Istri ke-7 - Bab 148 Wanita Sebanyak Pakaian (3)

Josephine berjuang untuk mendorongnya dan bangkit dari kasur, rasa dendam didalam matanya semakin terasakan, “Aku ingin bertanya kepada Tuan Chen, pengecualian apa yang telah kamu berikan kepadaku? Menangkap keluargaku? Mengurungku di villa untuk melampiaskan nafsumu? Jika ini adalah pengecualian darimu, apakah aku bisa menolak pengecualian darimu? Aku mohon.......”

“Sepertinya kamu lumayan tidak puas denganku.” Claudius mencibir, tangannya merangkul Josephine dan dia mencium bibirnya, “Kenapa? Aku justru ingin memberikan pengecualian seperti ini untukmu, kamu tidak berhak untuk menolaknya.”

Josephine membelokkan mukanya dengan marah kesamping, “Jangan sentuh aku.”

Perkataan Josephine membuat hati Claudius terasa disakiti, dia lalu mencium bibirnya dengan marah.

Josephine berusaha mengelak, dia tidak mengerti mengapa Claudius jelas-jelas begitu marah kepadanya, mengapa dia masih saja terus menciumnya, dan memilikinya, apakah dia tidak merasakan rasa kurang enak?

Setelah mengelak beberapa waktu dan tidak berhasil mengelaknya, air mata penuh keluhan mengalir, rasa pahit terasakan diantara bibir mereka, Claudius mengerutkan keningnya dan akhirnya melepaskannya.

Dia tidak suka melihat tampang wanita menangis dihadapannya, dia tidak pernah menyukainya!

Wanita-wanita dulu ketika mendengar langkah kakinya, sudah menangis setengah mampus, atau bahkan terus menangis sebelum kawin, dia malah ilfeel, jadi malas untuk mendekati mereka apalagi memeluk mereka.

Dia mendorong Josephine, mendorongnya dikasur, dan berdiri berjalan keluar.

Josephine mengira Claudius pasti akan melampiaskan nafsunya beserta dengan kemarahannya, dia tidak mengira bahwa Claudius bisa tiba-tiba pergi, dia sedikit bingung, namun juga lega, karena dia juga tidak suka Claudius melampiaskan nafsunya bersamaan dengan emosinya, karena disaat itu, Claudius akan lebih kasar.

******

Josephine terbaring diatas kasur dan insomnia semalaman penuh, keesokan harinya, setelah bangun dari tempat tidur, Josephine sedikit melongo melihat tempat tidurnya yang tidak ada siapa-siapa disampingnya.

Josephine malu karena menyadari hal ini, tidak peduli bagaimanapun caranya Claudius menghinanya, ketika pagi hari tidak melihatnya tidur disampingnya, dirinya merasa sedikit kehilangan.

Josephine beres-beres, setelah mengganti pakaian, dia lalu turun tangga.

Ketika makan, Sally menatapi kantong mata Josephine dan bertanya, “Kakak ipar, apakah kamu kurang tidur? Badanmu masih kurang sehat?”

Josephine tersenyum kepadanya sambil mengelengkan kepalanya, “Tidak, aku sudah sembuh.”

“Baiklah kalau begitu.” Sally melanjutkan sarapannya.

Setelah selesai sarapan, Josephine kembali ke kamar tidur dan kebetulan melihat Claudius baru saja keluar dari ruangan ganti, Claudius melirik mukanya, namun tidak mengatakan apa-apa, dan berjalan melewatinya.

Josephine tiba-tiba bertanya, “Bagaimana denganku?”

Claudius berhenti dan menatapinya, “Kamu disini, dan tidak boleh kemanapun.”

Josephine ingin bertanya mengapa tidak mengantarkannya kembali ke Villa, namun dia juga tidak menanyakannya, karena bagaimanapun juga dia tidak bisa memungkiri keputusan Claudius.

Dia menganggukkan kepalanya dan berjalan melewatinya.

Claudius terdiam sejenak, dia lalu berbalik badan dan berkata, “Aku tidak berharap hal ini terlalu berlangsung terlalu lama diantara kita, jadi ketika aku pulang nanti malam, sebaiknya kamu mengganti ekspresimu ini, apakah kamu mendengarkannya?”

Claudius! Dia masih saja begitu maunya sendiri, begitu tidak masuk akal!

Josephine menyindirnya, “Aku akan berusaha untuk menyambutmu kembali sambil tersenyum.”

Claudius tentu saja mengerti dengan sindirannya namun dia tidak mempedulikannya, dia berbalik badan dan meninggalkan kamar tidur.

******

Semua orang sudah kembali bekerja, termasuk Sally juga sudah kembali ke posisi kerjanya juga.

Didalam rumah selain Nenek Chen dan Josephine hanya ada para pembantu saja, setelah beberapa saat berada didalam kamar tidur, Josephine berjalan kearah kasur dan mengambil teleponnya lalu menelepon Susi.

Claudius tidak mengizinkannya keluar, kalau begitu dia harusnya boleh memanggil Susi menjenguknya kemari.

Setelah mendengar harus pergi ke Keluarga Chen, Susi langsung terpikiran Nenek Chen, dan menolaknya.

Di Kota Jakarta, selain Claudius sepertinya tidak ada lagi orang yang tidak takut dengan Nenek Chen lagi. Josephine mengerti perasaan Susi, setelah merenung sejenak dia lalu berkata, “Kamu datang ketika siang hari, biasanya Nenek Chen istirahat siang, kita bisa mengobrol di ruang hiburan.”

Mendengar perkataan Josephine, Susi tertawa, “Mengapa kita seperti berzinah?”

“Tidak ada cara lain, ini semua pantas aku dapatkan.”

“Baiklah, aku akan pergi nanti.”

Mendengar perkataan Susi, Josephine sedikit curiga, apakah dia sudah tidak mempedulikan suaminya mempunyai anak haram?

Setelah mengakhiri panggilan telepon, Josephine terus memikirkan hal ini.

Kali ini dia memanggil Susi kemari sebenarnya juga ingin melihatnya dan mengobrol dengannya mengenai hal ini.

Sore hari, Susi datang.

Dia menyetir mobil balapnya yang berwarna merah, memakai kacamata hitam, dengan rambut keriting.

Josephine meliriknya, dan berkata, “Sepertinya kamu sama sekali tidak terpengaruhi oleh Henry dan wanita itu.”

Susi duduk diatas sofa, dan melihat ruang hiburan yang besar, dan menjawab “Ruang hiburan keluarga Chen sudah hampir seperti sebuah kota hiburan, sungguh mewah, kamu harus membawaku untuk melihat ini semua.”

“Sebenarnya aku juga tidak begitu tahu, aku tidak sering masuk.” Josephine hanya mengetahui bahwa didalam sini terdapat berbagai jenis ruangan olahraga, ruangan cinema dan ruangan KTV, namun biasanya jarang ada yang datang kesini dan menggunakannya, karena orang dikeluarga Chen memang tidak banyak, dan mereka semua juga mempunyai kesibukan sendiri.”

Susi berjalan kedepan bola bowling, dan mengambil salah sebuah bolanya, dan berkata kepada Josephine, “Apakah kamu mau main satu game?”

“Aku tidak bisa main permainan ini.” Josephine merebut bola bowling dari tangannya, dan berkata, ‘Aku memanggilmu kesini bukan untuk bermain.”

“Jika tidak untuk apa kamu memanggilmu kemari?”

“Kamu masih belum menjawab pertanyaanku, apa yang kamu pikirkan mengenai hal itu?” seusai berkata, Josephine melanjutkan, “Susi, tidak boleh selalu kamu yang menyelesaikan masalah kami, jika kamu punya masalah, kamu juga bisa mengatakannya kepada kami, kami juga akan berusaha untuk membantumu.”

“Benarkah?” Susi menaikkan alisnya.

“Tentu saja.”

“Kalau begitu, jika aku akan menyiramkan air keras kepada wanita hina itu, apakah kamu akan membantuku?”

Melihat ekspresi Josephine berubah, Susi lalu tertawa terbahak-bahak, dan mengores kepala Josephine menggunakan jarinya, “Lihat ekspresi lucumu ini, aku bercanda.”

Susi akhirnya kembali duduk diatas sofa, dan gaya bicaranya juga kembali normal, dia menatapi Josephine, “Josephine, jika berganti Claudius yang mempunyai anak haram diluar sana, apa yang akan kamu lakukan?”

“Aku pasti akan sangat sedih dan sangat marah, dan tidak seperti dirimu.” Jawab Josephine.

“Setelah itu?”

“......” Josephine terdiam, dia juga tidak tahu apa yang akan dilakukannya, bagaimanapun juga Claudius berbeda dengan lelaki pada umumnya, dirinya pasti bukanlah lawan baginya.

Dia menatapi Susi dan seolah mengerti maksudnya.

“Susi kamu berbeda denganku.” Josephine memegang tangan Susi, “Kamu punya Nyonya Qiao yang akan mendukungmu, dan berhak untuk mempunyai kedudukan yang sama dengan Henry. Sedangkan kondisiku dirumah ini adalah Nenek Chen tidak menyukaiku, Claudius dendam terhadapku, bahkan pembantu saja tidak menghargaiku.”

Benar, memang seperti ini, kemarin dia hanya marah sedikit saja, Claudius langsung saja menyuruhnya untuk menekan emosinya sebelum malam ini, dan tersenyum menghadapinya.

Berbalik dengan Susi, apakah Henry berani begitu kepadanya?

“Susi, sudah begitu lama, apakah kamu mencintai Henry?”

“Seorang lelaki yang mempunyai wanita sebanyak pakaian, bagaimana aku bisa mencintainya?” Mungkin Susi sendiri saja tidak menyadari bahwa ketika mengatakan hal ini, dirinya sudah sambil mengertakkan giginya.

“Lalu bagaimana dengan masalah anak?”

“Biarkanlah dulu.”

“Susi......” Josephine menatapinya dengan penuh rasa sayang, sulit untuk dibayangkan, bagaimana wanita sekeras kepala sepertinya bisa menahan ini semua.

Susi tersenyum dan menepuk tangan Josephine, “Ada apa denganmu? Jangan seperti aku menderita penyakit krisis saja. Hanya lelaki saja, mudah untuk dicari lagi.”

“Semoga kamu benar-benar bisa berpikir seperti itu.” Josephine sedikit lega.

Susi menatapinya, dan bertanya, “Bagaimana denganmu? Bisa pergi jalan-jalan, dan bisa mengundangku untuk main kerumahmu, sepertinya sudah melewati masa-masa sulit?”

Mengungkit masalah sendiri, ekspresi Josephine perlahan pudar, sejenak kemudian dia baru berkata, “Claudius......aku masih belum mengerti dengan orang sepertinya.”

Selama ini, Josephine juga mengira bahwa dirinya sudah hampir dimaafkan olehnya, dan sudah akan bertemu dengan ibu dan adiknya, namun hanya setelah satu festival pertengahan musim semi, semuanya kembali ketitik awal, sikap Claudius terhadapnya kembali menjadi kurang baik.

Setelah mengantar Susi kembali sore hari, mobil Claudius kembali.

Melihat mobil Claudius kembali, dan melihat kearah pintu, Josephine mempunyai prasangka buruk terhadap ini.

Mobil Susi baru saja keluar, Claudius pasti bertemu dengannya.

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu