Istri ke-7 - Bab 151 Cara Untuk Memperbaiki (3)

Keesokan harinya saat Josephine bangun, Claudius sudah berangkat kerja.

Nenek tahu dia sedang hamil, dia pun tidak menyuruh pembantu untuk memanggilnya turun ke bawah untuk sarapan, membiarkannya tidur sesukannya.

Josephine tertidur hingga terbangun sendiri, setelah bangun, sudah jam sembilan lebih. Dia pun langsung turun dari ranjang, mandi lalu turun ke bawah.

Di bawah, nenek sedang duduk di atas sofa menikmati teh, Josephine pun menyapanya dengan sopan: "Nenek."

Dia tertidur hingga jam sembilan pagi, nenek tidak hanya tidak marah tapi malah tersenyum dan bersikap baik kepadanya: "Sudah bangun? Nyenyak?"

"Lumayan, terima kasih nenek." Josephine menjawab.

Nenek mengangguk, kakak He sudah menyiapkan sarapan untuknya.

Setelah itu kakak He pun menemani nenek keluar, Josephine duduk di atas meja makan dan menyantap sarapannya, setelah sarapan, dia melihat Sally Lin yang berjalan keluar dengan kursi rodanya.

Dia menyapanya dan bertanya: Sally, kamu libur hari ini?"

"Iya, hari ini giliran aku libur." Sally Lin menjawab.

Melihatnya ingin memindahkan tubuhnya ke atas sofa, Josephine pun berjalan kesana dan ingin membantunya, Sally Lin berterima kasih dan berkata: "Tidak usah repot kakak ipar, aku sendiri bisa kok."

Sambil berkata, Sally Lin pun menggunakan satu tangannya menumpu pada kursi roda dan satu tangannya lagi menumpu pada sofa, sedikit kesulitan tapi akhirnya dia berhasil memindahkan tubuhnya ke atas sofa.

"Kakimu..." Josephine melihat kedua kakinya dan menanyakan dengan prihatin: "Dokter bilang apa? Apakah bisa sembuh?"

Sally Lin menggeleng.

"Kalau begitu..." Josephine tidak harus berkata apa, Sally Lin tersenyum: "Sebenarnya tidak apa-apa, yang penting sudah terbiasa. Saat kejadian aku juga sangat sedih dan tidak bisa menerimanya, Joshua lah yang memberikanku kekuatan untuk melanjutkan hidupku, hingga akhirnya aku merasa tidak apa-apa walaupun kedua kakiku sudah cacat. Lihatlah, sekarang aku tetap bisa kerja, tetap bisa mendapatkan cinta, aku lebih beruntung daripada orang-orang yang kurang beruntung di luar sana."

Melihat senyuman di wajahnya, Josephine pun merasa lega: "Baguslah kalau kamu berpikir seperti itu."

"Makanya, kamu juga jangan merasa tertekan, aku tidak merasa kamu punya tanggung jawab atas hal ini."

"Makasih."

"Makasih apa, kita kan satu keluarga." Setelah itu Sally Lin menatap perutnya dan tersenyum: "Kalau kamu, bayimu bagaimana? Apakah sudah mulai mengganggumu?"

"Belum, masih sangat kecil." Josephine menjawab dengan rasa takut.

"Mungkin tidak lama lagi."

"Iya."

"Kakak ipar, kali ini kamu pasti bisa melahirkan anak yang sehat." Sally Lin menepuk-nepuk punggung tangannya dan tersenyum.

Jelas-jelas senyum di wajahnya penuh dengan kehangatan, tapi tidak tahu kenapa, hati Josephine terasa dingin, mungkin karena dirinya sama sekali tidak hamil.

Dia tidak melanjutkan duduknya, lalu berdiri dan berkata: "Sally, kamu nonton sendiri ya, aku naik ke atas dan berbaring."

"Oke, istirahat yang baik." Sally berkata.

Josephine mengangguk, berbalik badan dan berjalan ke atas.

*****

Josephine melihat jam, sudah hampir jam sebelas, Claudius masih belum keluar dari ruang bacanya.

Dia meletakkan remote dan berjalan menuju ruang baca.

Mengetuk pintu beberapa kali, setelah dijawab dia baru membuka pintu dan berjalan masuk.

Claudius sedang menelepon, di atas meja ada semangkok obat herbal yang berwarna hitam.

Josephine berjalan kesana dan menyentuh mangkok itu, obat itu masih hangat, tapi sebentar lagi pasti akan dingin.

Claudius menutup telepon dan menatapnya: "Kenapa? Tidak bisa tidur kalau belum bercinta?"

Josephine menjulingkan matanya: "Kenapa kamu semakin tidak sopan?"

"Perlukah kesopanan diantara suami istri?" Claudius melambai-lambai tangannya, Josephine pun berjalan kesana, dia memeluknya di atas kakinya, tangannya pun meraba masuk ke dalam bajunya.

Josephine menarik tangannya, dan menyuguhkan obat herbal yang di atas meja: "Cepat minum obatnya."

Claudius melihat obat itu: "Nanti akan kuminum."

"Nanti sudah dingin." Dia masih belum tahu? Dia pasti akan melupakan obatnya, lalu membuangnya seperti biasa.

"Kalau dingin, nanti kan bisa dipanasi lagi."

"Tidak boleh, kamu minum sekarang juga." Josephine menatapnya.

Claudius sengaja: "Aku tidak mau."

Josephine menatapnya, akhirnya menghela nafasnya dan berkata: "Kamu mau memaksaku untuk menemanimu meminumnya?"

"Tidak, aku ingin kamu menyuapiku."

"Boleh saja." Apa yang sulit, Josephine meletakkan mangkuk itu dan melepaskan tangannya yang memeluk pinggangnya: "Aku ambil sendok."

"Tidak perlu."

"Bukankah kamu ingin aku menyuapimu?"

"Tidak pakai sendok juga bisa, seperti ini..." Claudius meminum seteguk obat, lalu memegang dagunya. Belum sempat merespon dia pun mencium bibirnya, memainkan lidahnya di dalam mulutnya.

Rasa pahit pun masuk kedalam seluruh mulut Josephine.

"Uh..." Josephine tersadar dan ingin mengelak, tapi tidak berguna, Claudius tidak melepaskannya, malah menciumnya erat dan tidak membiarkannya memuntahkan obat itu sedikitpun.

Sampai akhirnya dia menelan obat itu, dia baru melepaskannya, melihat eskpresi wajahnya yang kepahitan, dia pun tersenyum jahat: "Begitu, mau kuperagakan sekali lagi?"

"Tidak, tidak usah!" Josephine langsung menolak.

Kalau diperagakan terus, obat itu malah habis diminumnya sendiri, terus apa lagi yang diminumnya?

Tapi cara menyuap obat seperti ini, sungguh sangat...

Dia menggeleng pasrah, tuan muda jelas-jelas sengaja mempermainkannya, obat yang pahit seperti ini, dia malah menyuruhnya memakai mulut untuk menyuapinya!

Tapi asalkan dia mau meminumnya, dia memutuskan untuk melakukannya.

Lalu, dia pun meminum seteguk obat, dan menciumnya, lalu... seberapa kuat dia mencoba tetap tidak bisa membuka gigi dan lidahnya.

Claudius tidak hanya tidak meminum obatnya, tapi malah menaikkan kepalanya dan memegang dagunya, memainkan lidahnya di dalam mulutnya.

Setelah itu terdengar suara tegukan, Josephine terpaksa menelan obat itu.

Rasa pahit itu sekali lagi masuk ke dalam mulutnya hingga lambungnya, wajahnya pun mengerut kembali.

Setelah dia tersadar, dia pun melihat senyum jahat di wajah Claudius, dia marah dan berteriak: "Claudius! Dasar tidak tahu malu!"

Claudius menaikkan telunjuknya dan meletakkannya di atas bibirnya: "Kecilin suaramu, kamu ingin orang-orang mengira kita sedang berkelahi?"

"Ini lebih kejam daripada berkelahi oke?" Josephine tetap marah: "Kamu kok mempermainkanku seperti ini?"

"Memangnya aku kenapa?" Dia malah berpura-pura tidak merasa bersalah.

"Kamu masih saja berpura-pura, lihatlah..." Josephine menunjuk ke mangkuk obat yang sudah tersisa setengah obatnya: "Aku sudah membantumu meminumnya setengah."

"Bukankah adil satu orang setengah?"

"Ini obatmu!"

"Tadi siapa yang bilang ingin menemaniku minum obat?"

"Aku... apakah aku pernah bilang?" Josephine membantah.

Claudius sudah terbiasa memegang dagunya, memegang sisa obat yang ada di bibirnya: "Mau tidak aku membantumu mengingat apakah kamu pernah mengatakannya?"

Dia menunduk dan ingin mencium bibirnya, Josephine menghentikannya: "Jangan buat onar, cepat minum obatnya."

"Tidak mau." Bibir Claudius pun berpindah ke lehernya dan mulai menggigitnya.

Josephine merasa tidak nyaman dan gatal, dia pun mengelak dan memohon: "Aku suapin kamu, aku suap..."

"Kamu tidak bisa tekniknya."

"Aku bisa!"

Claudius melihatnya: "Baiklah, aku beri satu kesempatan lagi kepadamu."

Josephine memperingatinya: "Kalau kamu seperti tadi lagi aku akan marah!"

Dia meminum obat itu lagi, lalu mencium bibirnya, tapi tidak sampai dua detik, obat itu masuk lagi ke dalam tenggorokannya, gerakan itu cepat sekali hingga dia tidak sempat meresponnya.

Dia merasakan pahit di bibirnya, menatapnya, dia tidak bisa mendeskripsikan perasaannya yang kacau itu dengan kata-kata.

Claudius pun menjilat-jilat bibirnya dan menatapnya: "Bukankah kamu akan marah?"

Keterlaluan!

Josephine melihat obat yang tersisa sedikit itu, lalu melihat ekspresi jahat Claudius, akhirnya dia berdiri dan berjalan menuju pintu.

Claudius melihat dia berjalan pergi pun bertanya: "Ini caramu mengekspresikan marahmu? Aku pikir kamu akan memukulku."

Pintu pun tertutup, melihat pintu yang dihempaskannya itu Claudius pun tertawa, lalu melanjutkan kerjaannya.

Setelah selesai dia kembali ke kamar tapi melihat kamar itu kosong, tidak ada Josephine.

Dia pikir karena marah, Josephine akan kembali ke kamarnya, Claudius pun masuk ke kamar depan, tapi malah kosong juga.

Sudah malam begini dia bisa kemana, tidak mungkin marah sampai bersembunyi di suatu tempat bukan? Sejak dikurung beberapa kali di kuil, dia sangat takut dengan rumah ini, malam-malam begini pasti tidak akan berkeliaran sembarangan.

Claudius tidak khawatir dia berlari keluar, dia hanya penasaran seberapa marahnya dia dan ekspresinya saat dia marah.

Novel Terkait

The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu