Istri ke-7 - Bab 247 Berpisah (3)

Malamnya, sepulangnya ke rumah, Henry segera naik ke kamarnya, di tangga ia bertemu dengan Bella yang kebetulan juga baru saja mau turun, ia pun bertanya, "Bagaimana dia?"

Bella menatapnya dengan wajah ketakutan, lalu menjawab, "Tuan Muda, sebaiknya cepat lepaskan Nyonya Muda, kalau tidak ia akan menghancurkan kamarnya."

"Oh ya?"

"Iya, barusan ia menjerit-jerit minta makan burger dari toko di barat kota, setelah susah payah membelikannya, begitu ia marah ia langsung melemparkannya sampai berceceran di lantai, kemudian mengusirku keluar," ujar Bella, begitu membicarakan soal Susi, wajahnya langsung berubah ketakutan.

Henry mengangguk, ia pun berjalan naik.

Ia tahu watak Susi begitu keras, tetapi dikurung berhari-hari begitu dipikirkan saja sudah menakutkan, ia paling tidak akan tidak mau makan dan minum lalu menangis beberapa kali bukan? Tetapi begitu membuka pintu dan masuk, Henry melihat kedua matanya bahkan tidak merah, juga tidak menangis tersedu-sedu, malah...

Di depan matanya tampaklah kamar yang hancur berantakan, mejanya terbelah, satu sofa terbalik, barang-barang di dalam lemari kecil di ujung ranjang dan meja di samping ranjang semuanya dilempar hingga berhamburan di lantai. Tirai dan seprei, serta baju Henry yang awalnya terlipat rapi di dalam lemari bajunya semua dipotong menjadi sobekan-sobekan kecil, dan masih ada lagi beraneka jenis burger yang berserakan di lantai itu.

Dan saat ini Susi sedang duduk di atas tumpukan kekacauan itu, sebelah tangannya mengayunkan remote televisi, ia menggigit keras-keras burger yang dipegangnya di tangan satunya.

Mungkin ia merasa tidak sesuai seleranya, ia hanya menggigit 1 gigitan lalu membuangnya, kemudian ia berbalik dan mengambil yang lain lagi di sebelahnya, ia melihatnya, menepuk-nepuk debu yang menempel di atasnya, ia mengerutkan dahi, ia tampak seperti ingin makan namun takut kotor. Tapi akhirnya ia menggigitnya sekali, kemudian memakannya dengan lahap, sepertinya ia sangat kelaparan.

"Nafsu makannya besar juga," komentar Henry yang sedang bersandar di tepi pintu untuk mengejeknya.

Mendengar suaranya, tubuh Susi berubah kaku, ia segera menoleh melihatnya, setelah itu, ia melemparkan burger di tangannya menuju wajah Henry dengan secepat kilat.

Tampaknya Henry sudah menduga ia akan melakukannya, ia memiringkan tubuh, burger itu mengenai lorong di belakangnya.

"Emosinya juga besar sekali," ujar Henry berjalan masuk, ia menunduk dan membersihkan burger di depan Susi, ia meniup debu yang menempel di atasnya dan menggigitnya sambil berkata, "Kebetulan aku belum makan malam."

Susi menepuk burger di tangannya hingga terjatuh, lalu berkata murka, "Henry, sebenarnya apa yang kau mau?"

Tangan Henry seketika kosong, ia pun menunduk melihat burger yang ditepuknya sampai jatuh, lalu berkata, "Bukankah aku sudah pernah bilang? Tiba-tiba aku ingin menjadi ayah."

"Aku sudah pernah bilang aku tidak mau melahirkan anakmu!"

"Maaf, aku sudah tidak ada pilihan," kata Henry sambil tertawa jahat, lalu mengulurkan tangan untuk mengelus perut Susi dan berkata lagi, "Aku percaya benih cinta kita sudah mulai berkembang di dalam sini bukan?"

"Enak saja."

"Kau meragukan kemampuanku? Tanya Henry sambil tertawa, "Aku ingat beberapa hari ini adalah masa suburmu, aku tidak percaya aku tidak ditakdirkan untuk menjadi seorang ayah."

"Henry, kau sudah berhubungan dengan wanita sebanyak itu, kau bahkan tidak memahami tanggal subur para wanita modern?"

"Aku hanya ingat tanggal suburmu," ujar Henry.

"Maksudku, masa subur wanita zaman sekarang ini sebagian besar tidak tepat, bisa selalu berubah kapan saja," kata Susi dengan sedikit geram. Meskipun ia berkata demikian, tetapi ia tak bisa membohongi diri sendiri, beberapa hari ini memang adalah tanggal suburnya, kesempatan untuk hamil sangatlah tinggi!

Karena itu ia terus berputar-putar karena panik, ia panik hingga menghancurkan semua yang bisa dihancurkan.

Henry mengamatinya, lalu mengejeknya, "Apakah kau ini sedang mengundangku untuk melanjutkan usahaku?"

"Kau terlalu banyak berpikir..."

"Kau mengingatkanku," kata Henry memutus perkataannya, kemudian menyondongkan tubuh dan menindihnya di atas sobekan pakaian di lantai lalu menciumnya, ia berkata, "Benar, kita harusnya melakukannya beberapa kali lagi, dengan begitu kesempatan hamilmu akan lebih besar."

"Orang gila, lantainya begini kotor..."

"Kau bahkan berani makan burger di lantai, masih takut kotor?" Katanya sambil menyobek pakaian Susi dan meraba tubuhnya, seperti biasa, ia tak memberi Susi kesempatan menghindar.

Ranjangnya telah dirusak oleh Susi, Henry terpaksa melakukannya seperti ini.

Di sekeliling mereka semuanya adalah barang yang dirusak Susi karena murka, semuanya berantakan, namun malah memberikan kesan yang berbeda untuknya, pokoknya Henry merasa sangat puas.

Dan Susi yang ditindihnya di lantai meskipun tidak melawan lagi, namun ia terus-terusan berteriak mengancamnya, "Henry, jangan menyia-nyiakan tenaga, bahkan kalau aku hamil aku akan menggugurkannya, aku sudah bilang aku tidak mau mengandung anakmu!"

"Kau berani?" Kata Henry keras.

"Coba lihat saja..." Ujar Susi, nada bicaranya melemah karena kelelahan.

Saat diserang Henry, Susi perlahan kehilangan akal sehat, bahkan kata-katanya berubah tak karuan dan terputus-putus.

Henry tertawa pelan di samping telinga Susi dan berbisik, "Yang pintar, pertama selesaikan masalah, kedua tanam bibit, aku tahu kau juga suka..."

Setelah berkata demikian, ia mencium lagi bibir Susi keras-keras...

-----

Setelah menggila, mereka berdua tertidur semalaman di lantai seperti itu, selain karpet, di lantai hanya ada pakaian yang disobek-sobek oleh Susi, berbaring di atasnya ternyata tidak terasa tidak nyaman sedikitpun.

Saat mereka berdua bangun, Susi mendapati sehelai selimut tipis di atas tubuhnya, dan Henry lagi-lagi sudah tidak terlihat.

Kejadian kemarin malam terputar kembali dalam otaknya, dalam hati ia berpikir Henry pasti mengurugnya lagi bukan?

Demi memeriksa keadaan, ia segera merangkak bangun, kemudian membungkus tubuhnya dengan selimut dan berjalan ke pintu mencoba membukanya, sesuai dugaan, pintu kamar dikunci lagi!

"Henry orang gila ini! Kau anggap aku apa!" Teriaknya murka sambil menggedor pintu.

Di luar seperti sebelumnya terdengar suara Bella yang menanyakan apakah ia sudah bangun, apakah ia mau sarapan pagi secepat itu, lalu ia juga memberitahunya bahwa Henry telah menyiapkan kamar lain untuk ia tinggali.

Bella membuka pintu dengan hati-hati.

Melihat dua orang satpam di balik pintu, Susi meremas erat selimut di tubuhnya dan bertanya pada Bella, "Mana Henry?"

"Tidak tahu, ia tidak bilang," jawabnya sambil menunjuk kamar di sebelahnya, "Nyonya Muda, kamar itu sudah dibereskan, silakan masuk ke kamar itu, kamar ini sudah tidak bisa ditingali."

Susi memelototinya, kemudian memasuki kamar sebelah.

Itu adalah kamar tamu yang didekorasi dengan sangat mewah, serta sudah dibersihkan, sepertinya Henry tetap berencana mengurungnya!

Ia memejamkan mata, menghirup napas, dan menahannya sekuat mungkin!

-----

Henry menatap Marco lalu bertanya, "Ada apa?"

Marco tidak pernah suka mendatangi kantor Henry untuk mencarinya, kecuali ada urusan penting.

Sambil memutar roda kursinya, Marco masuk sambil menatapnya dan berkata, "Kau bertransaksi dengan Josephine?"

"Benar, dia memberitahumu?" Tanya Henry.

"Benar," kata Marco dengan tidak senang, "Kak, sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?"

"Bukan apa-apa, cuma main-main."

"Sudah saat apa ini, kau masih main-main?" Katanya, "Kak, sudah bertahun-tahun berlalu, apa kau tidak lelah?"

Henry menatapnya dan berkata lagi, "Marco, ini kesempatan terakhir yang kucarikan untukmu, kalau kau tidak mengambilnya lagi, seumur hidup benar-benar tak akan ada kesempatan lain lagi."

"Kak, aku sudah pernah bilang padamu, aku sudah menyerah..."

"Kau kira aku tidak tahu kau sudah menyerah atau belum? Jangan membohongi dirimu sendiri dan orang lain," kata Henry memutus perkataannya, setelah terdiam beberapa saat ia berkata lagi, "Marco, kau membutuhkan wanita yang kau cintai dan baik padamu, karena kau bukan orang normal, perasaanmu tidak boleh kau berikan secara cuma-cuma, tapi juga jangan begitu serius."

"Inikah pandanganmu tentang cinta?" Tanya Marco tertawa pahit, "Jelas-jelas tahu kakak ipar tidak mencintaimu, namun kau memaksanya untuk tetap di sisimu."

"Benar."

"Tetapi kau tak akan bisa menahannya, bertahun-tahun ini, entah hati maupun tubuhnya semua bukanlah milikmu."

"Kau salah, dulu aku cuma terlalu sabar padanya, asalkan aku mau membuatnya tinggal, tidak mungkin tidak bisa," kata Henry dengan senyuman percaya diri, "Apa kau tidak percaya? Lihat saja."

"Dengan cara mengurungnya seperti sekarang?"

"Tiak tentu, pokoknya aku punya cara," kata Henry melangkah ke depannya, lalu menepuk-nepuk bahu Marco, "Marco, Josephine lebih gampang diatur dibandingkan Susi, barusan sudah kubilang, ini adalah kesempatan terakhir, pilihlah sendiri."

Setelah terdiam sebentar, ia berkata lagi, "Aku harus mengingatkanmu, kalau kau melewatkannya, aku tak akan mencarikanmu kesempatan lagi, jadi pikirkanlah baik-baik."

Setelah berkata demikian, ia duduk kembali di belakang meja kerjanya, ia menunduk dan mulai mengurus masalah perusahaan.

Sementara Marco, akhirnya tidak berkata apa-apa lagi, hanya duduk terdiam di sana, berpikir dalam-dalam.

-----

Novel Terkait

The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
3 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu