Istri ke-7 - Bab 124 Anak sudah meninggal (4)

Saat ini Shella sedang duduk melamun di tepi kasur, memeluk boneka beruang yang biasa menemani si bayi, dia terlihat sangat terluka.

Mendengar suara pintu dibuka, dia mendongak perlahan, matanya yang penuh dengan air mata melihat Sally, mereka berdua saling bertatapan, suasana hati mereka aneh.

Melihat kekagetan dan kesedihan di wajah Sally, Shella diam-diam tertawa sinis, rasa bersalahnya terhadap si bayi juga ikut menghilang.

Apa yang dikatakan ibu benar, kalau tidak melakukan ini, maka saat ini dialah yang akan terkejut dan kecewa!

Sally perlahan-lahan sadar dari lamunannya, berjalan ke depan Shella, meremas telapak tangan Shella dan berkata: "Kakak ipar, ada apa? Apa yang terjadi?"

Shella menatapi Sally, di matanya ada tatapan tajam yang tidak mudah terlihat, berkata dengan terisak: "Anakku sudah meninggal, Sally, menurutmu apakah anakku dibunuh oleh orang? Siang tadi jelas-jelas masih baik-baik saja."

Orang yang membunuh anak itu adalah Sally Lin! Bukan dia!

Kalau Sally tidak mendesaknya, dia tidak akan melakukan hal ini.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Sally merasa sangat panik.

"Siang tadi ketika aku pergi melihat si bayi, dia sudah tidak bernafas, pasti ibu pengasuh itu dendam denganku kemarin malam memarahinya, makanya dia sengaja membunuh anakku, apa yang harus kulakukan? Anakku sudah meninggal....." Shella tiba-tiba menangis terisak-isak.

"Ibu pengasuh mana mungkin membunuh si bayi? Dia tidak berani."

"Aku juga tidak tahu, anakku mati tanpa alasan seperti ini, Sally....aku tidak rela, aku sangat sedih!" tubuh Shella perlahan-lahan bersandar ke depan, akhirnya bersandar di atas bahu Sally.

Sally mengangkat tangannya dan menepuk bahu Shella, menghiburnya: "Kakak ipar, kamu jangan sedih, hal ini bukannya akan datang cepat atau lambat? Kamu seharusnya sudah mempersiapkan hatimu dari awal."

"Aku tahu, tapi aku tetap tidak bisa menerima kenyataan bahwa anakku sudah meninggal." Shella mengangkat tangan mengelap air matanya.

Sally dengan sabar menghibur Shella, dengan susah payah baru berhasil, dia pun berdiri dari lantai, berkata: "Kakak ipar, kamu cepat berbaring di kasur, aku pergi melihat keadaan nenek."

Setelah Sally pergi, Shella baru saja mau berdiri dari lantai, lagi-lagi terdengar suara langkah kaki dari luar, dia pun kembali duduk di lantai.

Pintu kamar dibuka, kali ini yang masuk adalah Claudius.

Dia berdiri di samping pintu melihat Shella yang sedang menangis, kemudian berjalan mendekatinya, kemudian menariknya dari lantai dan duduk di kasur, berkata: "Kamu terus menangis?"

Shella mengelap air mata di wajahnya, bertanya: "Bagaimana dengan si bayi? Sudah dibakar?"

"Masih di rumah duka, besok baru bisa dikremasi." Claudius menggandeng kedua tangan Shella, kemudian menyadari kalau ujung jari Shella dingin.

Besok, biasanya kremasi dilakukan di pagi hari, laporan Sally juga tidak akan sempat, Shella diam-diam menghela nafas lega.

"Shella....." Claudius tiba-tiba menghela nafas berat, berkata dengan suara kecil: "Beritahu aku, kenapa kamu melakukannya?"

Shella tidak merasakan keseriusan kalimat ini, dia masih tenggelam di aktingnya, dia pun berkata sambil terisak: "Apa yang kamu katakan?"

"Kenapa kamu melakukannya?" Claudius kembali bertanya.

Shella akhirnya sadar, kepalanya kosong, menatapi Claudius dengan pandangan kaget.

Apa maksudnya? Dia sudah tahu? Dia menyadarinya? Menyadari kalau si bayi dibunuh olehnya?

Bagaimana ini? Terus pura-pura tidak tahu? Benar, terus berpura-pura.

"Tuan muda, apa yang sebenarnya kamu katakan?" Dia berusaha meneteskan air mata.

Claudius menatapi Shella, di matanya penuh dengan kesakitan: "Hari ini ketika aku menggantikan pakaian si bayi, aku melihat di belakang telinganya ada bekas kuku yang berdarah, Shella, apakah kamu yang membunuhnya? Kamu kenapa mau melakukan itu?"

Shella langsung membeku, bahkan lupa meneteskan air mata.

Claudius menghirup nafas dalam, melanjutkan: "Dulu kamu yang bersikeras mau melahirkan dia, kamu bilang tidak peduli harus melakukan apa kamu tetap akan membesarkannya, tidak peduli kalau harus mengorbankan nyawa, tapi....."

"Tuan muda, apa yang kamu katakan, aku tidak....." Shella menggelengkan kepala: "Tuan muda, aku mana mungkin membunuh anakku sendiri? Aku mempertaruhkan nyawa untuk melindungi dia dan melahirkan dia...."

"Awalnya aku juga tidak pernah berpikir kamu yang melakukannya, tapi....." Claudius mengangkat tangan kiri Shella, kemudian mengangkat kuku jari tengahnya yang ada noda darah ke depannya: "Luka si bayi ada di belakang telinga kanan, tidak dalam dan tidak ringan, pas dengan posisi tangan kirimu."

Begitu mendengar kata-kata Claudius, Shella baru akhirnya sadar kalau di jari tengahnya ada noda darah yang sudah mengering dan berubah warna, bisa-bisanya dia tidak sadar, sama sekali tidak sadar!

Apakah dia melukai si bayi? Kenapa bisa seperti ini? Dia kenapa begitu ceroboh? Kenapa.....?

"Ah......!" Shella berteriak ringan dan menarik tangan kirinya, menyembunyikannya ke belakang tubuh, melihat Claudius dengan muka ketakutan.

Di dalam hatinya ada sejuta suara sedang berbunyi: "Bagaimana? Bagaimana?"

Benar, bagaimana? Apa yang harus dia lakukan?

Dalam kepanikan, dia tiba-tiba menangis keras, kemudian dia langsung berlutut di samping kaki Claudius, kedua tangannya menopang di lutut Claudius dan menangis meraung-raung: "Maaf, Claudius, aku tidak bisa bertahan lagi, aku melanggar janji, aku tidak tega melihat anakku....."

"Aku pikir aku melahirkannya, mencarikan dokter yang paling bagus maka dia pasti bisa hidup terus sepertimu, tapi aku tidak menyangka kenyataan begitu kejam. Si bayi tidak sama sepertimu, jantungnya cacat, semua dokter berkata kalau dia tidak bisa hidup lama. Setiap hari aku melihat dia makan dan muntah, melihat wajahnya memerah karena tidak bisa bernafas, melihat dia semakin lama semakin kurus, hatiku seperti disayat-sayat! Hari ini dia baru makan 10ml susu, tapi memuntahkan 5 ml, aku melihatnya seperti itu hatiku sangat sakit. Aku sangat ingin orang yang tidak bisa makan itu aku, aku bersedia menggantikannya menahan semua kesengsaraan, tapi aku tidak bisa, aku hanya bisa melihatnya dan panik sendiri, aku....."

Shella tidak bisa melanjutkan lagi, menunduk dan menutupi mulutnya sambil menangis.

"Oleh karena itu kamu membunuhnya." Claudius berkata datar.

"Benar, aku yang membunuhnya, karena tidak ingin melihat dia sengsara lagi, aku berpikir daripada membiarkan dia hidup dalam kesakitan seperti ini, lebih baik lepaskan dia, biarkan dia lepas dari kesengsaraan ini. Claudius, aku salah, dulu aku seharusnya mendengar perkataanmu dan menggugurkan dia, aku tidak seharusnya melahirkan dia, maaf.....semua ini salahku...."

Claudius menggelengkan kepala: "Apa gunanya mengatakan ini sekarang? Jangan katakan lagi."

"Aku tahu tidak ada gunanya, tapi si anak sudah lahir, masalah ini juga sudah sampai disini, kalau boleh, aku bersedia mengganti kesehatannya dengan nyawaku, tapi Tuhan tidak memberikan kesempatan ini kepadaku!" Shella menarik tangan Claudius, menggelengkan kepala dan berkata pahit: "Claudius, aku tahu kamu tidak akan setuju aku melakukan ini, jadi aku tidak berani memberitahu kamu, juga tidak berani memohon kepadamu, kamu boleh maafkan aku? Putraku seharusnya juga sangat membenciku, kalau sampai kamu juga tidak memaafkanku, aku rasa hidupku sudah tidak ada artinya."

Claudius sedikit memakai tenaga, menarik tangannya dari tangan Shella, menatapi Shella: "Dia juga adalah sebuah nyawa, seorang manusia, kamu kenapa terus menerus menggunakan perasaanmu untuk memutuskan kehidupannya? Kamu terlalu egois."

"Maaf....Aku juga terpaksa baru bisa melakukan ini, aku pikir seperti ini aku bisa merasa lebih baik, tapi tidak disangka ketika anak sudah meninggal aku lebih sedih, aku tidak hanya sedih, masih ada penyesalan, perasaan bersalah.... aku...." Shella semakin berkata semakin sedih, semakin lama semakin lemah, akhirnya dia pingsan.

Claudius terdiam, kemudian langsung menarik tubuhnya, kemudian menggendongnya ke atas kasur.

Shella pingsan, setelah menaruhnya ke atas kasur, Claudius berdiri di sisi kasur menatapi dia.

Shella yang sekarang rambutnya berantakan, pakaiannya berantakan, wajahnya penuh air mata, kantung matanya membengkak, terlihat sangat menyedihkan. Cladius akhirnya hanya menghela nafas panjang, berbalik badan dan duduk di sofa.

*****

Novel Terkait

Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
3 tahun yang lalu