Istri ke-7 - Bab 111 Haruskah Dipenjara (5)

Josephine mengambil tisu dan mengusap air matanya. Ia tidak ingin berlama-lama di sana sehingga ia naik ke kamarnya.

Setelah kembali ke kamar, Josephine berdiri di depan jendela dan menghirup udara dalam-dalam, mengingatkan dirinya agar jangan marah demi kesehatan janinnya.

Semenjak hamil, emosinya tak pernah baik. Bagaimana anaknya akan baik kalau ia begini terus?

Bukankah ia sudah tahu bagaimana Fransiska dan Shella? Kalaupun sekarang mereka membunuhnya dengan pisau itu bukanlah hal yang mengherankan. Tidak layak marah demi orang semacam mereka, sama sekali tak layak!

Josephine mengusap air matanya yang terakhir dengan punggung tangan, lalu masuk kembali ke kamar. Ia menyalakan televisi dan menonton acara komedi.

Pembawa acaranya suka sekali bergurau, kemampuannya melawaknya pun bagus sekali, membuat orang yang melihatnya jadi tertawa terbahak-bahak.

Josephine baru saja mengatur posisi duduknya ketika terdengar suara pintu diketuk. Ia mengamati sekilas pintu itu, tapi tak mengacuhkannya.

Ia pikir itu pasti Shella atau Fransiska yang datang mencari masalah dengannya, namun ternyata yang terdengar adalah suara Juliet, "Nona Kedua, apa Anda di kamar?"

Panggilan 'Nona Kedua' ini menusuk telinga Josephine. Ia pun bangkit dan membuka pintu, lalu berkata kepada Juliet di hadapannya, "Aku bukan Nona Kedua atau semacamnya, panggil saja Josephine."

"Baik, Josephine," Juliet melewatinya dan masuk ke kamar. Ia meletakkan baki di atas meja, "Kemarilah dan sarapanlah terlebih dahulu, nanti tidak enak kalau sudah dingin."

Josephine melirik makanan di atas baki itu, ada bubur, susu, dan roti lapis, porsinya cukup untuk 3 orang. Ia baru sadar kalau dirinya belum makan. Ia hanya memikirkan amarahnya tadi, sampai lupa kalau perutnya lapar.

"Terima kasih," katanya pada Juliet.

Di rumah ini, hanya Juliet yang paling baik padanya.

"Terima kasih apa, kau sudah seharusnya makan banyak saat hamil. Janinmu baru bisa kuat kalau kau makan kenyang, sehingga nanti ia akan tumbuh sehat," kata Juliet lembut, "Makanlah dahulu, kalau tidak cukup aku akan membawakanmu lagi."

"Iya."

"Baik, katakan padaku kalau ada masalah, aku akan membantumu sebisanya."

"Aku mengerti."

Setelah Juliet meninggalkannya, Jospehine berjalan ke arah meja, mengambil bubur dan memakannya.

Setelah itu, ia kembali menonton acara komedi kesukaanya.

Hari-hari dikurung di rumah ini sangat sulit dilewati, ia bahkan tak tahu bisa bertahan sampai berapa lama.

Josephine berdiam diri di kamar seharian. Sore hari setelah tidur siang ia lagi-lagi menyalakan televisi. Baru menonton separuh acara, pintu tiba-tiba dibuka.

Shella masuk dan langsung melihat Josephine yang sedang tertawa terbahak-bahak. Ia pun menyindirnya, "Kukira kau begitu mengkhawatirkan adikmu, tapi ternyata kekhawatiranmu tidak sebesar yang kubayangkan. Tadi pagi kau menangis berurai air mata, tapi sekarang kau bahagia seperti tidak terjadi apa-apa."

Josephine meliriknya, lalu kembali memusatkan perhatian pada acara televisi itu.

Shella mendekatinya, "Aku datang untuk memberitahukan kabar baik, adikmu itu telah sadar."

Mendengar hal itu, Josephine akhirnya mengalihkan pandangan pada Shella, lalu segera bertanya, "Kau bilang apa?"

"Kubilang, dokter sudah mengobati adikmu, kondisinya membaik," ulang Shella.

"Benarkah?"

"Tentu saja, untuk apa aku membohongimu?"

Josephine diam-diam menarik napas lega. Benar juga, ia sekarang belum memberikan identitasnya pada Shella, dengan kata lain Justin masih memiliki nilai bagi ibu dan anak itu, bagaimana mungkin mereka akan membiarkan Justin mati dengan begitu mudahnya.

Ia tahu jelas kalau ibu dan anak itu memanfaatkan Justin untuk mengancamnya, tapi melihat kondisi Justin yang kurus dan ringkih itu, ia merasa sangat iba.

Shella melihat sekeliling, lalu berkata seenaknya, "Lupakan saja, sepertinya kau juga tak ingin melihatku. Aku pergi dulu."

"Tolong tutup pintunya," kata Josephine tanpa ekspresi.

Shella menggigit bibirnya, ia berbalik dan duduk di sisi Josephine dengan sedikit tak ikhlas, "Aku bertanya padamu, apa Claudius memiliki rasa suka sedikit saja padamu?"

Ia selalu penasaran dengan hal ini sejak lama. Saat melihat Claudius mencium Josephine di bandara waktu itu, ia merasa Claudius pasti memiliki rasa kepada Josephine. Tapi kalau dipikir-pikir, tetap saja agak mustahil. Wanita dengan status dan pembawaan kampungan seperti Josephine ini, biasanya tak disukai lelaki.

Jangankan Claudius, seorang pria luar biasa, bahkan Vincent pun mencampakkan dirinya yang adalah seorang putri keluarga kaya.

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu