Istri ke-7 - Bab 55 Kebiasaan Buruk

Melihat wajah tampannya yang telah terlelap, Josephine diam-diam mendekat, ia memberanikan diri mengagumi wajah pria itu.

Sebelum bertemu dengannya, ia merasa bahwa Vincent sudah merupakan yang paling tampan di antara semua pria, tak disangka di atas langit masih ada langit. Tak heran pria itu khawatir Josephine akan terus menempel padanya setelah melihat wajah aslinya. Pria setampan ini, para wanita tak mungkin rela melepasnya.

Josephine mengelus lembut wajah pria itu, ia berbisik pelan, "Tenang, aku tidak akan menempel padamu seumur hidup."

Sejak kecil Josephine bermimpi untuk menikahi cinta sejatinya saat ia sudah besar, ia mendambakan pria yang mencintainya dengan tulus, ia juga ingin mempunyai anak dengannya, dan hidup bahagia selama-lamanya.

Namun pria di depan matanya ini, meskipun ia sangat tampan, juga kaya raya, tetapi ia bukanlah pria yang dicintainya, juga bukan pria yang mencintainya.

Betapa lelahnya…

Ia menguap kemudian menarik selimut dan menyelimuti tubuh mereka berdua, dan langsung tertidur lelap.

Ia bersumpah dirinya sebenarnya ingin kembali ke kamarnya, ia juga tahu pria itu tak suka tidur bersamanya, tetapi… Ia benar-benar sudah dibuatnya kelelahan hingga seluruh badannya sakit, ia tak sudah bisa bergerak sedikitpun.

*****

Keesokan harinya ketika terbangun, sekujur tubuh Josephine masih terasa sedikit sakit, namun sudah lebih baik dari kemarin malam.

Ia menghirup aroma harum yang familiar, itu adalah aroma khas tubuh Claudius. Secepatnya ia membuka kedua matanya, ia baru menyadari ternyata dirinya telah tertidur di ranjang Claudius.

Betul juga, kemarin ia memang bermalam di kamar Claudius, dan ini baru pertama kalinya ia tidur di sana.

Ia membalikkan tubuhnya, sisi lain ranjang itu telah kosong, Claudius setiap hari selalu bangun sangat pagi, bahkan tak terkecuali setelah ia mabuk.

Saat ia duduk, ia baru menyadari kain sutra di dadanya telah melorot, ia terkejut menyadari dirinya saat itu telanjang bulat, mengingat bahwa kemarin malam ia tidur di satu selimut dengan Claudius yang juga telanjang, ia malu hingga mukanya merah padam.

Seperti biasa, terletak segelas air dan sebutir obat di atas meja di tepi kasur, melihat kapsul putih kecil itu, hati Josephine sedikit khawatir, namun ia tetap dengan menurut meminumnya.

Begitu pandangannya menyapu jam di atas permukaan meja, ia sangat kaget, ia dengan terburu-buru mengambil pakaian di lantai dan memakainya, kemudian secepat kilat kembali ke kamarnya.

Meskipun ia sudah sikat gigi dan berganti pakaian dengan kecepatan penuh, namun saat tiba di ruang makan, ia tetap saja sudah terlambat. Semua orang sudah tiba, hanya tempat duduknya yang masih kosong.

"Selamat pagi, Nek, maaf… Aku terlambat," kata Josephine, ia menundukkan kepala karena merasa bersalah.

"Sudah kubilang berapa kali, jangan membawa kebiasaan burukmu di rumah ke sini," kata nenek tak senang.

"Maafkan aku, selanjutnya aku akan bangun lebih pagi."

"Kakak ipar, ayo cepat duduk makan," ujar Sally sambil tersenyum tipis.

Josephine dengan buru-buru membalas senyumannya, kemudian berjalan ke tempat duduk di sebelah Claudius. Saat ia duduk, ia diam-diam menggerutu, "Kalau sudah bangun, kenapa tidak membangunkanku."

Entah ia mendengarnya atau tidak, tanpa respon apapun ia tetap melanjutkan menyantap sarapannya.

Joshua yang duduk di depannya tiba-tiba berseru dengan wajah terkejut, "Astaga, kakak ipar, apakah bekas gigitan di lehermu itu perbuatan kakakku? Pasti sakit ya?"

"Bekas gigitan?" Josephine meraba lehernya, jarinya kebetulan menyentuh sebuah luka kecil, saking sakitnya ia menghirup nafas dalam.

Astaga, benar-benar merupakan bekas gigitan.