Istri ke-7 - Bab 274 Pindah Rumah (3)

Didalam kantor, Fanny berjijit dan ingin mencium bibir Henry Qiao, tapi Henry Qiao malah menghentikan bibirnya, lalu tersenyum: "Sebelum menikah Nona Fanny sangat liar, apakah setelah menikah masih sama liarnya? Apakah kamu tidak merasa bersalah kepada suamimu yang alim dan menjabat sebagai pegawai negeri itu "

Raut wajah Fanny sedikit berubah, dia tidak menyangka baru keluar dari penjara Henry Qiao sudah mengetahui semua hal mengenai dirinya.

Setelah raut wajahnya berubah beberapa saat, Fanny memaksakan tersenyum: "Apakah Tuan Muda Qiao sedang cemburu? Sebenarnya aku tidak memiliki perasaan terhadapnya, aku hanya asal mencari seseorang untuk di nikahi karena sudah di desak oleh keluargaku. Jika Tuan Muda Qiao merasa keberatan, aku bisa menceraikannya kapan saja. "

"Benarkah?"

"Tentu saja benar." Fanny menganggukkan kepalanya.

"Bagus kalau benar." Henry Qiao mengangkat jarinya dan menunjuk CCTV yang berada di belakang meja kerjanya: "Sudah melihatnya kan?"

Fanny melihat ke arah jari Henry yang sedang menunjuk ke belakang meja kerjanya, raut wajahnya berubah lagi, Henry Qiao kembali berkata: "Menurutmu jika aku memperlihatkan aksimu yang hebat itu kepada suamimu, apa yang akan dilakukan suamimu? Pria sebaik apapun seharusnya tidak akan dapat menerima jika istrinya berbuat seperti ini? Apalagi sepengetahuanku ayah mertuamu tidak sebaik suamimu, tidak tahu apakah dia akan......."

Henry tersenyum jahat, dan tidak melanjutkan perkatannya.

"Apa yang ingin kamu lakukan?" wajah Fanny sudah mulai memucat.

Ayah mertuanya adalah orang yang memiliki latar belakang yang hebat, dan juga latar belakangnya sedikit berhubungan dengan mafia, tentu saja dia merasa takut.

"Membalasmu." Henry Qiao mencondongkan badannya lalu meniupi wajah Fanny.

"Kamu.... Henry Qiao, kenapa kamu berbuat seperti ini? Kenapa kamu mau membalasku, dulu kamu yang meninggalkanku, aku......."

Henry Qiao memotong perkatannya: "Lebih baik kamu katakan dulu kepadaku, jika cukup jujur aku bisa mempertimbangkan untuk melepaskanmu."

"Aku tidak melakukan apa-apa terhadapnya."

"Kelihatannya kamu tidak jujur." Henry Qiao mengitari meja kerjanya lalu mulai mengutak atik komputernya.

Fanny menggigiti bibirnya dengan panik, dia takut Henry Qiao akan benar-benar menyebarkan video itu, jadi dia hanya bisa memberikan penjelasan yang jujur: "Baiklah, dulu aku melakukannya karena aku terlalu mencintaimu, dan ingin kembali ke sisimu, jadi aku berpura-pura hamil di depan Susi. Tapi aku tidak menyangka dia akan sekejam itu, dan memasukkanmu ke dalam penjara karena marah, dia benar-benar sangat jahanam....."

"Kamu berpura-pura hamil di depannya?" raut wajah Henry Qiao langsung berubah menjadi marah.

"Aku.... aku hanya...."

"

"Jadi, aku masuk penjara, kehilangan anak kandungku semuanya dikarenakan perbuatanmu?" Henry Qiao berkata sambil menggeretakkan gigi.

"Maaf, aku tidak menyangka Susi adalah wanita sekejam itu"

Henry Qiao tidak mengatakan apa-apa lagi, dia mengingat kejadian saat Susi marah dan mengatakan Fanny barulah keluarganya, dengan tempramen Susi, saat itu Susi pasti sangat murka.

Melihatnya diam, Fanny semakin merasa khawatir.

Henry Qiao mengutak atik komputernya sebentar lalu meminum beberapa teguk kopinya, kemudian dia mengangkat kepalanya dan melihat Fanny: "Kamu sengaja melakukannya karena kamu tahu betul dengan tempramen Susi, benarkan? Tujuanmu adalah menipunya agar dia menggugurkan kandungannya, dan untuk membalas dendam kepadaku."

"Bukan...." HP Fanny tiba-tiba berdering, dia menunduk dan mengeluarkan HP dari tasnya, saat melihat siapa yang meneleponnya, dia langsung merasa bersalah, kemudian menekan tombol jawab.

Yang meneleponnya adalah suaminya, dan menyuruhnya segera pulang dengan nada suara yang terdengar tidak senang.

"Ada apa?" Fanny bertanya dengan berpura-pura bodoh.

"Menurutmu masalah apa? Apakah aku perlu mengirimkan video itu kepadamu?" suaminya yang alim itu benar-benar sangat marah.

Fanny terdiam, setelah menutup teleponnya dia melihat Henry Qiao, tatapan matanya yang sedikit ketakutan berubah menjadi penuh amarah.

Setelah beberapa saat, dia baru berkata dengan marah: "Henry Qiao kamu sangat keji! Kamu tidak menepati janjimu!"

Henry Qiao memaksakan tertawa : "Jika aku tidak keji aku tidak akan dimasukkan kedalam penjara, apakah kamu baru sehari mengenalku?"

"Kamu......!" Fanny marah.

"Apakah Nona Fanny masih memiliki urusan lain? Jika tidak silahkan pulang." Henry Qiao berkata dengan tidak sungkan.

Raut wajah Fanny terlihat sangat tidak enak dilihat, saat ini dia juga tidak bisa tidak pergi, oleh karena itu dia hanya bisa berjalan menuju pintu dengan marah.

Saat telapak tangannya mengenggam gagang intu, Henry Qiao yang berada di belakangnya berkata: "Jika Nona Fanny tidak ingin pergi dengan sangat menyedihkan, maka keluarlah setelah kamu menghilangkan kemarahan di wajahmu, agar kamu tidak ditertawakan orang. "

Fanny Qiao menggeram lalu memejamkan kedua matanya dan menarik nafas dalam.

Dia memang adalah wanita yang sangat mementingkan reputasinya, setelah dia membenarkan ekspersi wajahnya, dia membuka pintu kantor lalu berjalan keluar.

Setelah Fanny masuk ke kantor Henry Qiao, Melisa terus memperhatikan pintu yang tertutup rapat itu, pintu itu akhirnya terbuka, Fanny keluar dengan senyuman yang indah, dan dengan ekspresi wajah yang sangat puas.

Melisa langsung diselimuti dengan perasan kecewa, sejak awal dia sudah mendengar Henry Qiao adalah pria yang playboy dan tidak bisa di andalkan, tak disangka dia se-playboy ini, baru keluar dari penjara sudah memiliki hubungan gelap dengan seorang artis yang sudah tidak laku.

Mellisa menarik nafas dalam, dan mengendalikan perasaan tidak nyaman di dalam hatinya.

-----

Hari ini saat Susi sedang pindah rumah, juga tidak tahu darimana Freddy bisa tahu, pagi-pagi sekali dia sudah datang kemari, dan terus menganggunya dan tidak mengizinkannya pindah, tidak mengizinkannya meninggalkan kota C.

Susi merasa sangat kesal di ganggu olehnya, lalu melihatnya dengan tidak senang: "Sebenarnya kamu mau membantuku membawa koper ini kebawah atau tidak? Jika tidak mau berdiri di samping sana, jangan menggangguku pindah rumah."

Freddy menarik koper itu dengan tidak senang, sebelah tangannya menarik Ethan, dia berjalan menuju lift sambil berkata

"Cih, kota yang sangat sangat indah? Dia sedang membohongimu."

"Ibu tidak akan membohongiku."

Saat masuk kedalam lift, Freddy melihat Ethan, lalu menjulurkan tangannya dan menarik masker Ethan: "Untuk apa memakai masker, lepaskan."

"Tidak boleh, ibu bilang tidak boleh masker ini tidak boleh dilepaskan, jika tidak aku akan terkena virus penyakit."

"Dari mana virus sebanyak itu."

Lift berhenti di tempat parkir di basement, Freddy membawa Ethan ke mobil Susi, setelah menunggu beberapa menit, Susi turun dengan menarik sebuah koper besar.

"Sudah selesai? Freddy bertanya dengan tidak senang."

"Sudah." Susi menggendong Ethan ke kursi di baris belakang lalu memakaikan sabuk pengaman kepadanya, lalu pergi ke kabin belakang mobil untuk membereskan koper.

Melihatnya sudah membulatkan tekadnya, Freddy menganggukan kepala: "Baiklah kalau begitu, kamu tunggu aku, aku pulang sebentar untuk membereskan koper dan akan segera sampai disini."

Susi sama sekali tidak memasukkan perkataannya kedalam hati, dan tidak menghiraukannya, dia terus merapikan kabin belakang mobilnya.

Mereka berdua juga tidak memperhatikan sisi tempat parkir yang satunya lagi, mobil Henry Qiao sedang berjalan masuk dengan perlahan.

Novel Terkait

Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu