Istri ke-7 - Bab 103 Alasan Kambuh (2)

Kalau begitu pertanyaannya, terakhir kali ia datang ke sini apakah ia pingsan di ruang depan atau belakang? Apa yang mereka lihat di ruang belakang itu sebenarnya asli atau mimpi, hingga saat ini ia tak memahaminya.

Tetapi mengenai ini, ia sudah tak peduli, toh begitu anaknya lahir ia akan pergi, jika saat itu tiba, ia dan Claudius sudah tak akan berhubungan lagi, sehingga rahasia keluarga Chen tak akan berarti apapun baginya.

Ia memejamkan mata, menghirup nafas panjang, lalu dengan berhati-hati mengambil posisi berlutut di atas matras.

Semoga malam ini tidak akan terjadi hal-hal aneh lagi, semoga malam ini bisa berlalu dengan cepat!

Tetapi, tak peduli bagaimana ia berdoa dan menghibur diri, hawa aneh di sekitarnya membuat bulu kuduknya berdiri, membuatnya berkeringat dingin.

Malam yang panjang, satu detik bagaikan satu tahun, Josephine bagaikan berhitung mengikuti jarum jam. Ia dengan susah payah melewati malam hingga secercah cahaya masuk dari jendela kecil di dinding di sisinya.

Ia mengusap keringat dingin di dahinya, ia menghembuskan nafas kuat-kuat, kalau sudah pagi sudah tidak masalah, kalau sudah pagi ia sudah tak perlu takut lagi.

Dengan secercah sinar itu, Jospehine baru pertama kali dapat mengamati batu memorial di atas altar itu dengan teliti, yang tertulis di sana semuanya adalah pendahulu keluarga Chen. Kalau mereka melihat dari surga, mungkin bisa melindungi bayi dalam perutnya agar terlahir sehat dan imut.

Ia mengatupkan kedua tangannya dan memejamkan mata, dengan khusyuk berdoa pada para pendahulu keluarga Chen, memohon mereka melindunginya agar bisa melahirkan bayi yang sehat dan bahagia.

Jelas-jelas ia tidak percaya pada dewa, namun ia tak tahan untuk melakukannya, karena ia begitu berharap anaknya sehat dan panjang umur.

Josephine merasakan keadaan matras di sebelahnya terasa anjlok, kemudian sebuah bayangan berhenti di sebelahnya, ia pun segera membuka mata dan menoleh.

Saat melihat Claudius yang berlutut di sebelahnya, Josephine tertegun sejenak, lalu ia bernafas lega dan mengomel, "Sedang apa kau? Membuatku kaget saja."

"Apakah aku benar-benar seseram itu?" Tanya Claudius melihat keringat dingin di dahi Josephine, ia ini bisa dibilang terlalu berlebihan.

"Aku kira…" Kata Josephine lalu terhenti, tidak melanjutkan kata-katanya, bagaimanapun di keluarga Chen dilarang membahas tentang setan.

"Mengira hantu datang?" Ujar Claudius menggantikannya mengatakan itu, senyumannya menampakkan olokan, ia tahu Josephine selalu takut dengan tempat ini.

Josephine tidak menjawab pertanyaannya, tapi mengamatinya dan berkata, "Apakah kau baik-baik saja?"

"Lumayan baik," jawab Claudius.

"Kenapa kau tidak tidur sedikit lebih lama?" Kata Josephine, ia memang terlihat baik-baik saja, wajahnya tidak terlihat pucat, tetapi di sini cahayanya tidak begitu terang, ia tak melihat dengan jelas apakah wajah Claudius masih pucat seperti kemarin.

"Tidak bisa tidur," jawab Claudius.

Ia tidak bilang kalau alasannya tidak bisa tidur adalah karena Dokter Huang berkata bahwa Josephine dihukum oleh keluarganya untuk pergi ke kuil, karena ia tahu Josephine takut pada tempat ini, maka ia datang kemari.

"Maaf ya," kata Josephine tiba-tiba dengan muka menyesal.

Claudius menengok melihatnya, "Mengapa kau minta maaf?"

"Aku tidak seharusnya mengajakmu makan hot pot."

Candlelight dinner tidak dimakan, malah keluar makan hot pot, benar-benar orang berdosa yang tak pantas hidup.

"Akulah yang mau mencoba hot pot,  aku juga yang menyarankan keluar dan memakannya, yang seharusnya minta maaf itu aku," ucap Claudius, hal seperti ini ia bisa mengutarakannya.

Yang harus dihukum adalah dia, bukan Josephine.

Josephine memandangnya dari atas ke bawah, dengan sedikit mengoloknya ia berkata, "Mengutarakan hal semacam ini tidak seperti dirimu."

"Kalau kau sudah berkata begitu, aku tidak perlu malu lagi, sebaiknya aku kembali dan tidur lagi," kata Claudius lalu berdiri dari matras, Josephine segera menariknya. "Jangan pergi…"

"Kenapa? Takut?" Kata Claudius sambil berlutut lagi dan mengangkat alisnya.

Josephine tidak menyembunyikan ketakutannya, ia mengangguk, "Betul, jadi bisakah kau tinggal hingga hari benar-benar terang baru pergi?"

Karena ia datang, hatinya sepenuhnya menjadi tenang, juga tak merasa takut lagi.

Claudius awalnya ingin menggodanya, setelah mendengarnya berkata begitu, Claudius pura-pura memasang wajah terpaksa dan mengangguk. "Baiklah kalau begitu, aku akan menemanimu sebentar lagi."

"Terima kasih," kata Josephine. Josephine mengkhawatirkan Claudius, ia mengambil matras di sebelah satunya lagi dan meletakkannya di hadapan Claudius. "Kau jangan berlutut, duduk saja."

Claudius dengan cuek memandangnya. "Tidak perlu, berlutut juga enak."

Josephine tidak membujuknya lagi,  ia mengembalikan arah pandangannya ke depan.

Keadaan seketika menjadi tenang, Josephine asal bertanya, "Claudius kau pasti tidak pernah dihukum ya?"

Claudius menggeleng. "Tidak."

Bahagia sekali anak ini!

Tetapi iya juga, nenek mencintainya begitu dalam hingga ke rusuknya, mana mungkin tega menghukumnya berlutut di kuil?

Cahaya di dalam kuil bertambah terang sedikit demi sedikit, perlahan tulisan di atas batu bisa terlihat semakin jelas, tadi saat melihatnya Jospehine sudah agak penasaran. Sekarang Claudius di sini, dan kebetulan tidak ada topik pembicaraan, ia pun menunjuk 2 nama di urutan paling bawah batu itu dan bertanya, "Apakah ini orangtuamu?"

Yang satu bermarga Chen, yang satu bermarga Ling, dan lagi nama mereka ditulis di urutan paling terakhir, seharusnya mereka adalah orangtuanya bukan?

Claudius ikut melihat papan batu itu bersamanya, lalu beberapa detik kemudian baru mengangguk dan berdehem mengiyakan.

"Apakah… Hubungan mereka baik?" Lanjut Josephine menanyakannya dengan penasaran.

Ia ingat Claudius pernah bilang, ayahnya shock karena istrinya meninggal, sehingga kecelakaan dan meninggal juga.

"Sangat baik," kata Claudius sambil mengangguk.

Josephine merasa nada bicaranya terdengar sedih, ia berusaha memperbaiki suasana, ia tersenyum dan berkata, "Ibumu pasti seorang wanita yang baik."

Claudius tiba-tiba menoleh, lalu berkata dengan nada bicara yang sedikit tidak senang, "Sekarang ia juga ibumu."

Josephine terkejut, ia langsung mengangguk. "Maaf, aku tidak sengaja."

Claudius tidak menyahutinya, ia terdiam beberapa saat lalu tiba-tiba berkata, "Ia memang wanita yang sangat baik, wanita yang terbaik yang pernah kutemui."

Ternyata cintanya pada ibunya sedalam ini, pandangannya pada ibunya setinggi ini, hati Josephine melunak, baru pertama kali, ia melihatnya memliki perasaan sedalam ini kepada orang selain Juju.

"Kalau begitu saat ia pergi, kau pasti sangat sedih," ucap Josephine tanpa sadar, entah karena apa juga ia menanyakan itu. Pokoknya saat ia menanyakan itu, yang terlintas di otaknya adalah kejadian saat neneknya meninggal.

Saat itu ia sedang sekolah di Jakarta, tiba-tiba mendengar kabar nenek meninggal dari bibinya, dan lagi ia baru diberitahu saat nenek sudah dimakamkan, saat ia mendengarnya, ia hampir saja pingsan di asrama sekolah.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu