalan villa greenhill ini macet sekali."

"Kau bersama siapa? Apa perlu kujemput?"

"Tidak perlu, macet begini kau datang juga tak ada gunanya, tenang saja, aku bersama seorang teman," kata Josephine melirik Claudius, lalu langsung tersenyum dan berkata, "Suamiku, kau bawalah Jesslyn tidur dulu, jangan menungguku."

"Baik, kalau begitu kau hati-hati, kalau ada apa-apa telepon aku."

"Aku mengerti," kata Josephine dengan lembut, "Selamat malam."

"Selamat malam."

Begitu Josephine menutup telepon, masuk pesan foto Jesslyn yang mengembungkan mulut kecilnya untuk mencium layar, tampang imutnya itu langsung membuat Josephine tertawa.

Mendengar suara tawanya Claudius menoleh padanya, kebetulan ia melihat foto Jesslyn di layar itu.

Mendengarnya menelepon suami dan anaknya dengan sangat akrab, melihat senyuman bahagia di wajahnya, hati Claudius sedikit terasa sesak, dan dalam hati ia mengejek diri sendiri.

Awalnya ia kira Josephine akan bersama dengan Direktur Zhang, demi Perusahaan Besar Chen, ia sengaja mengundangnya makan, sengaja mencari kesempatan untuk berdua dengannya, bahkan kejadian Josephine menunggu di persimpangan tadi, semua sudah ia rencanakan.

Hanya saat ini, Josephine di depannya memanggil orang lain "Suami" dengan sangat akrab, dengan lembut membujuk putrinya untuk tidur, baru akhirnya ia menurunkan penjagaannya, dan menerima kenyataan bahwa ia tidak menghargai kebaikannya.

Sepertinya ia juga merupakan korban, orang bodoh yang tidak mengerti kalau ia dijual oleh bosnya!

Josephine memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, lalu ia mengangkat kepala dan mendapati Claudius sedang memandangnya, ia dengan malu tertawa garing dan berkata, "Jesslyn mau aku harus pulang baru mau tidur."

"Apakah hubunganmu dan suamimu sangat baik?" Tanya Claudius tanpa sadar.

Josephine tertegun, dengan terkejut memandangnya. Hubungannya dengan Claudius... Belum mencapai tingkat bisa saling menceritakan kehidupan pribadi bukan?

"Tidak ada apa-apa, hanya asal bertanya," kata Claudius mengalihkan pandangannya ke depan, di hatinya mulai menyesali ucapannya. Untuk apa menanyakan itu? Bukankah jawabannya sangat amat jelas? Kenapa harus memintanya mengucapkan jawaban kalau hubungannya dengan suaminya sangat baik?

Bahkan jika hubungannya dengan suaminya sangat baik lalu kenapa? Apa hubungannya dengannya?

Toh ia bukan Josephine yang sesungguhnya!

"Kalau hubungan tidak baik tidak akan menikah, suami istri harusnya bersama seumur hidup, kalau tidak ada perasaan bagaimana mau bersama?" Kata Josephine akhirnya menjawab.

"Apakah ini pandanganmu terhadap pernikahan?"

"Memangnya kau tidak berpikir demikian?" Kata Josephine balik bertanya.

Claudius tertawa, tawanya sedikit masam.

Josephine merasakan kemasamannya, iapun tersenyum menenangkannya, "Kulihat hubunganmu dan istrimu juga sangat baik, dan istrimu juga sangat cantik, sangat baik."

Setelah mengatakannya, Josephine dalam hati mencemooh dirinya sendiri, benar-benar... Demi hubungan baik dengan orang ini ia bahkan berbohong, jelas-jelas istrinya itu wanita kasar yang bahkan pernah menamparnya.

"Ia tidak membencinya karena menginjak tanganmu?" Tanya Claudius melirik tangan Josephine yang masih merah bengkak.

Josephine menggeleng, "Ia tidak sengaja."

Claudius mengangguk, tidak berbicara lagi.

Di dalam mobil menjadi sunyi, Josephine melihat ke depan dan menggerutu, "Entah akan macet sampai kapan," katanya lalu menoleh pada Claudius, "Apakah aku boleh keluar jalan-jalan? Duduk terus membuatku lelah sekali."

Claudius tak menjawab, tangan kirinya menekan tombol untuk membuka kunci pintu.

Josephine membuka pintu, udara di luar jauh lebih segar daripada di dalam. Di sisi jalan adalah gunung, di sisi satunya adalah lereng penuh pohon, Josephine berdiri di pinggir jalan membuka kedua lengannya dan menghirup napas dalam-dalam, udara sebagus ini, membuat suasana hati yang gusar karena menunggu itu hilang dalam sekejap.

Angin berhembus ke wajahnya, badannya sedikit terhuyung, setelah itu langsung ada seseorang menopangnya dari belakang, suara yang familiar itu terdengar dari belakangnya, "Hati-hati."

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu