Istri ke-7 - Bab 102 Kambuh (2)

Dengan pembawaan Claudius yang menakjubkan, Josephine seketika melupakan dendamnya, lupa masa lalu dan masa depan, hanya sepenuh hati menikmati makanan malam ini.

Terakhir, ia bahkan menatap Claudius dengan wajah penasaran dan bertanya, "Apakah sudah terasa? Sebenarnya bagaimana rasa hot pot ini?"

Claudius yang sedang mengelap bibirnya berhenti sedikit. "Lebih enak dari perkiraanku." Ia memiringkan badan pada Josephine dan mengamatinya. "Bagaimana ini? Sepertinya aku ketagihan, ke depannya bagaimana kalau kita datang setiap hari?"

"Menurutmu?" Kata Josephine kehabisan kata-kata.

"Menurutku nenek akan menghajarmu."

Mendadak bulu kuduk Josephine berdiri, ia juga merasa begitu, kalau hanya dihajar masih tak apa, pokoknya jangan usir dia dari rumah saja!

Setelah mereka membayar dan keluar dari restoran hot pot, Josephine tiba-tiba melihat museum budaya di sebelahnya, di pintunya tergantung sebuah poster pameran lukisan yang mengatakan bahwa ada lukisan baru yang sedang dipamerkan.

Ia mendongak dan menatap Claudius, kebetulan sorot matanya juga sedang mengarah padanya.

Claudius berkata, "Yuk, kita masuk lihat-lihat."

Josephine dengan terkejut memandangnya lagi, apa katanya? Ia mau menemaninya melihat pameran lukisan?

Bagaikan menyadari kekagetannya, Claudius menambahkan, "Kebetulan aku agak kekenyangan, anggap saja untuk melancarkan pencernaan."

Meskipun terdengar seperti mementingkan diri sendiri, namun Josephine masih mengangguk dengan sangat berterima kasih, lalu berjalan dengannya ke arah pintu masuk.

Sebenarnya ia bisa datang besok, tetapi barusan makannya terlalu kenyang, kalau langsung naik mobil pasti sangat tidak nyaman, dan pameran ini tepat di depan mata, pergi melihat-lihat benar-benar pilihan yang tepat.

Lukisan di pameran itu memang sudah diganti, Claudius tak begitu tertarik pada lukisan, ia hanya melihat sekilas. Sebaliknya, Josephine melihat dengan sangat bersungguh-sungguh, saat Claudius sudah selesai melihat semuanya dan keluar, ia masih di bagian paling depan.

"Seorang pria paruh baya yang pendek dan bungkuk, yang seperti sebuah bola football ini, apakan benaran sangat menarik perhatianmu?" Tanya Claudius dingin, melihatnya menatap lukisan seorang pria dengan sungguh-sungguh membuatnya sangat tak senang, lalu ia mengikutinya melihat lukisan itu, dilihat berapa lama pun gambar itu tidak ada bagian yang menarik sama sekali.

"Kau paham apa, pelukis wanita bernama Ruisi paling suka melukis suaminya, sejak masih muda hingga sekarang, lihatlah," kata Josephine lalu maju beberapa langkah, menunjuk lukisan pertama, "Lihat, ini adalah lukisan saat mereka baru menikah, sampai sekarang sudah 20 tahun."

Benar, pria dalam lukisan itu dan pria paruh baya tadi adalah orang yang sama, di sini ia jauh lebih muda dari tadi, tidak ada kepala yang botak, juga tidak ada perut yang seperti babi.

Josephine menjelaskan dengan sabar, "Ia sangat mencintai suaminya, lihatlah garis itu, warna itu, setiap goresannya dipenuhi cinta, dan juga..."

"Dan juga tampan kan," kata Claudius.

Josephine seketika terhenti, ia memandangnya sekilas, ternyata memang walaupun mereka dekat namun terasa jauh, bahkan hal yang diperhatikan pun sama sekali tak sama!

"Kenapa? Aku salah bicara?" Tanya Claudius dengan wajah tak berdosa.

Josephine meliriknya, dengan suasana hati yang buruk berkata, "Kamu tampan, tetapi masalahnya bisakah kau bersabar dan duduk berjam-jam agar orang bisa melukismu?"

"Coba saja maka kau akan tahu," kata Claudius.

Normalnya Claudius tak mungkin melakukannya, tapi… Mendengarnya barusan menggambarkan pasangan suami istri itu dengan begitu romantis, begitu agung, kalau ia yang melukis, Claudius mau mencobanya.

"Benarkah?" Josephine tak akan percaya ia punya kesabaran seperti itu.

"Tentu, tetapi aku takut begitu lukisanku digantung di sini, pengunjung ruang pameran ini membeludak.

"Tenang saja, istrimu ini tidak punya nama sebesar Ruisi, lukisanku tak akan masuk ke pameran, kalau benar-benar bisa masuk ke pameran, kurasa akan sangat mungkin banjir pengunjung."

Claudius memang pria yang sangat misterius, seluruh kota penasaran padanya, kalau memasang lukisannya di sini, pasti akan mengundang sangat banyak penggemar.

Dan lagi kalau… Melelang lukisannya pasti akan mendapat sangat banyak uang.

Hah… Apa yang sedang ia pikirkan?  Bagaimana bisa ia memikirkan hal yang sangat tak mungkin terjadi itu, kalau benar-benar menjual lukisannya, mungkin Claudius akan mencubitnya sampai mati.

"Sudah selesai lihat-lihat belum? Di dalam ada yang lebih bagus lagi," kata Claudius mengingatkan dengan agak tidak senang.

Josephine tersadar, lalu mengangguk dan mengikutinya berjalan masuk.

Josephine melihat-lihat sampai sangat terpesona, saat akhirnya ia selesai melihat-lihat setelah sekian lama, ia melihat Claudius yang mati kebosanan duduk di sofa di ruang istirahat.

Josephine terhenti, dengan agak sungkan ia berkata, "Ayo, kita pulang."

"Sudah selesai?" Kata Claudius sambil berdiri, ia mengangkat tangan melihat jam tangannya.

"Sudah," kata Josephine sambil mengangguk, kalau tidak pulang-pulang petugas akan mengunci mereka di dalam.

Membuatnya menunggu selama ini benar-benar memalukan, juga mengejutkan, karena tak pernah terpikir ia punya kesabaran untuk menunggu seperti ini.

******

Saat mereka berdua pulang, kebetulan nenek berdiri dari sofa dan akan menuju kamar tidur. Melihat mereka masuk, ia bertanya, "Makan apa di luar hingga kalian semalam ini baru pulang?"

Josephine bertatapan mata dengan Claudius, tidak menjawab apapun. Ia tentu tidak bisa memberi tahu nenek, mereka berdua pergi makan hot pot.

Claudius juga tidak mau berkata jujur, ia asal menjawab, "Cuma asal makan selewatnya."

"Bagaimana bisa kamu asal makan?" Kata nenek mengomelinya, "Aku sudah bilang berapa kali, kamu ini beda dengan orang lain, tidak boleh sembarangan makan makanan di luar, kalaupun mau makan di luar kau harus makan di restoran besar yang bagus."

"Nenek, aku tahu," kata Claudius, ia dari awal sudah kebal mendengar kata-kata ini. "Nenek, kau cepat kembali ke kamar dan istirahatlah, kami juga mau naik dan tidur."

"Baik, jangan lupa minum obat," kata nenek yang masih tak lupa mengingatkannya sebelum tidur.

Dua orang itu naik bersama lalu kembali ke kamar masing-masing.

Setelah Josephine mandi dan bersiap tidur tiba-tiba pintu diketuk, ia menjawab, lalu Vina masuk membawa obat.

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu