Istri ke-7 - Bab 74 Mabuk (1)

"Hm," Claudius melemparkan jasnya ke sofa, menuang segelas air, lalu duduk di pingir jendela.

Josephine mendekatinya, "Apa kau menemukannya?"

Melihat ekspresi Claudius, sepertinya ia tak menemukannya.

Claudius menggeleng. "Tidak," jawabnya dingin.

Josephine duduk di sisi jendela yang lain, tangannya memegang punggung tangan Claudius.

Ujung jarinya agak dingin, telapak tangannya lembut bagai sutra.

"Sudah lewat bertahun-tahun, bisakah kita tidak mencarinya lagi?" Josephine menatapnya, iba.

Tokoh besar seperti dia, tidak seharusnya ia tersakiti oleh seorang wanita sampai seperti ini!

Claudius tersenyum kecut. Selama bertahun-tahun, kata-kata ini terus didengungkannya ratusan kali, namun apa gunanya? Hanya karena bertemu sosok yang mirip sekali dengannya, ia jadi gila semalaman.

Malam ini ia ia hampir menyusuri setiap sudut shopping street itu, bahkan sampai mendatangi vila tempat tinggal gadis itu dulu. Namun jawaban yang didapatnya tetap saja pemilik telah pindah rumah, hak milik vila juga telah berpindah tangan.

Claudius turun dari tepi jendela. Ia berjalan ke arah meja bar dan mengambil sebotol anggur serta dua buah gelas bening. Ia menuangkan segelas anggur dan memberikannya kepada Josephine.

Josephine mengamati sebentar anggur di tangannya, ia tidak mengambilnya.

"Kenapa? Kau bahkan tak mau menemaniku minum?" Claudius menggoyang-goyangkan gelas di tangannya, membuat anggur di dalamnya bergelombang indah.

Josephine sungguh ingin menerimanya, namun ia tak boleh melakukannya, ia sedang hamil!

"Kau lupa kalau pencernaanmu sedang tidak bagus? Tidak boleh minum," katanya sambil bermaksud merebut botol anggur di tangan Claudius.

Claudius menangkap tangannya dengan gesit, lalu meletakkan gelas itu di tangannya, "Kalau bukan karena mempedulikanmu, aku akan memilih arak putih."

Kemudian, ia mengangkat gelas yang satunya lagi, lalu mendongak dan menghabiskannya dalam sekejap.

Melihatnya kembali menuang anggur, Josephine tahu ia tak akan bisa menghentikannya lagi, ia tak bisa berbuat apa-apa, dengan terpaksa menyentuhkan bibirnya ke dalam cairan anggur secara simbolis untuk menuruti permintaannya.

Anggur merah memang produk yang bagus, tapi mau sebagus apapun, kalau diminum bergelas-gelas seperti dia tentu dapat membahayakan tubuh.

"Cukup, jangan minum lagi," katanya sambil merebut gelas anggur dengan paksa. "Bukankah hanya karena seorang perempuan? Lihat apa yang kau lakukan terhadap dirimu," pelototnya marah.

"Kau tidak tahu apa-apa."

"Bagaimana aku tidak tahu, aku juga bukan tidak pernah dicampakkan oleh laki-laki. Tapi lihatlah diriku, apakah aku sepertimu yang membuat diri sendiri jadi begitu menyedihkan?"

Kali ini, Claudius tidak merebut kembali gelasnya, ia menyandarkan kepalanya di bingkai jendela dan tertawa sedih, "Bagaimanapun dia sudah tak mau denganku, aku mau jadi seperti apa, apa hubungannya? Haha, benar-benar, bahkan dia pun takut padaku, jelas-jelas dia pernah berkata kalau tak takut...jelas-jelas tidak takut..."

Seusai berkata begitu, ia tiba-tiba menegakkan badannya dan meletakkan kedua tanganya di pundak Josephine, "Apa kau pernah merasakan ditakuti sampai dihindari semua orang? Pasti tidak pernah kan? Tapi aku pernah. Sejak kecil aku hidup dalam perasaan itu. Dulu saat aku di Surabaya Barat, teman-teman baruku semua meninggalkanku setelah mendengar bahwa aku anak pembawa sial. Aku tersesat, kehujanan sampai demam. Tak mudah untuk menemukan orang yang tidak takut padaku dan tidak menghindariku. Kukira aku akan bisa menghabiskan seumur hidupku bersamanya, tapi apa akhirnya? Ternyata itu hanyalah sebuah ilusi semata..."

"Jangan berbicara lagi," Josephine mencondongkan badan, memeluknya erat-erat, "Tidak benar kalau tak ada yang mau padamu, ada aku di sini. Aku tidak takut padamu, aku tidak menghindarimu."

"Kau tidak takut padaku?" Claudius tertawa dingin.

"Baiklah, kuakui kalau aku sedikit takut pada awalnya, karena aku tidak pernah menjumpai hal semacam ini sebelumnya. Karena rumor di luar sana terlalu berlebihan. Tapi sekarang aku tak takut lagi, selanjutnya juga tidak akan takut. Tak peduli apa yang akan terjadi, aku akan melewatinya bersamamu, percayalah padaku."

"Apakah kau masih bisa berkata seperti ini dua bulan yang lalu?" ejek Claudius, "Tidak bisa, kan?"

Josephine termangu. ia tahu maksud Claudius adalah saat ia belum mengetahui identitasnya yang sebenarnya. Tapi ia berani bersumpah, ia memutuskan untuk bersama dengan Claudius bukan karena rupanya, bukan pula karena ia tahu kalau Claudius tidak akan membawa sial bagi istrinya.

Sejak saat ia dipaksa untuk menikah dengan Claudius, sejak saat itulah ia telah menerima segalanya dengan segenap hati!

Tak heran Claudius bisa berpikir begini, semenjak ia menampakkan dirinya di pesta keluarga Chen, sudah berapa wanita yang menyesal karena tidak memilikinya, bahkan Shella Bai sang putri yang kaya raya itu pun sampai bermimpi bisa menjadi istrinya.

Claudius pun tidak berusaha melepaskan pelukan Josephine, ia terlalu lelah untuk melakukannya, jadi ia membiarkan saja wanita itu memeluknya.

Josephine menarik napas ringan dalam pelukannya, ia tertawa pahit, "Kalau aku berkata aku tak sama dengan mereka, kau tentu tidak akan percaya, tak ada alasan juga untuk membuatmu percaya."

Josephine akhirnya melepaskan pelukannya, "Sudah cukup curhatnya? Kalau sudah, cepatlah mandi, aku sudah membuatkan bubur untukmu," katanya sambil memandangi Claudius.

Claudius tak makan banyak saat pertemuan tadi. Setelah semalaman mencari Nona Zhu-nya, ia juga tak mungkin bernafsu makan.

Sebelum keluar kamar, Josephine masuk ke kamar mandi dan menyiapkan air untuknya.

Hingga Josephine selesai memanaskan bubur dan membawakannya ke kamar, Claudius telah tertidur di sisi jendela.

Josephine mendekatinya dan menggoyang-goyangkan lengannya, "Claudius, kau boleh tidak mandi, tapi bubur ini wajib kau makan, kalau tidak kau akan kelaparan nanti."

Claudius telah meminum hampir setengah botol anggur, efeknya kuat sekali, ia pun mulai mabuk.

Claudius benar-benar lapar, ia berusaha kuat menegakkan tubuh, lalu mengambil mangkuk bubur itu dan dengan cepat menghabiskannya.

Kemudian, ia berbaring di ranjang dengan bantuan Josephine. Mungkin karena gerakannya terlalu kencang, perutnya tiba-tiba terasa terkocok dan mual. Bubur yang baru dilahapnya pun tumpah keluar, mengenai tubuh Josephine.

Josephine tidak sempat menghindar, baju tidurnya yang baru diganti pun kotor. Tapi ia tak sempat memikirkan hal ini, ia buru-buru memegangi tubuh Claudius sambil berseru, "Claudius, kau tidak apa-apa?"

Setelah muntah sekali lagi, perutnya akhirnya kembali pulih dan sedikit enakan.

Claudius kembali berbaring di atas ranjang, melihat kondisi Josephine yang mengenaskan, hatinya terasa tak enak, ia pun melambaikan tangan, mengisyaratkan Josephine agar tak usah mempedulikannya.

Josephine menuangkan segelas air hangat untuknya, "Lihat, sudah kubilang jangan minum terlalu banyak," omelnya.

Setelah menunggunya selesai minum, Josephine kembali bertanya, "Kau memuntahkan seluruh buburmu, mau aku buatkan lagi?"

"Tidak perlu," Walau sangat lapar, ia sama sekali tak nafsu makan.

Melihatnya tak nafsu makan, Josephine pun tak memaksanya. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi, ia baru ingat kalau hanya membawa 1 set baju tidur, karena bajunya yang ini terkena muntah, ia pun keluar dengan handuk yang membungkus tubuhnya.

Beruntung Claudius sudah tidur, jadi ia tak bisa melihat dirinya dalam kondisi seperti itu.

Setelah Josephine membersihkan dirinya dan mengepel lantai, ia mengambil sebaskom air panas dan meletakkannya di depan kasur, ia membasuh wajah dan tangan Claudius dengan handuk basah.

Handuk hangat yang menyentuh muka terasa sangat nyaman. Setelah Josephine selesai mengusap wajah Claudius dan bersiap memindahkan handuknya, tangan Claudius yang besar tiba-tiba menindih tangannya.

Josephine terkejut, ia buru-buru menggesernya dengan tangannya yang lain, yang memegang handuk di tubuhnya. Ia yang awalnya hendak melepaskan tangannya dari Claudius, malah digenggam semakin erat oleh pria itu.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu