Istri ke-7 - Bab 247 Berpisah (2)

"Bukakan dulu pintunya!" Seru Susi panik sambil menggedor pintu.

"Maaf, Nyonya Muda, Tuan Muda bilang ia akan mematahkan kaki siapapun yang berani membukakan pintu," katanya memelas.

"Kalau begitu bantu aku beli sesuatu," katanya dengan penuh harapan setelah berpikir untuk sesaat.

Pekerja itu malah menggeleng lagi, "Maaf, Tuan Muda tidak membolehkan kami membantu Nyonya Muda melakukan apapun, terurama membeli obat-obatan."

"Apa katanya?" Tanya Susi geram.

Demi menghindari amukan Susi, ia mengganti pembicaraan, "Nyonya Muda, aku turun menyiapkan makanan dulu."

Mendengar langkah kaki yang perlahan menjauh, Susi berteriak marah, "Bella, kembali! Buka pintunya! Awas saja, akan kuhancurkan pintunya...!"

Demi menunjukkan keseriusannya, ia bahkan menendang pintunya beberapa kali, sayangnya suara "Brak brak" itu tidak bisa memanggil Bella kembali, malah membuat kakinya kesakitan.

Ia tahu Henry menggunakan cara yang tidak biasa dalam menyelesaikan urusan, namun ia tak menduga Henry bahkan menggunakan cara sebusuk ini demi membuatnya hamil, benar-benar kejam!

-----

Selama 2 hari berturut-turut, Josephine tidak bisa menghubungi ponsel Susi, hatinya terasa sesak, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Susi?

Jelas-jelas ia sudah janji akan menemuinya dalam 2 hari, sampai sekarang 2 hari telah berlalu, malah tidak terlihat batang hidungnya, Susi bukanlah orang sepikun ini, sebenarnya ada apa?

Setelah 2 hari tidak melihat Henry, Josephine akhirnya bertemu dengannya, dan yang pertama diucapkannya saat bertemu Henry adalah menanyakan di mana Susi.

Mendengarnya, Henry berhenti dan menatapnya lalu bertanya, "Mengapa kau mencarinya?"

Josephine dikagetkan dengan sorot matanya yang tidak senang, lalu ia menjawab, "Aku mencarinya... untuk mengobrol."

"Ia sedang aku kurung."

"Apa?"

"Teknik seperti ini bisa dipelajari dari Claudius," ujarnya sambil tersenyum, senyuman itu nampak begitu jahat.

"Kenapa?"

"Karena ia selalu memohon padaku, menyuruhku mengabulkan hubunganmu dan Claudius, aku tidak ingin mendengar suara itu lagi."

"Apa? Karena itu kau mengurungnya?" Kata Josephine panik, "Tuan Qiao, bisakah kau tidak begitu kepadanya, akulah yang minta ia membantuku membujukmu."

"Pukulan adalah kasih sayang, kurungan adalah cinta, apa kau tidak tahu?" Timpal Henry sambil tertawa lagi, ini adalah kata-kata Claudius.

"Tetapi kau juga bukannya tidak tahu watak Susi, ia bisa-bisa meruntuhkan rumahmu."

"Tenang saja, rumahku sangat kokoh," ucapnya sambil menatap Josephine, "Dan lagi, tunggu sampai kau meninggalkan tempat ini, otomatis aku akan melepaskannya."

"Kau..." Gertak Josephine, ia menatapnya beberapa saat lalu menghirup napas, ia melembutkan nada bicaranya dan berkata, "Tuan Qiao, aku mau mengingatkanmu, Susi berbeda denganku, wataknya sangat keras, kalau kau terus menyentuhnya dengan paksa begini, selamanya kau tidak akan bisa mengubah keadaan."

"Sekuat apapun wanita juga tidak lebih dari singa yang tidak memiliki cakar, aku tidak percaya aku tak bisa mengatasinya," kata Henry tersenyum dengan tidak setuju, kemudian ia berbalik dan berjalan ke arah kamar Claudius.

Melihat sosok punggungnya, Josephine hanya bisa menghirup napas pasrah dan mengikutinya.

Ia tak menyangka dirinya ternyata merugikan Susi, begitu memikirkan pemandangan Susi yang terkurung di rumahnya itu, ia pun menjadi khawatir.

-----

Malamnya saat Josephine menuju ke rumah keluarga Qiao, dari jauh ia bisa mendengar suara tawa Jesslyn dari dalam rumah, ia pun mempercepat langkahnya menuju ke pintu gerbang.

Ternyata Marco sedang menemani Jesslyn meniup gelembung di pekarangan, dua orang dan seekor anjing itu bermain dengan sangat gembira di halaman, bahkan mereka tidak menyadari kalau seseorang masuk.

Melihat ayah dan anak yang sangat gembira itu, Josephine menghentikan langkah, ia agak tidak tega mengganggu mereka.

Setelah berdiri di sisi pintu sekitar 5 menit lamanya, Jesslyn akhirnya menyadari kehadirannya.

"Ibu kembali!" Seru Jesslyn sambil berlari secepat kilat ke arahnya, dan di belakangnya, anjingnya mengikuti.

Josephine menunduk menyambutnya, lalu mengangkatnya dari atas tanah, "Sayangku hari ini di rumah pintar tidak?"

"Sangat pintar, tidak hanya membaca buku, aku juga menggambar, kalau tidak percaya tanyalah pada ayah."

"Hem, ibu percaya padamu," kata Josephine sambil tertawa memujinya, "Jesslyn sangat hebat."

"Terima kasih ibu," ujar Jesslyn dengan gembira, kemudian ia menatapnya dan berkata, "Ibu, apakah ayah belum sadar?"

"Belum."

"Kenapa lama sekali? Kapan ia bisa bangun?"

"Em... Paling tidak 1 bulan, jadi mungkin tidak secepat itu."

"Oh," gumam Jesslyn sambil mengangguk, lalu meluncur turun dari gendongannya dan berkata, "Jesslyn tidak mau digendong, ibu pasti sangat lelah."

"Anakku perhatian sekali," puji Josephine, ia menggandengnya berjalan ke sisi Marco.

Melihatnya duduk di kursi, Marco mengamati ekspresi di wajahnya lalu tersenyum dan berkata, "Ada apa? Wajahmu nampak muram, Claudius belum baikan?"

"Belum," jawab Josephine sambil mengusap pipi dan memaksakan untuk tersenyum, "Apa aku nampak muram?"

"Sudah sejelas itu, masih mau bilang tidak," kata Marco sambil menuangkan teh untuknya, lalu menyodorkannya ke hadapan Josephine, "Apakah terjadi suatu perubahan pada keadaan penyakit Claudius?"

"Bukan," katanya sambil menggeleng, ia menunduk menatap cangkir teh itu, setelah beberapa saat baru mengangkat matanya dan berkata, "Marco, aku mau mendiskusikan sesuatu denganmu."

"Apa itu?"

"Kita pergi ke Inggris bersama, tapi biarkan Jesslyn tetap tinggal, bagaimana?"

"Apa maksudmu?" Tanya Marco bingung.

Josephine menghirup napas dengan pasrah dan berkata, "Kehilangan Claudius aku sudah sangat kasian, aku tidak mau kehilangan Jesslyn lagi, itu akan terlalu menyakitkan."

Marco menganga kaget, namun tak bisa mengatakan apapun.

"Toh Jesslyn memang darah daging keluarga Chen, keluarga Chen pasti tidak akan bersedia membiarkan darah dagingnya tinggal di luar, kita melakukan ini hitung-hitung untuk menghindari masalah."

Marco terdiam beberapa saat, baru bertanya, "Apa kakakku menyuruhmu ke Inggris bersamaku?"

"Iya, apa kamu tidak tahu?"

"Kakakku tidak bilang padaku."

Henry tidak bilang? Kenapa ia tidak memberitahu Marco?

Josephine memandang ekspresi di wajah Marco sepertinya bukan dibuat-buat, namun begitu memikirkan sikap Henry, harapan kecil di hatinya pun semakin tenggelam. Henry sudah mengatakan dengan sangat jelas, kalau ia dan Marco tidak meninggalkan Jakarta, ia tak akan membiarkan Claudius sadar, dan tidak akan melepaskan Susi.

Sehari semalam ini ia sudah memikirkannya dengan sangat matang, demi membuat Claudius sadar, demi tidak melelahkan Susi, ia memutuskan untuk meninggalkan Jakarta beberapa hari ini.

"Boleh tidak? Marco."

Marco memikirkannya beberapa saat dengan panik, kemudian baru menjawab, "Jesslyn pasti akan sangat sedih bukan?"

"Pasti, kita bawa dulu dia, setelah Claudius pulih dan keluar dari rumah sakit, kita kembalikan ia ke keluarga Chen," kata Josephine, dalam hati ia sedikit kecewa, ia kira Marco akan mengabulkan keinginannya bersama dengan Claudius dengan besar hati seperti beberapa hari yang lalu, tapi ia tidak begitu.

Harapannya satu-satunya, akhirnya juga hancur.

Marco pun asal menjawabnya dengan pendek, "Yah nanti kita bicarakan lagi."

-----

Novel Terkait

My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu