Istri ke-7 - Bab 111 Haruskah Dipenjara (4)

Setelah berkata begitu, ia pun berjalan cepat dan masuk ke rumah.

Melihat sosoknya yang pergi dengan cepat, William hanya bisa menghela napas, pasrah.

Ia tak bisa menebus kesalahan terhadap putrinya yang keras kepala ini.

Begitu Josephine sampai di pintu utama, Fransiska telah berdiri di sana sambil memperhatikannya.

Langkahnya terhenti. Sepertinya Fransiska telah melihat semua kejadian di taman barusan. Tapi Josephine tak takut, ia hanya menundukkan kepalanya sedikit lalu melewatinya.

"Tidakkah kamu ingin tahu keadaan adikmu sekarang?" tanya Fransiska membelakanginya.

Josephine terpaku, ia menoleh dan menjawab datar, "Ya."

Fransiska berjalan mendekatinya, mengamatinya, "Boleh juga kau, bahkan Shella pun tak berani berbicara dengan nada seperti itu pada ayahnya, tapi kau berani."

"Dia bukan ayahku, jadi aku berani."

"Apakah kau bisa makan dengan kekeras-kepalaanmu itu?"

Josephine berusaha meredam amarahnya, ia menatap lekat Fransiska, "Aku ingin bertemu adikku."

"Tentu saja tak masalah," Fransiska memerintah pelayan wanita di sebelahnya, "Ambilkan ponselku di kamar."

Pelayan itu segera pergi ke kamar. Fransiska duduk di sofa, menyeruput deh panas dari atas meja, "Tapi aku mau memberitahumu terlebih dulu, keadaan adikmu tidak seberapa sehat, ia harus berobat setiap hari. Dan demi mencegahmu bertemu dengannya, aku hanya bisa memanggil dokter pribadi. Dokter pribadi ini, yang bagus harganya tak masuk akal, yang jelek sedikit aku takut akan memperparah penyakit adikmu, susah sekali memilihnya."

Josephine panik, ia bertanya galak, "Keluarga Baik yang sekaya ini masih mempedulikan harga obat? Kenapa tak bisa membayar dokter yang bagus untuknya?"

"Dia bukan putra keluarga Bai, jadi untuk apa kami mencarikannya dokter yang bagus?" jawab Fransiska dingin.

"Nyonya, ponsel Anda, " kata pelayan sambil menyerahkan ponsel itu pada Fransiska.

Fransiska menerimanya, lalu menghubungi nomor internasional. Terdengar suara terisak Rose di ujung telepon, "Nyonya Bai, mengapa dokter tidak datang hari ini? Penyakit Justin bertambah parah."

"Oh, Dokter Zhong sedang pulang beberapa hari ini. Ia akan kembali ke sana beberapa hari lagi," jawab Fransiska.

"Pulang? Lalu bagaimana ini? Bagaimana dengan Justin..."

Begitu mendengar kata-kata Rose, Josephine pun merampas ponsel dari tangan Fransiska dan berkata panik, "Bu, Justin kenapa? Dia kenapa?"

Rose tertegun, "Josephine, apa itu kau? Apa kau baik-baik saja?"

"Bu, aku bertanya padamu, Justin kenapa?" desaknya panik.

"Penyakit Justin sedang kambuh akhir-akhir ini, kebetulan ia terkena flu juga."

"Bagaimana bisa begitu..."

Melihat wajah panik Josephine, Fransiska pun tertawa sambil merebut ponselnya kembali, "Dik, Josephine ingin bertemu dengan Justin, kau bukalah panggilan video agar dia bisa melihatnya."

Setelah berkata begitu, ia membuka panggilan video, lalu memberikannya pada Josephine.

Josephine memegang ponsel itu sambil gemetar. Ia melihat sosok Justin yang tiba-tiba muncul di layar, badannya lebih kurus dari terakhir kali, ia sedang berbaring di atas ranjang, hidung terpasang selang oksigen. Ia tampak tertidur, tapi tidurnya sama sekali tak tenang, ia sedang menderita karena penyakitnya.

Melihat hal itu, hati Josephine terasa sakit sampai meneteskan air mata.

Melihatnya menangis begitu sedih, Rose pun menenangkannya, "Josephine, jangan khawatir, Justin akan baik-baik saja."

Mana bisa ia tak khawatir melihat adik yang dikasihinya dalam kondisi seperti itu? Tapi demi menjaga perasaan ibunya, Josephine menutup erat mulutnya, mengontrol emosinya.

"Josephine, melihatmu begini, Justin pasti akan sedih," kata Fransiska penuh kepalsuan, "Kita tutup saja teleponnya, kalian bisa mengobrol lagi nanti."

Begitu mendengar telepon akan dimatikan, Rose buru-buru memohon, "Kakak, tolong carikan dokter yang lain, kumohon padamu, Justin tak bisa menunggu sampai Dokter Zhong kembali."

"Mencari dokter lain?: Fransiska memasang wajah kesulitan di hadapan Josephine, lalu berkata, "Josephine, apa menurutmu ini perlu?"

Ia diam sejenak, lalu melanjutkan perkataannya, "Sebetulnya, menurutku penyakit jantung bawaan Justine ini lebih parah dibandingkan orang biasa, jadi apa artinya mengobatinya dalam kondisi tanpa harapan seperti ini? Lagipula ia akan membawa penderitaan bagi semua orang dan dirinya sendiri."

"Tidak, kata dokter masih ada harapan selama kita mengobatinya dengan baik. Kumohon padamu, aku tidak bisa hidup tanpa Justin..." tangis Rose.

"Tapi..." Fransiska memasang raut bimbang.

Josephine semakin mengeratkan genggaman tangannya, tubuhnya bergetar oleh amarah. Ia memelototi wajah kejam Fransiska di hadapannya. Amarahnya akhirnya pecah, "Nyonya Bai yang kejam ini! Bukannya kamu hanya menginginkanku untuk menyeerahkan Claudius? Aku sudah menurutimu, apa lagi yang kau inginkan?"

"Ibuku hanya khawatir kau hidup terlalu lama, ia tiba-tiba mengubah rencana dan tidak mempedulikan hidup mati ibu dan adikmu lagi," Shella yang baru bangun jam 11 ini pun telah terbangun juga. Ia turun dengan mengenakan baju tidur dan sandal kamarya, lalu berbaring di sofa dengan malas.

Josephine memelototinya, kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke Fransiska sambil menangis, "Aku tak pernah bilang akan ingkar janji, terlebih tak pernah bilang tak peduli dengan hidup-matinya Justin. Semua yang kau suruh aku lakukan, aku sudah melakukannya. Mengapa kau masih berlaku begini pada Justin?"

"Kau memang melakukannya, tapi tiap kali kau selalu bertindak semaumu sendiri," kata Shella lagi.

"Sudah kubilang ,kemarin itu hanya kecelakaan. Aku pun sudah setuju untuk tinggal di sini dan tidak menemui Claudius lagi untuk selanjutnya."

Fransiska memotong pertengkeran kedua orang itu, ia berjalan ke sisi Josephine, "Sudahlah, Josephine, selama kau menurut dan mengembalikan semua milik Shella, aku tak akan menyusahkan kalian. Bukankah hanya seorang dokter? Aku berjanji ia akan sampai dalam setengah jam lagi."

"Tolong carikan dokter yang bagus untuknya," kata Josephine sambil memandanganya dengan penuh air mata, "Aku sudah bilang aku hanya mau keluargaku, bukan yang lain, entah itu status sebagai Nona Muda Chen ataupun CLaudius, aku tak mau semua itu, aku akan mengembalikan semuanya... Kumohon jangan begini kejam terhadapku. Aku dan Justin tidak berhutang apapun pada kalian..."

"Kau memang tidak berhutang apapun, tapi ibu sialanmu itulah yang berhutang, banyak sekali!" teriak Shella marah.

Fransiska memberi isyarat dengan jarinya agar Shella diam, lalu berkata pada Josephine, "Aku juga sudah bilang, asal kau menurut, aku tak akan menyusahkan kalian."

"Aku pasti menurut, pasti."

"Bagus kalau begitu, aku akan mencarikan dokter yang bagus untuk Justin," kata Fransiska sambil tertawa puas, "Cepat hapus air matamu, sebelum ayahmu mengira aku telah melakukan sesuatu padamu."

Novel Terkait

Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu