Istri ke-7 - Bab 127 Punya Kehendak Masing-Masing (4)

Kalau bukan karena dia, ia bisa menjadi pengantin baru yang berbahagia!

Memikirkan hal ini, memikirkan kejadian jatuh ke danau tadi, Josephine terbakar emosi.

Namun Shella tidak mengganggap kemarahan Josephine itu, ia juga tak pernah peduli dengan emosi Josephine, melainkan malah semakin menumpahkan amarahnya, "Harga diri? Josephine, kau masih mau harga diri? Saat kau memperhatikan Claudius dengan penuh perasaan di hadapan semua orang, apa kau tidak merasa malu? Saat kau sengaja memeluk Claudius erat-erat di dalam air apa kau tidak merasa malu? Menurutku kau sengaja ingin menggodanya, ya kan? Kau ingin berebut pria denganku? Kau pikir dengan bersembunyi di belakang Vincent aku tidak bisa melakukan sesuatu padamu, ya kan?"

Shella mendekat selangkah demi selangkah, Josephine terdesak mundur sampai tubuhnya menabrak sandaran sofa.

"Kenapa? Hatimu melemah? Tak bisa galak lagi?" Shella makin marah ketika melihat Josephine terdiam.

Josephine menarik napas lalu menatapnya, "Waktuku bersama Claudius lebih lama darimu, dia adalah ayah dari anakku, apakah aku tidak boleh memikirkannya? Memang kenapa kalau aku merindukannya? Bukankah kau yang menyebabkan semua ini? Dengan menamparku sekali lagi apakah kau bisa mengambil seluruh isi hatiku? Kalau kau bisa, aku akan berterima kasih padamu. Sudah kubilang aku tak akan menginginkannya. Aku akan menikah dengan Vincent. Kalau kau masih bertindak sembarangan seperti ini, kita sudahi saja permainan ini, bisa?"

Tidak tahu dari mana asal kekuatannya, Josephine mendorong Shella sampai jatuh ke lantai, ia memelototi Shella sambil berteriak marah, "Kita bisa sudahi permainan ini! Kau kira hidupku sekarang mudah? Kau kira mengenakan pakaian terbuka dan memakai riasan tebal seperti ini nyaman? Kuberitahu kau, Shella, aku sudah muak! Aku tidak mau bersandiwara lagi! Lakukan saja apa yang kau suka!"

Shella marah dan panik dicaci seperti itu, beraninya Josephine mengakui kalau ia merindukan Claudius? Kini ia juga berani mengatakan tak ingin bersandiwara lagi? Bagaimana ini?

"Kau gila?!" Shella merangkak dan berdiri.

"Tidak salah, aku memang sudah gila. Aku tidak mau apa-apa lagi. Aku tidak mau hidup lagi! Aku bisa menemanimu mati, ya kan?" teriak Josephine main keras.

Pintu tiba-tiba dibuka. Vincent segera menyerbu masuk dan memeluk Josephine yang murka dalam dekapannya. Ia mengelus rambutnya dan menenangkannya, "Sudah, sudah, jangan berteriak lagi, kita bicarakan baik-baik...ya?"

"Apalagi yang kukatakan? Aku tidak ingin bicara lagi!" Josephine memukul-mukul pundak Vincent.

Vincent menoleh ke arah Shella yang panik, "Kau tidak keluar juga?" semprotnya.

Shella tak berani mengganggu Josephine lagi. Ia berbalik dan keluar dari kamar.

Setelah Shella pergi, Vincent berusaha menenangkan Josephine. Sangat tak mudah untuk membuatnya kembali stabil. Vincent mendengar semua kata-kata yang dilontarkannya pada Shella tadi, hatinya kecewa namun tak bisa berbuat apa-apa.

Vincent berbisik di telinga Josephine, "Josephine, anggaplah kau tenang demi aku. Aku berjanji padamu, ini adalah terakhir kalinya kau bersandiwara sebagai dia. Setelah kembali ke Jakarta dan menikah, kita berpisah. Demi aku, jaga dirimu baik-baik, ya?"

Josephine memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.

Setelah itu, semuanya kembali ke awal. Kalau ia bisa melakukan semuanya dengan alami dan kembali bersama keluarga Bai, hari-hari ini tidak akan terlewati dengan sepahit ini.

***

Shella duduk di lantai lorong lantai dua, menenangkan emosinya yang bergejolak. Ia tahu saat ini tidak seharusnya ia bertengkar dengan Josephine, tapi ia marah besar saat melihatnya mendekap erat Claudius di dalam air tadi, membuatnya tak bisa mengontrol sikapnya.

Tidak seharusnya ia membuat perhitungan dengan Josephine saat ini, tidak seharusnya...

Telapak tangannya sedikit sakit. Ia perlahan membuka telapak tangannya. Ia baru sadar kalau tangannya menggenggam bungkus suplemen itu sejak tadi.

Shella mendesah, lalu berdiri dan berjalan menuju kamar.

Claudius kebetulan baru keluar dari kamar mandi ketika Shella masuk. Ia mengeringkan rambutnya sambil menatap Shella, "Kau juga kembali? Tidak melanjutkan wisatamu dengan Chelsea dan yang lain?"

"Aku sudah melihat bunga teratai dan makan kuliner khas tempat ini, yang paling penting..." Shella mendekatinya, memperhatikannya, "Kau baik-baik saja, kan? Masuk angin, tidak?"

"Aku tidak mungkin masuk angin di cuaca sepanas ini," kata Claudius.

"Belum tentu. Dokter Huang berkata kau tidak boleh kedinginan, kalau tidak nanti mudah terserang flu," Shella berjalan ke arah meja, "Aku khawatir kau terserang flu, jadi aku membawakanmu suplemen, kudengar ini sangat manjur."

Ia melarutkan suplemen itu dalam air panas, lalu memberikannya padnaya dengan suara lembut, "Efeknya bagus selagi panas, cepat minumlah."

Claudius melihat obat di tangannya itu, bibirnya tersungging sedikit, "Terima kasih."

Setelah berkata begitu, Claudius meminumnya.

"Terima kasih apa? Aku ini istrimu, sudah kewajibanku untuk menjagamu," Shella tersenyum padanya, "Tadi kau belum makan kue bunga teratai, aku akan mengambilkannya untukmu di bawah."

"Baik, terima kasih," kata Claudius.

Setelah Shella pergi, Claudius berjalan ke arah telepon di meja kasur dan menghubungi nomor layanan pelanggan. Dengan cepat, seorang pelayan wanita datang.

Ia memberikan larutan suplemen yang masih panas itu pada pelayan, "Tolong antarkan ke Nona Bai di kamar 206."

"Baik," Pelayan itu menerimanya lalu pergi.

Saat pelayan mengantarkan suplemen, Josephine sudah tenang. Ia sedang duduk di depan meja rias dengan Vincent membantunya mengeringkan rambut.

"Ada apa?" Vincent memperhatikan pelayan yang berdiri di depan pintu, lalu mematikan pengering rambut.

"Selamat siang, saya datang mengantarkan obat," Pelayan masuk sambil membawa gelas itu, lalu berdiri di hadapan mereka, "Maaf, apa Anda Nona Bai?" tanyanya dengan pandangan terarah ke Josephine.

"Benar," Josephine mengamati sekilas gelas di tangan pelayan itu. Karena keduanya barusan meminum obat yang sama, si pelayan dapat mencium aromanya.

"Ini obat flu yang diminta Tuan kamar 201 untuk diantarkan kemari, katanya efek obat ini sangat manjur," ujar Pelayan.

Begitu mendengar 'Tuan kamar 201', ekspresi Vincent seketika mengeras, "Tidak perlu, tolong antarkan obat ini kembali, Nona Bai sudah meminumnya barusan," katanya dingin.

Pelayan itu sedikit terkejut, ia mengarahkan pandagannya ke Josephine lalu mengangguk, "Baiklah, saya akan mengantarnya kembali."

Pelayan itu baru saja berbalik hendak pergi, Josephine buru-buru memanggilnya, "Sebentar."

Ia bangkit dari kursi, lalu berjalan ke arah pelayan itu dan mengambil gelasnya, "Aku terima obat ini, kau pergilah mengurus yang lain."

"Baik, kalau tidak ada hal lain saya pergi dulu," Pelayan itu mengangguk pada mereka lalu pergi.

Setelah si pelayan pergi, Josephine membawa gelas itu ke kamar mandi lalu membuang isinya.

Novel Terkait

Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu