Istri ke-7 - Bab 146 Orang Cacat (3)

"Memang kenapa kalau ia memukulmu, kau dari awal memang merebut suami orang," ujar Henry sambil mengelus wajah Fanny yang terluka, "Sudah, yang pintar, nanti suamimu ini akan meniup lukanya untukmu."

Fanny tak bisa berkata-kata.

Josephine mendengar kata "suami" diteriakkan keluar dari mulut Fanny, ia pun marah hingga ingin menerkamnya, "Dasar wanita buruk rupa yang tak tahu malu, bisa-bisanya kau masih berani memanggil ia suamimu?"

"Sudah, cukup," ujar Claudius menarik Josephine kembali.

"Kenapa kau menahanku, wanita semacam ini pantas dibereskan!" Ujar Josephine sambil menunjuk Fanny yang dibawa pergi oleh Henry itu menoleh kembali dan melemparkan senyuman bangga kepadanya.

"Bukankah sudah kubilang, itu urusan pribadi mereka, bahkan Susi sendiri tidak mempedulikannya," kata Claudius melihat wajah Josephine merah padam, tiba-tiba merasa lucu, ini baru pertama kali baginya melihat tampang ganas Josephine.

"Apa katamu?" Kata Josephine menghentikan langkah dan menatapnya, "Susi sendiri tidak peduli? Bagaimana kau tahu ia tidak peduli? Ia tahu Henry bahkan punya anak di luar?"

Claudius mengangguk santai. "Waktu itu ada orang yang membahasnya saat pesta ulang tahun Nyonya Qiao, Susi seharusnya mendengarnya."

"Tidak mungkin, dengan kepribadian Susi yang seperti itu tidak mungkin ia membiarkan itu terjadi," kata Josephine menggeleng, ialah yang paling memahami Susi.

Claudius tiba-tiba menatapnya dan bertanya, "Kalau misalkan itu kamu, apa yang akan kau lakukan?"

"Aku? Apa maksudmu?" Tanya Josephine setelah ia terhenti beberapa saat, lalu menatapnya, "Maksudmu kalau misalkan kau diam-diam punya anak di luar? Kalau begitu aku pasti akan...!"

Hal yang gila tidak diucapkannya, Josephine berkata lesu, "Aku akan mengalah."

"Kenapa?"

"Karena kau pernah bilang, aku tidak punya hak untuk mengurus urusan pribadimu."

"Kalau begitu kenapa kau tidak memohon padaku, mohon agar hatiku kembali padamu?"

"Ha?" Ujar Josephine melongo menatapnya, "Kalau aku memohon padamu, apakah kau akan kembali padaku?"

"Mungkin saja."

"Baiklah, kalau begitu jika lain kali kau ada hubungan dengan wanita siapapun, aku akan menangis dan memohon padamu untuk kembali padaku," kata Josephine lalu berpikir sejenak, "Tunggu, apa hubungannya ini dengan Susi? Kita barusan sedang membicarakan Susi bukan aku."

Claudius berjalan terus ke arah lift, sambil berkata, "Kalau Susi memang benar peduli, apakah Nona Fanny itu masih akan hidup dengan begini bahagia?"

"Tetapi Henry kan suaminya, bagaimana bisa ia tidak peduli?"

"Kalau ia tidak mencintai pria ini, bukankah suaminya juga sama," kata Claudius menoleh padanya, "Jadi, jangan berkelahi di sini demi dia."

Josephine tidak berkata-kata lagi.

Mereka berdua kembali ke parkiran, setelah naik ke mobil, hati Josephine akhirnya sedikit lebih tenang, ia mengingat kembali bayi perempuan barusan, ia sangat cantik dan putih, juga mengenakan mahkota putri, ia terlihat seperti putri kecil.

Kalau itu adalah anak Susi dan Henry, alangkah baiknya, mengapa justru adalah anak selingkuhan murahan yang tak tahu malu itu.

Lalu ia memikirkan putrinya sendiri, jika putrinya masih di sisinya, Josephine pasti akan mendandaninya seperti seorang putri kecil!

Tapi sayangnya...

Ia perlahan-lahan memejamkan mata, lalu menyembunyikan kekecewaan di lubuk hatinya.

Claudius yang sedang menyetir meliriknya sekilas, tiba-tiba hatinya dipenuhi rasa penasaran, dalam hati ia berpikir kalau misalkan Fanny adalah kekasihnya, apakah Josephine juga akan seheboh dan semurka ini?

Malam harinya, selagi Claudius masih di kamar mandi, Josephine mengambil telepon genggam dan menekan nomor telepon Susi sambil berjalan balkon.

Walaupun Claudius bilang bahwa ini adalah masalah Susi dan memintanya untuk tidak mempedulikannya, saat sahabat baiknya ditindas oleh seorang selingkuhan hingga seperti itu, bagaimana bisa ia tidak peduli? Jadi, walaupun teleponnya dipasangi alat perekam, ia tetap harus menelepon.

Setelah teleponnya tersambung, terdengar suara Susi yang telah kembali segar seperti sedia kala, "Ada apa? Suami anehmu itu sudah memperbolehkanmu menelepon?"

"Tidak, jadi ia memasang alat penyadap di dalam telepon."

"Masa? Sampai memasang penyadap? Oh... Kalau begitu bukannya kalimatku barusan juga terekam?" Teriak Susi, lalu ia berkata lagi, "Oh ya, kalau begitu kenapa kau masih berani menelepon?"

"Aku ingin bicara denganmu," jawab Josephine.

Ia hanya ingin membicarakan masalah suami Susi, kalau terekam pun juga bukan masalah besar kan? Paling parah mungkin Claudius hanya akan mengkritiknya suka ikut campur masalah orang.

"Apa yang mau kau bicarakan?"

Tentu saja Josephine tidak enak langsung memberitahunya hal yang ia lihat hari ini, sehingga ia berbasa-basi dulu dengan bertanya, "Susi, apakah hubunganmu dengan Henry masih separah itu?"

"Masih seperti dulu," kata Susi, entah ia salah makan apa, jawabannya terdengar tak sungguh-sungguh.

"Lalu apakah kau tahu apa saja yang ia lakukan dari pagi sampai malam?"

"Main perempuan, mungkin? Memangnya apa lagi?"

"Kau tidak peduli?"

"Tidak."

"Bahkan kalau sampai melahirkan anak apa kau juga tidak peduli?" Tanya Josephine kaget.

Susi akhirnya terdiam, lalu dengan nada serius bertanya, "Josephine, apakah kau mendengar tentang itu? Atau kau melihatnya?"

"Uh..." Josephine seketika tidak tahu harus menjawab apa.

Susi malah tertawa dingin dan berkata, "Apakah wanita yang bernama Fanny itu? Ia cuma memberi Henry anak perempuan, heh, cuma anak perempuan, bukan pencapaian besar."

"Ternyata kau memang tahu!" Gumam Josephine.

"Benar, dari dulu setahun yang lalu, saat wanita itu masih di luar negeri ia sudah mengirimkan laporan kehamilannya ke e-mailku, waktu ulang tahun ibu mertuaku ia juga sengaja menyebarkan berita ini hingga sampai ke telinga ibu mertuaku," kata Susi, saat berkata demikian hatinya malah tampak sangat tenang, sama sekali tidak murka dan berapi-api seperti Josephine tadi.

"Lalu apa yang dikatakan Henry?"

"Apa lagi? Mungkin menyuruhnya dan anaknya pergi."

"Baguslah, Henry masih baik kepadamu," ujar Josephine lalu mengirup napas pendek, "Susi, bukannya aku menceramahimu, tetapi Henry bahkan sudah punya keluarga baru di luar, kau malah masih berselisih dengannya, suatu hari nanti kau pasti akan bertengkar dengannya hingga kau kehilangan posisi sebagai istri Henry. Tentu saja, aku tahu kau tidak mempedulikan posisi sebagai istrinya, tetapi apa artinya kalau kau tidak bahagia tapi juga tidak bercerai? Masa kau mau seperti ini seumur hidupmu?"

"Josephine, kau salah, aku bukannya berselisih, hanya saja aku tak ada perasaan terhadapnya," ujar Susi lalu menghela napas, "Kalau suatu hari nanti ia menikahi wanita murahan itu dan membawanya pulang, aku juga akan menjadi bebas, aku tak peduli."

"Apakah ini alasan mengapa kau tak pernah mau memiliki anak?"

"Mungkin saja," kata Susi mengejeknya, "Pelacur itu ingin menjadi istri yang terhormat melalui anaknya, namun ia malah melahirkan seorang putri, bahkan tak tahu apakah anaknya itu bisa terus hidup."

"Susi, apa yang kau katakan?" Ujar Josephine tertegun, lalu segera berkata, "Tidak mungkin kau mau melukai anak itu kan? Aku peringatkan kamu, anak itu tidak berdosa, kau boleh melukai wanita itu, tapi jangan sentuh anaknya."

"Tidak, bukan, kau juga bisa melukai wanita itu, merebut suami orang harus dengan cara yang pintar, hati-hati jangan sampai berurusan dengan hukum."

Susi tiba-tiba tertawa. "Lihat tuh seberapa paniknya dirimu, mana mungkin aku bisa membunuh mereka?"

"Aku cuma takut kau berpikiran sempit,"

"Lebih baik kau urus masalahmu dengan Claudius baik-baik, jangan pedulikan aku, aku tutup ya," kata Susi, setelah berkata demikian ia langsung menutupnya dengan tidak sabaran.

"Hei, Susi!" Panggil Josephine, namun tak ada suara lagi dari teleponnya.

Ia berbalik sambil memegang telepon itu, ia sangat kaget oleh bayangan orang di belakangnya.

Claudius! Kapan ia keluar? Bahkan berdiri di belakangnya seperti hantu!

"Uh... Aku hanya menelepon Susi," kata Josephine menggenggam telepon itu lalu langsung menjejalkannya ke genggaman Claudius. "Nih, kukembalikan padamu."

"Omong-omong, sepertinya kau sangat berpengalaman?"

"Apa maksudnya?"

"Merebut suami orang dengan cara yang pintar."

"Tidak, aku hanya asal bicara, aku tidak pernah berebut laki-laki dengan orang lain."

Novel Terkait

My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu