Istri ke-7 - Bab 126 Rencana Liburan (1)

Di dalam vila, Sally mondar-mandir di depan kamar Shella di lantai 2. Pintu kamar yang sedikit terbuka memperlihatkan Shella yang tak henti-hentinya menelepon.

Sally melengkungkan bibirnya, lalu mengetuk pintu dan masuk.

Melihatnya masuk, Shella merasa sedikit jengkel, namun wajahnya tetap menyunggingkan senyuman. "Pagi," sapanya sambil tersenyum.

"Kakak Ipar sedang menelepon Kakak Sepupu?" Sally berjalan dan duduk di sebelahnya, melihat ke arah ponsel Shella, "Kakak Sepupu belum pulang dari dinas?"

"Ya."

"Dia tidak mengangkat telepon?"

"Mungkin sedang sibuk," dalam hati Shella merasa tidak sabar.

Kalau bukan karena Sally, apakah Claudius bisa menghilang selama seminggu seperti sekarang ini? Ia bahkan tak menjawab teleponnya.

Sally berpikir sejenak lalu bertanya, "Mungkinkah Kakak Claudius marah dan menyembunyikan diri karena merasa Kakak Ipar tidak bisa merawat anak dengan baik?"

Kata-kata Sally terdengar seperti sengaja sedang memprovokasi Shella. Shella yang seorang anak manja dan mudah emosi pun seketika meledak, "Apa kau sudah cukup berbicara? Kalau sudah segeralah pergi dari sini!"

Tujuan Sally kemari adalah untuk memancingnya. Melihat Shella sudah murka, ia pun bangkit dari sofa, lalu berkata dengan wajah pucat di hadapannya, "Kakak Ipar...Kau kenapa...?"

Shella menatapnya geram. Sally masih saja bersandiwara, bisa-bisanya ia masih bersandiwara!

Baiklah, dia mau bersandiwara, maka Shella juga akan melakukannya.

Matanya memerah, air mata pun mengalir keluar, "Maaf, aku...aku hanya tak suka orang lain membahas tentang anakku, hatiku sedih."

Shella mengerti maksud kedatangan Sally ke sini. Ia ingin memancingnya agar membuat kekacauan. Kasus laporan tes DNA itu pasti telah membuatnya gila, kalau dipikir-pikir menyenangkan juga melihatnya begitu.

Memikirkan hal ini, amarah Shella pun mereda. Ia meraih tangan Sally, "Maaf, Sally, aku tidak bermaksud galak padamu."

Sally menggenggam tangannya, "Tidak apa-apa, akulah yang salah. Tidak seharusnya aku menyebut tentang anakmu. Sebenarnya aku hanya berharap hubunganmu dengan dan Kakak Sepupu baik-baik saja. Bagaimanapun ia pasti tidak bisa menerima kehilangan anaknya."

Tepat di saat itu, ponsel Shella berbunyi. Ia melirik nomor yang muncul di layar, bibirnya menyunggingkan senyum puas. Ia mengangkat teleponnya di hadapan Sally, "Claudius."

"Maaf, aku tadi tidak dengar teleponmu. Ada apa?" tanya Claudius lembut.

"Tidak apa-apa, hanya ingin bertanya kapan kau pulang."

"Aku sedang dalam perjalanan pulang."

"Oh, apa kau sudah sarapan? Apakah mau kutunggu? Kita bisa makan bersama," senyum Shella merekah.

"Tidak perlu, aku sudah makan."

"Baik kalau begitu, kau menyetirlah dulu, aku tidak mengganggumu," Shella menutup telepon, lalu tersenyum ke arah Sally, "Kata Claudius ia sedang dalam perjalanan pulang."

"Bagus kalau begitu, aku jadi tenang," kata Sally lalu menarik tangan Shella, "Oya, hampir saja lupa, Nenek menyuruhku memanggilmu untuk sarapan. Yuk, tidak baik membuat Nenek menunggu terlalu lama."

"Ng, yuk," angguk Shella dengan perasaan senang.

Keduanya menuruni tangga menuju ruang makan. Sally tersenyum senang, "Nenek, Kakak Sepupu tidak sedang bersembunyi, ia sebentar lagi pulang."

"Benarkah?"

"Ya, barusan ia menelepon Kakak Ipar," Sally menarik kursi di sebelah Joshua.

Nenek mendesah iba, "Hatinya pasti sedih sekali karena masalah ini. Biarkan saja kalau ia mau bersembunyi, ia bisa menenangkan diri."

"Nenek, mana bisa orang yang pergi sendirian disebut menenangkan diri, itu namanya mengucilkan diri," kata Sally lalu melirik Joshua yang sedang membaca koran di sebelahnya, "Benar, kan, Josh?"

"Ng, benar," jawab Joshua asal. Ia tak mendengar perkataan Sally barusan.

"Joshua, kau ini apa-apaan sih," protes Sally sambil merebut koran dari tangan Joshua.

Joshua tak tahu apa yang terjadi. Ia mendongak dan memperhatikan semua lalu buru-buru bertanya, "Ada apa?"

"Nenek sedang curhat masalah Kakak Sepupu. Kau yang biasanya menghabiskan waktu paling banyak dengannya, bisakah kau memberi saran bagaimana cara membantu Kakak Sepupu untuk keluar dari bayang-bayang masalah ini?"

"Nggg...menyuruhnya liburan dengan Kakak Ipar? Menenangkan diri?" Meski Joshua sudah sungguh-sungguh berpikir, ia tetap tak bisa memikirkan sesuatu yang spesial.

Nenek menatap Shella sekilas, tampak tidak setuju, "Dia dan Shella? Lupakan saja, bisa-bisa ia semakin depresi."

Sally memandang Shella lalu tersenyum tipis, "Nek, Kakak Sepupu sudah sedih karena kehilangan anak. Kalau hubungannya dengan Kakak Ipar juga tak baik, hatinya akan semakin tertekan. Benar, kan, Kakak Ipar?"

Meski Shella tak mengerti apa yang direncanakan oleh Sally, tapi begitu memikirkan akan pergi berlibur bersama Claudius, hatinya pun berbunga-bunga. Ia mengangguk-angguk setuju.

Shella menerka Sally mewakilinya berkata manis seperti ini untuk mendapat kepercayaan kembali. Tak disangka, kata-kata Sally berikutnya menggugurkan semua terkaannya.

"Kalau Nenek cemas mereka berdua akan bosan dan kesepian, lebih baik kita mengajak semua anggota keluarga kita, bagaimana? Sekeluarga pergi berlibur pasti akan ramai dan meriah, dengan begitu Kakak Sepupu tidak akan punya waktu untuk depresi."

Sally menyenggolkan sikunya ke lengan Joshua seperti biasa, "Bagaimana saranku?"

"Boleh juga, kita belum pernah berlibur sekeluarga sebelumnya," angguknya, lalu melihat ke arah Nenek, "Tapi umur Nenek sudah selanjut ini, bukankah kurang cocok untuk berlibur?"

"Kali ini kita utamakan santai. Cari desa wisata yang dekat dan bagus, yang ramah untuk orang tua dan orang muda, sekalian kita ajak paman dan bibi, bagaimana?" Sally kembali melihat ke arah Nenek, "Bagaimana menurut Nenek?"

Nenek berpikir sejenak, lalu mengangguk, "Saran ini boleh juga, bisa dipertimbangkan."

"Lumayan, kan. Oh, bagaimana kalau Nenek yang memilih tempatnya?"

"Kalian saja yang memilih tempat, biarkan Joshua yang melihat-lihat," kata Nenek sambil melihat ke arah Joshua yang diam sedari tadi.

Joshua berpikir, lalu terseyum, "Ke Desa Wisata Bogor saja, bunga teratai di sana sangat terkenal, lagipula sekarang sedang waktunya mekar."

"Baiklah, kudengar di sana bagus, tahun lalu juga sudah direnovasi," kata Sally sambil tersenyum lebar, "Josh, nanti teleponlah Paman dan Bibi, mereka pasti akan senang."

"Ibu dan nenekku juga suka bunga teratai," Chelsea ikut mengangguk.

Sally pun menanyai Shella, "Kakak Ipar, bagaimana pendapatmu tentang tempat ini?"

Shella yang sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri pun tersadar, ia menggeleng, "Aku tidak ikut, kalian saja yang temani Claudius."

"Bagaimana boleh tidak ikut?" seru Sally, "Kau dan Kakak Sepupu adalah tokoh utamanya, kami hanya penggembira untuk membuat suasana hati kalian jadi lebih baik."

"Tidak, menurutku benar yang dikatakan Nenek, Claudius mungkin akan lebih depresi kalau aku ikut bersamanya," kata Shella sambil memasang wajah muram.

Ia akhirnya mengerti, Sally bukan ingin memberinya kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Claudius, melainkan ia punya rencana lain. Meski Shella tak bisa menebak apa tujuannya, tapi ia bisa menghindar, kan? Asal ia tak pergi bersama mereka, rencananya pasti tak akan berjalan.

Perempuan ini sedang menggali skema untuk menjatuhkannya!

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu