Istri ke-7 - Bab 246 Tidak Bisa Merelakannya (3)

"Oke." Jesslyn mengangguk, Josephine pun menggandengnya dan berjalan menuju kamar Claudius.

Setelah seminggu, Claudius masih saja belum sadarkan diri, Josephine memegang telapak tangannya dan berkata: "Claudius, aku akan mengantar Jesslyn pulang dulu, lalu kembali menemanimu oke?"

Claudius tentu tidak akan menjawabnya.

Jesslyn juga berkata: "Ayah, kamu harus cepat sembuh ya, Jesslyn pulang dulu, tapi ayah tenang saja, nanti Jesslyn akan sering datang melihatmu." Setelah itu dia pun menjinjitkan kakinya dan mencium keningnya: "Sampai jumpa ayah."

Melihat kehangatan ini, Josephine pun tertawa haru, disaat yang bersamaan dia merasa sedih, memikirkan mereka bertiga yang akan segera berpisah.

Dia pun mengusap air matanya dan menggandeng Jesslyn keluar dari kamar Claudius.

------

Saat Susi dan Henry Qiao sampai di rumah, kebetulan bertemu dengan nyonya Qiao yang bermain kartu di rumah, melihatnya pulang, nyonya Qiao pun tersenyum dan berkata: "Susi sudah pulang."

"Ibu." Susi melihat Henry Qiao, terpaksa menunda masalah Josephine dan menemani orang tua ini ngobrol.

"Kenapa tidak beritahu kalau mau pulang, aku bisa menyuruh bibi Hong menyiapkan makanan untukmu." Nyonya Qiao pun tersenyum dan menatapnya: "Kenapa? Kamu sudah berjanji setelah pulang kali ini tidak akan pergi lagi, jangan-jangan kamu bohong?"

Susi pun tersenyum dan berkata: "Ibu, aku baru saja pulang, jangan ungkit masalah pergi dong."

"Aku lihat kamu pasti ingin pergi lagi." Nyonya Qiao tidak senang.

"Tidak." Jawab Susi.

Nyonya Qiao tiba-tiba menarik tangannya dan berkata: "Lihatlah nyonya Wang bulan lalu sudah mendapatkan cucu keempat, Susi, kamu kapan?"

Susi diam, nyonya Qiao pun bertanya kepada Henry: "Henry, menurutmu?"

"Ibu, kami sedang berusaha." Kata Henry.

"Setiap kali kalian bilang sedang berusaha, tapi aku tetap tidak melihat hasilnya, bagaimana ini?"

"Ibu, jangan panik dong." Kata Susi, hal yang paling ditakutkannya adalah ini.

"Tidak boleh, kali ini kalian harus memberiku jawaban pasti." Nyonya Qiao berkata serius: "Minggu lalu nyonya Wang masih menanyakanku hal ini, lalu menanyakan sebenarnya siapa yang bermasalah di antara kalian, dia ingin mengenaliku dokter spesialis, aku sampai malu."

"Ibu, tidak usah hiraukan orang seperti itu." Susi pasrah."

Henry Qiao duduk di sofa, belum sampai satu menit dia pun berdiri dan berkata: "Kalian ngobrol ya, aku naik dulu."

"Kamu jangan pergi dulu." Nyonya Qiao memanggilnya: "Kamu ingin menghindar lagi? Hari ini kamu harus katakan dengan jelas kapan beri aku cucu? Kalau tidak tidak boleh pergi."

Henry Qiao menghentikan langkah kakinya, menolehnya dan menatapnya: "Ibu, seberapa sulit ingin punya cucu, tahun ini aku beri kamu satu."

"Benar?" Nyonya Qiao senang, dia tidak menyangka Henry Qiao menjawabnya dengan santai.

Tiga tahun yang lalu dia mengira Fanny benar-benar melahirkan cucu untuk keluarga Qiao, dia sangat senang, siapa sangka ternyata itu anak perempuan, dan juga bukan keturunan keluarga Qiao, dia pun sangat kesal. Anaknya malah tidak terburu-buru akan hal ini, begitu juga dengan Susi.

Dia bahkan mulai mencurigai apakah Susi yang bermasalah.

Nyonya Qiao pun senang mendengarnya, tapi Susi merasa sangat tidak enak, dia yang sangat yakin, sepertinya wanita di luar sana semakin bertambah.

-----

Setelah makan malam dan menemani nyonya Qiao sejenak, akhirnya dia pun bebas, dan bisa naik ke atas mencari Henry Qiao untuk perhitungan.

Setelah dia mandi dan mengganti baju, dia pun ingin ke ruang buku dan mencari Henry Qiao, kebetulan Henry Qiao berjalan keluar.

Rambutnya sedikit basah, dan terlepas dibelakang, baju tidurnya yang sama sekali tidak seksi itu sama sekali tidak bisa menutupi bentuk tubuhnya yang bagus. Dalam sekejap saja Henry Qiao pun mulai bergairah.

"Kamu mau kemana?" Tanyanya.

"Mencarimu."

"Tidak sabaran ya?" Henry Qiao tersenyum dan melangkah kesana, melingkari pinggangnya, memegang kepalanya dan menciumnya. Pada saat yang bersamaan, dia pun melangkah maju dan mendorongnya ke atas ranjang.

Ciumannya begitu dalam dan mesra, Susi pun sempat kebingungan, tapi akhirnya dia tersadar dan memiringkan kepalanya, dan menatapnya: "Henry Qiao kamu berpikir terlalu banyak, aku mencarimu karena ada urusan."

"Tentang Claudius?"

"Jangan setiap kali ungkit Claudius, yang aku khawatirkan adalah Josephine."

"Oyah? Kalau begitu tidak usah terburu-buru, tunggu kita selesai baru dibicarakan."

"Henry Qiao, aku sekarang tidak tertarik untuk menemanimu bermain."

"Jangan terburu-buru, sebentar lagi kamu pasti tertarik." Henry Qiao pun menekan kedua tangannya dan mencium bibirnya: "Beritahu aku, akhir-akhir ini apakah kamu pernah begini dengan pria lain?"

"Menurutmu?" Susi tertawa dingin: "Kamu pikir tidak ada pria yang mau denganku atau kamu pikir aku akan menjaga tubuhku demi kamu?"

"Kamu sengaja memancingku?"

"Kamu beritahu aku tentang Jesslyn, aku akan beritahu kamu dengan pria mana aku begini." Susi pun mengangkat tangannya, lalu meniru gayanya dan memegang dagunya: "Dasar pembohong! Orang gila! Apa tujuanmu melakukan ini? Bilang!"

Henry Qiao menggeleng: "Tidak ada, aku hanya merasa ini seru."

"Kamu... Kamu pernah memikirkan perasaan orang lain?" Susi pun menamparnya dan marah: "Dulu aku meminta bantuanmu untuk mencari anak perempuan Josephine kamu bilang apa? Kamu bilang oke, tapi nyatanya? Kamu menyimpan anaknya, kamu sedang menonton leluconnya dan Claudius! Kamu membiarkannya mencari anaknya kemana-mana, menangis berkali-kali, kenapa kamu menjijikkan sekali?"

Henry Qiao ditamparnya sekali lagi, saat itu ekspresinya berubah, dia menatapnya dan bertanya kembali: "Kenapa setiap kali mengungkit masalah Claudius kamu pasti sangat sensitif?"

"Sudah kubilang jangan ungkit Claudius! Sekarang aku ingin tanya kenapa kamu melakukan ini!"

"Kenapa melakukan ini?" Henry Qiao terdiam sejenak dan tertawa: "Bukannya gara-gara kamu, kamu ingin membantunya melindungi anaknya, aku justru tidak akan membiarkannya, ngerti? Semudah itu."

"Kamu!" Susi marah, mengangkat tangan dan ingin menamparnya lagi.

Herny Qiao pun marah, dan memegang pergelangan tangannya dan berkata: "Kamu berani memukulku?" Setelah itu, dia pun mencium lehernya.

Dia tidak lagi berdebat dengannya, tidak mempedulikan elakannya dan jeritannya, dia pun menciumnya, merabanya, melepas semua bajunya, dan menekan tubuhnya.

Susi melihatnya sudah kehilangan akal, dia tahu kalau dia memberontak pasti akan melukai dirinya sendiri, dia pun berhenti, dan menunggunya selesai.

Dia pun bersandar di atas ranjang, memejamkan matanya, dan berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan itu.

Dia sangat malu menyadari... Hal seperti ini Henry lumayan mahir, dan dia tahu jelas sebenarnya dia belajar dari wanita lain, tapi dia masih saja tidak tahu malu dan membiarkannya dikuasainya, terpikat olehnya, dan mabuk di dalam cinta ini.

Setiap kali pasti begitu...

Pada awalnya dia masih merasa malu, tapi setelah sekian lama, dia pun mulai terbuka.

Walaupun mereka tidak memiliki perasaan, dia menganggapnya sebagai pasangan untuk berhubungan badan. Dia tentu saja juga bisa menganggapnya sebagai pasangan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya, saling memenuhi kebutuhan masing-masing.

Kali ini dia langsung berpikiran terbuka, saat ini dia tidak hanya menikmati saja, malah inisiatif untuk memeluk tubuhnya dan meresponnya dengan hangat.

Novel Terkait

Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu