Istri ke-7 - Bab 128 Meledak (3)

Vincent memanggul Josephine kembali ke kamar dan menurunkannya di kasur juga.

Namun Josephine meronta dan berusaha bangun menuju kamar mandi, "Aku ingin mandi dulu."

"Josephine, jangan buru-buru, biar kubantu kau mengisi airnya terlebih dahulu," Saat Vincent mengikutinya, Josephine sudah menutup pintu kamar mandi.

Dia hanya bisa berteriak di depan pintu, "Josephine, kau mabuk, jangan sampai terpeleset."

"Aku tahu," jawab Josephine.

Hari ini adalah hari pertamanya berbagi kamar bersama Vincent. Josephine tentu merasa tegang. Perasaan ini bahkan tak bisa tertutupi oleh efek alkohol.

Ia bertopang pada pegangan kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri, efek alkoholnya perlahan menghilang.

Josephine keluar dari kamar mandi. Melihat Vincent masih tetap berdiri di depan pintu menjaganya, ia agak tak enak hati, "Kau mandilah, aku sudah selesai."

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Vincent penuh perhatian sambil menggandengnya ke arah ranjang.

"Lumayan, hanya saja masih sedikit pusing. Aku ingin tidur," Josephine menatapnya, "Kau mandilah, lalu segera istirahat. Aku tidur dulu."

Ini menunjukkan penolakannya, masa Vincent tidak mengerti?

Vincent terdiam sejenak, lalu mengelus rambut Josephine, "Berbaringlah dulu," katanya, kemudian bangkit dari kasur dan pergi ke kamar mandi.

Vincent mandi dengan cepat, namun ketika ia keluar, Josephine telah 'tertidur' dalam selimut. Ia meringkuk di pinggir kasur, posisinya mungkin akan membuatnya terjatuh ketika membalik badan.

Vincent memandanginya, ia mendesah pasrah. Vincent menarik selimut yang menutupi kepala Josephine. Entah karena mabuk atau kepanasan di dalam selimut, wajah Josephine jadi memerah, merona dan lembut, sangat menggoda.

Vincent mengangkat tangannya, dengan ujung jari menyusuri garis wajah Josephine, lalu dengan hati-hati memegang dagunya. Vincent menundukkan kepala dan mencium bibirnya.

Josephine yang sedang pura-pura tidur terkejut oleh perbuatan Vincent ini. Ia tak mengira kalau Vincent tetap menginginkannya meskipun ia telah terang-terangan memberi isyarat penolakan.

"Aku tahu kau berpura-pura," Vincent mengangkat wajah Josephine ketika dilihatnya wanita itu menggeliat masuk ke dalam selimut. Bibir merahnya mencium pipi Josephine sampai ke belakang telinganya, lalu ia berbisik, "Josephine, kita akan menikah beberapa hari lagi. Setelah menikah nanti, hal ini tak akan bisa dihindari. Masa kau mau menghindariku terus seperti ini?"

Tangan Vincent meraba tubuhnya. Setiap sentuhannya membuat Josephine terangsang. Vincent tak tahan untuk membayangkan, apa yang dilakukan Josephine saat Claudius memperlakukannya seperti ini dulu? Apakah ia akan menolak didekati dan beringsut sama seperti sekarang?

Apakah seperti itu? Tidak mungkin, kan?

Mendengar kata-kata Vincent, hati Josephine dipenuhi penolakan, namun tubuhnya tidak berani menolak. Ia tahu bahwa ini adalah hutangnya terhadap Vincent. Jauh sejak ia memilih untuk pergi bersama Vincent di loteng kecil itu, ia sudah memutuskan untuk menjadi milik Vincent.

Josephine mengumpulkan tekad, menahan air matanya. Ia sedikit demi sedikit membuka tubuhnya.

Menyadari perubahan pada diri Josephine, hati Vincent pun gembira, gerakannya menjadi semakin bersemangat.

Baju tidur Josephine dengan cepat dilepasnya. Hawa dingin menusuk kulit Josephine, tanpa terasa membuatnya gemetar.

Ia menggigit bibirnya, kedua tangannya memegangi tubuh Vincent, memeluknya erat. Meski menyadari ketidaksudian Josephine dalam hatinya, namun Vincent tidak sempat terlalu mempedulikannya. Ia melepaskan handuk mandinya dengan kecepatan yang paling cepat, lalu mencondongkan tubuh dan menindih tubuh Josephine.

Vincent menciuminya sampai ke bawah. Sampai di saat Vincent paling menginginkan Josephine itulah, terdengar suara ledakan keras. Suara itu mengagetkan mereka berdua, membuat mereka bangkit dari ranjang.

Apa yang terjadi? Tak ada hujan, tak ada angin, mengapa kaca jendela mereka bisa meledak?

Josephine segera membungkus tubuhnya dengan selimut, wajahnya memerah malu.

Vincent juga memungut kembali handuknya dan membungkus pinggangnya kembali. Ia menepuk-nepuk pundak Josephine untuk menenangkannya, "Jangan takut, biar kulihat apa yang terjadi."

Josephine mengangguk-angguk, ia membungkuk dan memungut baju tidurnya, mengenakannya satu-persatu.

Setelah berpakaian kembali, ia pergi ke sisi Vincent. Mereka bersama-sama mengamati kaca jendela mereka yang pecah. Karena tak bisa menemukan penyebabnya, Josephine pun bertanya, "Apa yang terjadi? Bagaimana kacanya bisa pecah?"

"Aku juga bingung," Vincent mendekapnya, "Cepat kembali ke kasur, hati-hati kakimu."

Josephine mengamati pecahan kaca yang memenuhi balkon. Pecahan ini sangat aneh, semua serpihannya terserak di balkon, tak ada satupun yang terlontar masuk ke kamar.

Sangat aneh.

"Akan kupanggilkan pelayan untuk membersihkannya, seharusnya tak akan lama," kata Vincent.

"Sudah semalam ini, tidak bagus kalau membuat keributan. Biar kita saja yang membereskan sekedarnya malam ini, besok baru kita panggil pelayan," kata Josephine.

"Boleh juga," Vincent berjalan menuju lemari baju dan berpakaian.

Josephine mengambil tempat sampah dari bawah meja rias. Keduanya mulai mempersihkan serpihan kaca di balkon. Saat memungut pecahan itu, jari Josephine tak sengaja tergores.

Ia menarik napas kaget dan menarik kedua tangannya.

"Kenapa? Kau terluka?" Vincent buru-buru meraih tangannya. Ia melihat jari telunjuk Josephine tergores kecil. Vincent menatapnya penuh rasa simpati, "Kau ceroboh sekali."

"Tidak apa-apa, hanya tergores saja," ujar Josephine cuek.

"Dasar bodoh, sudah kubilang kau kembali ke kasur saja," Vincent menariknya ke arah kamar mandi, lalu mencuci lukanya dengan air dingin. Kemudian ia mengoleskan obat anti infeksi ke luka Josephine.

melihat Vincent begitu sibuk mengurus dirinya, Josephine pun berkata dengan sungkan, "Hanya terluka sedikit saja, kau tidak perlu sepanik ini."

"Luka sekecil ini pun tidak boleh dihiraukan, bagaimana kalau infeksi nanti?" kata Vincent sambil menempelkan plester.

Setelah mengobati luka Josephine, ia menariknya ke ranjang, "Cepat tidur, aku saja yang membereskannya."

"Baiklah kalau begitu," Josephine beringsut ke dalam selimut Ia benar-benar lelah setelah bermain seharian. Kali ini ia tidak berpura-pura tidur lagi, melainkan benar-benar terlelap.

Setelah membersihkan pecahan kaca, Vincent kembali ke tempat tidur. Melihat wajah mungil Josephine yang tenang, dan nafasnya yang teratur, ia pun tahu kalau Josephine benar-benar terlelap. Ia diam-diam menghela napas. Ia mendongak melihat jam yang tergantung di dinding, sudah jam 1 malam.

Meski hatinya agak sesak dan tak rela, tapi Vincent tidak menggangu Josephine lagi. Ia berbaring di samping Josephine dengan hati-hati.

Awalnya ia mengira malam ini Josephine benar-benar akan menjadi miliknya dengan lancar dan pasti, tak disangka tiba-tiba terjadi peristiwa ini. Sepertinya langit pun tak mendukungnya untuk bersama Josephine!

***

Keesokan harinya, Josephine terbangun oleh suara kicauan burung yang merdu. Ia membuka mata perlahan-lahan. Suasana kamar yang asing membuatnya termangu.

Ia merasa sedang didekap oleh lengan perkasa seorang pria. Sejenak ia berilusi bahwa pria yang berbaring di sampingnya adalah Claudius, karena Claudius selalu suka memeluknya dari belakang saat tidur, juga karena tak pernah ada pria lain yang memeluknya seperti ini selain Claudius.

Namun ia dengan cepat tersadar. Ia duduk dan menoleh melihat Vincent, lalu menunduk melihat tubuhnya sendiri.

Baguslah, keduanya masih berpakaian, sepertinya kemarin malam tidak terjadi apa-apa.

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu